Share

Penolakan Pertukaran

Wanita lainnya langsung mengerutkan alisnya. Mereka juga tampaknya ingin disentuh Damian.

“Anda sudah sering menggunakan Merry belakangan ini dan kami jadi tak tersentuh,” protes salah satu dari enam dengan suara yang cukup stabil.

“Itu hukuman kalian karena dari kalian berani melakukannya dengan bawahanku yang lain.”

Dengan mata yang menggelap dan suara yang merendah, Damian mengatakan itu. Membuat kelima dari mereka ketakutan. Kecuali Merry, yang menjadi kesukaan Damian karena sikap patuh dan manisnya, tipe Damian.

“Ngomong-ngomong, kau punya gadis lain di sebelah kamarku,” ucap Merry.

“Dia kelihatannya akan menggantikan Merry, karena masih muda dan cantik.”

“Tutup mulutmu!” sentak Merry.

Merry terdengar marah begitu salah satu dari mereka berusaha mengomporinya. Pasalnya, dia sendiri memang merasa tersaingi begitu mendengar kedatangan seorang gadis di kamar sebelahnya yang kosong. Dia tak melihatnya langsung, namun ucapan dari wanita lain berhasil membuatnya kesal karena cara mereka membicarakan gadis baru itu.

Damian melirik Merry yang marah. Dan seketika, rasa keinginannya pada Merry malam ini surut begitu saja. Suasana hati Damian sangat mudah berubah, dia sensitif. Dan dia paling malas meladeni wanitanya yang mudah marah atau merajuk.

“Aku tidak ingin kau lagi untuk malam ini. Rose, masuk ke kamarmu!” Damian menatapi wanita yang bisa dibilang paling pendiam di antara yang lain, yang telah menyelesaikan makannya dan sedang menutup makan malam itu dengan dessert.

Saat yang lainnya sibuk menatap Damian, Rose masih memikirkan perutnya sendiri. Dan bagi Damian, perempuan dalam perut kenyang adalah perempuan paling tenang. Dia cukup mempelajari tentang wanita selama 28 tahun dia hidup.

Dan ucapan Damian berhasil membuat Merry dan yang lainnya terdiam. Rose yang tengah makan dessert juga segera meletakkan alat makannya dan bangkit. Dia tak begitu menunjukkan keterkejutannya. Rose juga sebenarnya tak terlibat dalam hukuman Damian, dia pendiam dan agak pemalu. Damian sedikit tak suka padanya karena hobi membisu.

Damian menuju ke kamar Rose bersama Rose. Merry menatap Damian dengan geram di sana. Sepatuh dan semanis apa pun dia, dia saat ini tengah marah.

Sebelum masuk kamar wanitanya itu, Damian melirik kamar yang sudah diberi nama di sebelah kamar Merry. Selena. Dia lantas berbalik dan mendekati kamar itu. Rose mengikuti Damian.

Damian membuka pintu kamar, dan bisa melihat bagaimana Selena masih terlelap di atas kasur. Entah tidur atau justru masih pingsan. Dia masih kesal dengan sikap Selena sebelumnya. Dan dia menutup pintu kamar Selena lagi dan melirik Rose.

“Dia tampak masih sangat muda. Berapa usianya?” tanya Rose.

“20 tahun, dua bulan lagi menginjak 21,” jawab Damian.

“Ah, begitu. Dia memang yang paling muda di sini sekarang,” ucap Rose.

“Kau sedih karena gelar termudamu dirampas olehnya? Dia di sini bukan untuk menjadi salah satu dari kalian, peliharaanku. Dia tawanan kita.” Damian terkekeh dan mengajaknya ke kamar.

“Hahaha, tidak juga. Di usiaku yang menginjak 24 tahun, aku merasa punya adik perempuan. Merry kelihatannya kesal karena gadis itu.”

Damian hanya tersenyum tipis dengan malas. Merry yang menginjak usia 31 tahun jelas merasa tersingkir jika Selena benar-benar menjadi salah satu dari mereka. Namun penentangan jelas dari Damian, jika Selena hanya tawanannya, itu membuat Merry bisa tenang sedikit.

***

Selena terbangun dari tidurnya pagi itu. Dia mengerang pelan, tenggorokannya terasa kering lagi. Kepalanya pusing, dia masih ingat rasa ngilu karena benturan yang dia alami. Benar-benar buruk. Pria itu tak kenal ampun dan siap menghajar siapa pun tanpa pandang gender.

“Anda sudah bangun?” Pelayan memasuki kamarnya, sambil membawakan teko dan gelas.

