Damian duduk di kursi yang ada di halaman depan mansion milik Harvest itu. Dia kemudian menatapi Harvest yang sekarang masih terbaring di lantai. Anak buahnya segera mendekat dan membantunya bangun. Harvest kemudian menstabilkan kondisinya dulu sambil menatap ke arah Damian dengan tatapan bingung sekaligus ada ketakutan di matanya.
“Kau bilang kau tidak menemukan markas Axel karena berhasil menjatuhkan helikopternya saat ketinggian rendah. Semua itu berbeda dengan yang Selena katakan padaku,” ucap Damian.Harvest mengerutkan dahinya. Dia kemudian melebarkan matanya, lantaran sepertinya Selena memberitahu semuanya pada Damian. Walau dia tidak tahu sejauh apa yang Selena tahu dan dia mengerti tentang bagaimana itu semua terjadi.“Kau sangat mengecewakan.” Damian menatap Harvest dengan tatapan sinis dan kesal.“Apa hanya karena itu? Kau mengkhianatiku karena gadis itu?” Harvest terlihat sedikit gemetar.“Aku? Mengkhianatimu? Bukankah ka“Kau seharusnya memojokkannya lebih buruk lagi. Belakangan ini kau lebih sering berbaik hati dari biasanya. Ada apa denganmu? Apa kau sedang percaya fakta tentang—”“Kau bicara informal.” Damian memotong ucapannya Luca, membuat Luca langsung menutup mulutnya dan menggigit bibir atas dan bawahnya sekaligus. “Kau tidak pernah protes jika Selena yang melakukannya. Maksudku, Anda. Selena bahkan tidak memanggilmu tuan atau apa,” balas Luca dengan suara yang lebih rendah. Damian terdiam. Dia bahkan tidak menyadari itu. Dan justru, kalau dipikir-pikir menang dia yang meminta Selena untuk hanya memanggil namanya. Apa lagi saat mereka di atas ranjang dan dia mengetahui jika Selena akan mencapai puncaknya. Dia suka jika Selena menyebut namanya ketika sedang dalam gelora puncaknya. “Ya, kurasa kau bisa melakukannya, jika hanya di antara kita,” balas Damian kemudian. “Tapi, kenapa kau sepertinya sangat emosional tentang Harvest? Bukankah kau sendiri yang b
“Tidak heran. Ini lebih baik, dari pada tidak memperhatikan sama sekali. Terima kasih,” ucap Selena seraya tersenyum, lantaran dia sudah lama juga tidak diperlakukan sebaik itu. Luca hanya tersenyum. Dia merasa bersalah karena melibatkan Selena selama ini. Yang mana kelihatannya Selena sendiri sudah lelah atas semua yang harus dia hadapi.Luca memesankan donat untuk Selena. Begitu donat itu tiba, Luca diam-diam mengambil donat itu kemudian menuju ke unit kesehatan. Di mana dia memanggil Grace dan yang lainnya. Mereka semua menuju ke kamar Selena dan itu adalah sebuah kunjungan dadakan yang tak terduga. Selena menatap mereka semua dengan bingung. Apa lagi saat melihat Luca sepertinya sengaja. Karena dia memesan beberapa kotak donat. Itu membuat Selena menatap Luca penuh tanda tanya. “Kau tidak keberatan, kan?” tanya Luca. “Aku tidak keberatan, hanya saja...” Selena mendesis pelan. “Kalau begitu, ayo kita makan saja donatnya!
Damian dan orang-orangnya tiba di markas Axel. Axel sedang menikmati sarapannya sambil membaca sebuah dokumen. Dia terlihat tidak tidur selama beberapa hari, ditunjukkan dengan kantung matanya yang sudah cukup menghitam dan nyaris gosong. “Tuan!” Seorang pria bergerak cepat ke arah Axel. “Anda harus lihat ini!” Axel menoleh ke arah bawahannya itu dan terdiam sejenak. Dia berhenti mengunyah saat itu juga dan bangkit untuk mengikuti bawahannya. Dia menyusuri lorong bangunan tersebut. Dan alarm yang berbunyi membuat Axel menyadari jika ada yang tidak beres saat itu juga. Axel tiba di ruang kontrol pengawas, di mana CCTV seluruh ruangan di gedung ada. Dia menatap ke CCTV bagian lobby, di mana ada banyak orang asing. Axel mendekat dan mengerutkan dahinya, dia menatap salah satu orang dengan pakaian berbeda. Damian. Damian menatap ke arah CCTV, seolah tahu jika Axel sedang mengawasinya di sana. Dia mengeluarkan sebuah senjata api dari bali
“Tidak ada yang perlu kita bicarakan. Menyingkirlah, yang kuinginkan hanya Jovan,” balas Damian. Damian menatap Jovan yang terlihat sedikit panik. Dia tidak perlu bersusah payah menangkapnya karena begitu dia tiba, Jovan sendiri kelihatannya sudah dikurung oleh Axel sebelumnya. Dan tebakan Axel benar. Jika Damian datang untuk Jovan, karena saat ini urusannya hanya bersama Jovan. Damian seolah lupa jika Selena adalah urusan Axel juga saat itu. “Itu berarti ada yang harus kita bicarakan. Aku akan memberikan Jovan padamu, kau ingin dia untuk balas dendam, kan? Tapi sebelum itu, pulangkan Selena kepadaku!” sahut Axel. “Kenapa aku harus melakukan itu?” Damian mengangkat alisnya dengan tenang. “Hey! Jangan bertindak gegabah! Axel, pikirkan baik-baik apa yang kau lakukan! Kau ingin menukarku dengan gadis itu? Gadis itu tidak berguna secara spesial untukmu. Dia seperti gadis ada umumnya jika kau mengencani gadis lain. Tidak seperti kau akan
