“Aku sedikit kecewa padamu. Tapi apa boleh buat? Karena kau mungkin merasa terancam untuk saat ini. Aku bisa mengerti itu. Sampai-sampai kau mencari bantuan pada Damian, berlindung padanya. Kau memilihnya dari pada aku. Padahal kau bisa bicara denganku,” gumam Axel.
Suara rendah Axel membuat Selena merasa sedikit bersalah atas segala tindakannya hari ini. Dia melanggar janjinya untuk datang sendirian, dia juga meragukan Axel lewat minumannya.“Aku tidak bisa mempercayaimu adalah benar adanya. Kau terlalu menunjukkan kedekatanmu dengan ayahku, itu memuakkan. Kau tahu aku ditelantarkan olehnya dulu dan malah berada di sisinya. Itu benar-benar memuakkan,” balas Selena, dia menekan ucapannya sendiri.“Aku berada di sisinya bukan tanpa alasan. Kau sendiri adalah satu-satunya alasan aku berada di sana. Aku berada di pihakmu. Dan ingin selalu berada di pihakmu. Makanya saat kau akhirnya kembali pada ayahmu, aku pun mendekati ayahmu,” jelas Axel.Kedu“Ya, semirip itu kau dan ibumu. Pada awalnya, aku sama sekali tidak menaruh perasaan apa pun untukmu dan hanya akan menganggapmu sebagai adikku. Namun, lama kelamaan, perasaan itu tumbuh tanpa permisi. Aku sampai memohon pada ibumu untuk mengencanimu. Dan pada akhirnya, di sinilah kita. Hubungan kita sudah berakhir.” Axel mempersingkatnya. Dia terkekeh miris dengan kalimatnya sendiri. Menyinggung dirinya sendiri dan mengingatkan bahwa hubungannya dengan Selena telah usai. Namun, bukan berarti dia akan menyerah juga. Selena mengerjapkan matanya, sedikit tak percaya dengan apa yang dia dengar dari Axel. Raut wajahnya terlihat agak sedih, mengetahui ibunya lebih memilih merawat dan membesarkan orang lain ketimbang putrinya sendiri yang telah melalui banyak hal. “Aku akan menjelaskan sisanya nanti. Bagaimana jika kita pergi sekarang untuk menemui ibumu? Sebenarnya, saat ini posisi kita tidak aman sama sekali,” ucap Axel tiba-tiba.Axel melirik hand
Selena sempat terkejut mendengar suara tembakan dan khawatir akan keselamatan Damian yang masih berada di luar. Seharusnya pria itu memang tidak keluar dari mobil. Karena rasa khawatirnya pada Selena, kini dia membahayakan dirinya sendiri dan membuat Selena khawatir. Namun, suara tembakan itu bukan tembakan yang diarahkan ke Damian dan justru diarahkan pada musuh darinya. Pria itu masih tiarap sambil menodongkan senjatanya ke arah semak-semak. Setelah memberikan tembakan itu, Damian dan sopir pribadinya langsung berlari ke dalam restoran. Dan Selena langsung menerobos keluar dari kepungan anak buah Damian yang ada di sekitarnya. Kebetulan pertahanan mereka sedikit goyah karena Damian yang berlari masuk dan mereka berusaha melindungi Damian dari dalam. Axel sedikit terkejut melihat bagaimana Selena lari ke arah Damian. Air wajahnya tak bisa menutupi kecemburuannya saat melihat Selena memeluk Damian dan Damian mendekapnya juga. Keduanya seperti telah mela
“Sialan, bisa-bisanya dia menyamar dengan sangat rapi. Bahkan sangat meyakinkan tentang dia tidak punya siapa pun dan akan menjadi anak anjing setia karena takut ditelantarkan.” Derek mengerang kesal. Dia tidak bisa menahan emosinya sendiri. Derek sudah mengetahui pengkhianatan yang dilakukan Axel karena kecurigaannya untuk menemui Selena sendiri. Dia awalnya percaya pada Axel, namun tetap memerintahkan orang-orangnya untuk mengikuti Axel, hingga mereka menyadari Axel terlalu lama bicara. “Ayah melupakan fakta jika dia masih mencintai Selena lebih dari apa pun. Dia bersama kita selama ini, dan menjadi mata-mata. Mungkin Axel telah memberikan banyak informasi pada Selena tentang ini. Sampai saat Selena melarikan diri, itu mungkin karena informasi dari Axel.” “Tidak. Aku ingin meyakinkan diriku jika Axel tidak akan berkhianat.” Derek langsung menyela saat Arsella yang duduk di sampingnya berbicara. “Dia terus berbicara dengan Selena dan Selena t
Cahaya remang-remang memenuhi ruangan. Seorang gadis yang tersadar dari pingsannya perlahan membuka mata. Selena, yang tengah terikat di sebuah kursi kayu mengerjapkan matanya untuk memfokuskan pandangannya yang buram. Dan wajahnya perlahan terangkat untuk mengenali tempat yang dia rasa asing. “Kau bangun, Selena?” Suara berat pria membuat Selena yang masih lemas menolehkan kepalanya perlahan ke arah pria itu. Dan menemukan wujudnya yang sedang menikmati secangkir kopi. Selena mendesis pelan, merasakan sekujur tubuhnya pegal. Dia mengedarkan pandangannya lagi ke ruangan itu. “Di mana ini?” tanyanya dengan suara yang lemah, nyaris tak terdengar sama sekali. “Di ruang interogasi yang ada di mansion milikku. Maaf cahayanya remang, karena aku menyukai cahaya yang tidak terlalu terang untuk orang-orang sepertimu.” Selena mendesis pelan dan menegakkan bahunya. Dia terlihat sangat pucat dan terlihat tak sehat saat itu. Belum lagi, tempat ini kelihatannya tak dijangkau matahari sama seka