Pelayan menyajikan minum untuk Selena. Dan Selena hendak menerima minuman dari orang asing itu. Hingga dia sadar begitu melihat tangannya, jika dia dirantai. Dia merasa bisa bergerak bebas, namun ternyata ada rantai yang mengikat dirinya dengan kasur itu.

“Minumlah!” Pelayan itu membuat Selena menerimanya dan Selena segera meminumnya dengan kebingungan dan dia menatapi pelayan itu penuh rasa curiga.

“Di mana ini? Siapa kau?” Suara Selena terdengar sangat serak.

“Di kamar Anda, Nona. Aku hanya pelayan, tak perlu pedulikan namaku, aku mungkin tak akan melayanimu lagi ke depannya.” Pelayan itu bersikap dingin dan kemudian keluar dari ruangan itu.

Dan pelayan lain masuk, membawakan makanan. Selena mengernyitkan dahinya saat pelayan itu menaruh nampan di nakas dan mengambil meja lipat untuk menaruh makanannya di depan Selena. Pelayan itu membantu Selena bangun, Selena mendesis merakan kepalanya sakit.

“Sarapanlah dulu dan setelah itu minum obat pereda nyeri.”

Selena mengernyitkan dahinya curiga. “Ini tidak beracun, kan?”

Pelayan itu tak menjawab dan duduk di sofa, seolah menunggu Selena makan. Selena menatapi sandwich yang terlihat enak itu. Bau dari daging asap yang menjadi isian membuatnya lapar juga. Dia segera melahapnya. Dan begitu selesai makan, pelayan itu memberikannya obat pereda nyeri.

“Ini aneh. Kemarin aku diperlakukan seperti pencuri, hari ini aku diperlakukan dengan baik,” protes Selena.

Sayangnya, pelayan di sini tak ada yang ramah untuk diajak bicara. Mereka semua dingin. Dan pergi begitu tugasnya selesai. Selena menggerutu pelan.

“Apa-apaan mereka? Hey, di luar masih ada pelayan? Tanganku dirantai, bagaimana aku bisa ke kamar mandi? Siapa pun, ada yang mendengarku?” Selena berusaha mengencangkan suaranya.

Dan yang dia inginkan datang malah tidak datang, yang tak dia inginkan malah datang. Damian memasuki kamarnya. Pelayan langsung menutup pintu dari luar dan Selena terkejut menatap Damian. Kejadian kemarin agak membuatnya trauma.

“Ka-kau? Mau apa lagi kau ke sini? Kau tidak puas dengan apa yang sudah kau lakukan kemarin? Kau sudah membalasku, kita impas sekarang!” ucap Selena dengan menatap Damian tajam.

Damian menatapnya tanpa raut wajah. Dia memandang Selena yang duduk bersandar ke headboard.

“Pacarmu memberikan reaksi yang kurang aku inginkan. Untuk itulah aku datang ke sini untuk memancingnya lebih jauh.” Damian berdiri di dekat tempat tidurnya.

“Apa? Apa maksudmu?” Selena mengernyitkan dahinya dan menatapi Damian dengan sedikit ketakutan.

“Pacarmu katanya tidak ingin melakukan pertukaran antara kau dengan benda berharga milikku yang ada padanya. Jadi aku ingin menunjukkan sedikit padanya, apa yang bisa aku lakukan pada benda berharga miliknya ini,” ucap Damian seraya mengulurkan tangannya di sekitar wajah Selena, dan mencengkeram garis rahang Selena.

Selena terdiam sejenak dan mendengus.

“Kau masih tidak percaya ucapanku? Itu berarti ucapanku benar. Aku dan dia tidak ada hubungan apa-apa lagi dan kami tidak lagi saling terlibat. Jelas dia tak akan mau melakukan penukaran yang kau maksud. Aku bukan apa-apa di matanya,” balas Selena.

“Tapi tidak seperti bagaimana aku melihat hubungan kalian berdua. Jangan berpikir jika aku tak menyelidiki semuanya, Selena.” Damian menggeleng, tetap pada apa yang dia percayai.

“Kenapa kau bersikeras? Sudah kubilang, tidak ada gunanya untuk menculikku dan memperlakukanku dengan buruk atau baik!” tekan Selena kesal.

“Ah, kau sudah menganggap apa yang aku lakukan kemarin itu sudah cukup buruk, ya? Sebenarnya, itu bukan apa-apa. Itu hanya peringatan kecil. Aku akan sedikit bersenang-senang denganmu, untuk membuat Axel mengasihanimu.”

Damian terkekeh pelan, pandangannya menjadi semakin gelap. Senyumannya juga mengerikan, itu yang dilihat Selena.

Dan begitu Damian menjentikkan jarinya, bawahannya memasuki ruangan dan menyeret Selena.

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status