Selena sedang hamil. Kalimat itu terus berputar di benak Axel. Dia benar-benar tak tahu apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Dunianya terasa runtuh. Bau karbol yang berkeliaran di hidungnya membuat suasana hatinya semakin tidak nyaman. Banyak anak buahnya yang terluka parah karena kunjungan Damian yang tiba-tiba. Untungnya, yang dia inginkan hanya Jovan. Begitu dia mendapatkan apa yang dia inginkan, dia pergi. Sementara Axel sekarang menunggu Jenny yang tengah dirawat karena luka tembak di kakinya. Axel mengusap wajahnya, tertunduk di lorong tunggu. Sementara itu, di malam hari, Selena belum tidur malam itu. Dia sedang membaca beberapa buku yang dibawakan Grace. Grace tidak tahu pasti apa yang dibutuhkan Selena. Namun, saat dia melihat beberapa buku di kamarnya, dan mengetahui Selena selesai membaca semuanya, dia pikir Selena membutuhkan buku baru dan mungkin memang hobi membaca. “Tidak, aku benci membaca sebenarnya. Hanya saja, sejak di si
Damian meninggalkan Selena begitu saja setelah melontarkan kalimat yang menyakitinya. Selena menatap punggung Damian saat Damian pergi keluar dari kamarnya. Hingga Damian menghilang, dia hanya terdiam kaku di tempatnya duduk. Yang dia tahu, Damian tidak menukarnya dengan Jovan, tetapi dia memiliki Jovan sekarang. Lalu apa yang membuat Damian kelihatannya kesal dan marah? Itu masih menjadi pertanyaan di benak Selena malam itu, hingga dia tak bisa tidur karena memikirkan tentang yang dikatakan Damian. Begitu pagi tiba, Selena memperhatikan halaman depan. Dia memandang Damian yang keluar lagi hari itu. Namun, kali ini Damian tak melirik ke arah kamarnya. Terlihat terburu-buru saat itu. “Selena?” Grace membuka pintu kamarnya dan menatapi Selena. “Ya?” Selena segera menyahut.“Ayo! Hari ini, aku akan membawamu ke kebun mansion!” ajak Grace dengan bersemangat. “Eh? Memangnya boleh, ya?” tanya Selena sambil menatap Grace, dia terli
“Anda belakangan ini seperti menghindari Selena. Bukankah seharusnya Anda mulai membicarakan bagaimana ke depannya?” tanya Luca sambil merapikan beberapa berkas. Benar adanya, jika sudah beberapa hari ini, Damian seperti tak lagi tertarik dengan Selena. Dia tak memanggilnya lagi ke kamar, tidak menyapanya saat bertemu dengannya di mansion, dan tak pernah bicara lagi padanya. Padahal, seingat Luca, keduanya baik-baik saja setelah Selena memberikan kejelasan tentang Harvest. “Bisakah kau fokus pada pekerjaan? Kenapa kau terus membicarakan Selena?” balas Damian, dia terdengar tidak senang dengan pertanyaan Luca. “Beritahu aku, apakah ada kabar dari kepala pelayan? Dia tidak kunjung kembali setelah menghilang hari itu, sepertinya dia bersembunyi saat mengetahui Harvest sudah tertangkap basah.” “Tidak ada kabar tentang kepala pelayan. Sementara itu, Harvest terus meminta untuk bicara dengan Anda. Selain itu, Jovan juga sepertinya mulai sekarat,” jawab Luca.
“Pakaian ini yang paling pas di tubuh calon pengguna gaun baru itu nantinya. Buatkan sebuah gaun dengan ukuran ini!” Luca berada di sebuah butik sambil memberikan sepasang pakaian Selena. Garce menepuk keningnya, dia disuruh Luca untuk mencuri salah satu pakaian yang digunakan Selena. Dan sekarang Luca menggunakannya sebagai patokan ukuran untuk gaun Selena. “Kau bisa membawanya ke sini langsung, sepertinya Tuan Damian juga tidak akan masalah. Toh, Selena sudah lama tidak bepergian lagi dan hanya menghabiskan waktunya di mansion, ini bagus untuk suasana hatinya dengan mengajaknya jalan-jalan,” ucap Grace. “Tidak, dia tidak mau melakukannya.” Luca menggeleng sambil mendesis pelan karena tingkah laku Damian yang benar-benar sulit dimengerti. Grace menghela nafasnya. Dia juga mengukur tubuhnya untuk membuat gaun yang baru, dia senang tentunya karena Luca dengan sengaja membuatkan gaun baru untuknya, juga mengajaknya ke sebuah pesta pernikahan yan