Begitu Selena menyemburkan air di mulutnya pada Damian, Selena tersenyum puas. Dia suka reaksi bagaimana Damian langsung memalingkan wajahnya yang basah kuyup. Walau senyumannya langsung menghilang begitu Damian melemparkan gelas di tangannya ke sembarang arah dan mengayunkan kakinya untuk menendang bahunya dengan kuat. Kursi yang didudukinya tak mampu menahan Selena agar tak jatuh setelah mendapatkan tendangan di bahunya. Kursi itu jatuh bersama dengan Selena. Kepala Selena membentur lantai dengan cukup kuat, membuat pendengarannya sempat berdenging beberapa saat dan pusing. Damian menatap Selena dengan geram, gadis itu sangat berani menyemburkan air ke wajahnya karena belum mengenal siapa yang sedang dia hadapi saat ini. Dan tindakan Damian kali ini bertujuan untuk menunjukkan kemampuannya pada Selena, menunjukkan kekuatan yang dia punya. “Bodoh, kau bermain-main dengan orang yang salah, dan aku ingin kau tahu itu.” Damian mengeluarkan sapu tangan dari balik jasnya dan mengusap w
Wanita lainnya langsung mengerutkan alisnya. Mereka juga tampaknya ingin disentuh Damian. “Anda sudah sering menggunakan Merry belakangan ini dan kami jadi tak tersentuh,” protes salah satu dari enam dengan suara yang cukup stabil. “Itu hukuman kalian karena dari kalian berani melakukannya dengan bawahanku yang lain.” Dengan mata yang menggelap dan suara yang merendah, Damian mengatakan itu. Membuat kelima dari mereka ketakutan. Kecuali Merry, yang menjadi kesukaan Damian karena sikap patuh dan manisnya, tipe Damian. “Ngomong-ngomong, kau punya gadis lain di sebelah kamarku,” ucap Merry. “Dia kelihatannya akan menggantikan Merry, karena masih muda dan cantik.” “Tutup mulutmu!” sentak Merry. Merry terdengar marah begitu salah satu dari mereka berusaha mengomporinya. Pasalnya, dia sendiri memang merasa tersaingi begitu mendengar kedatangan seorang gadis di kamar sebelahnya yang kosong. Dia tak melihatnya langsung, namun ucapan dari wanita lain berhasil membuatnya kesal karena car
“Apa-apaan ini? Lepaskan!” ucap Selena seraya memberontak. Beberapa bawahan Damian sekarang menyeretnya bangkit dari kasur dan membukakan rantai yang memborgol salah satu tangan Selena. Lalu dua di antara mereka memegangi lengan Selena dan menariknya untuk keluar dari kamar itu. Jelas terlihat jika Selena memberontak dari caranya mempertahankan kakinya dan berusaha menahan tubuh saat tangannya ditarik cukup kasar. Dia diseret cukup kasar seperti itu menuju ke luar kamarnya. Di tengah pemberontakan Selena, matanya tetap mencuri pandangan pada bagian yang cukup mewah di luar kamarnya yang nyaman. Koridor itu terlihat bersih, rapi dan indah. Selena dipaksa untuk terus berjalan. Hingga dia dihadapkan dengan enam wanita Damian. Selena mengernyitkan dahinya begitu menatap enam wanita asing di kepalanya. Dan keenam wanita itu menatap Selena dengan tatapan yang tak dapat diartikan Selena. Mata Merry menatap Selena lekat. Gadis muda yang dia pikir akan menggeser dirinya. Namun kelihatannya
“Cukup! Berhenti, tolong... Perih...” Selena mengerang dan mendesis pelan, menatapi kakinya yang dipegang agar tak memberontak itu mulai memerah. Kulitnya semakin rusak saat lelehan lilin menetes ke kakinya setelah lilin yang telah mengeras disingkirkan secara berkala. Damian menikmatinya, dia menunggu Selena untuk bicara sesuatu yang berhubungan dengan pacarnya secara langsung. “Aku tidak tahu apa-apa, sungguh. Aku tidak tahu jika dia mencuri sesuatu darimu. Aku juga tidak tahu apa yang dia curi.” Selena menatap Damian, memohon untuk berhenti. Untuk ke sekian kalinya, lilin yang telah mengeras di kaki Selena diambil lagi. Terlihat bagaimana kulitnya memerah dengan luka bakar di sana. Semakin lama, kulitnya semakin sensitif dan itu semakin menyiksanya. Damian lagi-lagi memiringkan lilin untuk memperoleh tetesannya lagi. “Aku tidak akan berhenti sampai kau mengatakan sesuatu yang lain selain penyangkalanmu.” Selena menatapi lilin yang mulai menetes lagi. Dan begitu cairan lilin pa