Share

Ruang Interogasi

“Apa-apaan ini? Lepaskan!” ucap Selena seraya memberontak.

Beberapa bawahan Damian sekarang menyeretnya bangkit dari kasur dan membukakan rantai yang memborgol salah satu tangan Selena. Lalu dua di antara mereka memegangi lengan Selena dan menariknya untuk keluar dari kamar itu. Jelas terlihat jika Selena memberontak dari caranya mempertahankan kakinya dan berusaha menahan tubuh saat tangannya ditarik cukup kasar.

Dia diseret cukup kasar seperti itu menuju ke luar kamarnya. Di tengah pemberontakan Selena, matanya tetap mencuri pandangan pada bagian yang cukup mewah di luar kamarnya yang nyaman. Koridor itu terlihat bersih, rapi dan indah. Selena dipaksa untuk terus berjalan.

Hingga dia dihadapkan dengan enam wanita Damian. Selena mengernyitkan dahinya begitu menatap enam wanita asing di kepalanya. Dan keenam wanita itu menatap Selena dengan tatapan yang tak dapat diartikan Selena.

Mata Merry menatap Selena lekat. Gadis muda yang dia pikir akan menggeser dirinya. Namun kelihatannya ucapan Damian sangat bisa dipercaya, mengenai dia hanya tawanan untuk Damian.

“Lepas!” ucap Selena setengah berteriak, karena berusaha membela diri.

“Lepaskan saja!” sahut Damian yang semula berjalan di belakang Selena, berpindah ke depannya.

Selena dihempaskan begitu saja, hingga dia tersungkur ke lantai. Damian kemudian menatap ke arab Merry yang kelihatannya puas dengan apa yang dia lihat. Dari cara pelayan memberikan pakaian untuk Selena, dan rambut Selena yang agak berantakan, jelas dia tidak spesial.

“Ini yang kau inginkan? Sudah cukup? Aku harus mengurusnya dengan cepat, untuk mendapatkan apa yang aku inginkan kembali,” ucap Damian seraya menatap Merry.

Seolah caranya memperlakukan Selena saat ini adalah murni permintaan Merry. Dan Merry hanya menganggukkan kepalanya seraya hendak mendekat. Namun, Damian langsung merentangkan satu tangan, pertanda dia tak boleh mendekat.

“Jangan menyentuhnya, sama sekali. Dia tawananku, dia milikku.” Damian menatap Merry tajam.

Merry mengeram dengan reaksi Damian dan mundur. Selena yang terduduk di lantai menatapi mereka dengan alis yang berkerut. Dia bingung dengan situasi saat ini.

“Seret dia lagi ke ruang interogasi. Aku harus membuatnya bicara tentang pacarnya itu.” Damian lantas berjalan lebih dulu.

Dan para bawahannya kembali menarik tangan Selena dan memaksanya untuk berjalan mengikuti Damian. Rose menatapnya dengan iba. Sepertinya, hanya dia satu-satunya yang cukup waras. Keempat lainnya selain Merry dan Rose langsung berbisik mengenai Selena.

Di ruang interogasi, lagi-lagi Selena dihempas begitu saja. Membuatnya merintih pelan dan berusaha bangkit. Saat dia bertumpu pada lututnya dan ingin mengangkat bokongnya lebih tinggi, bawahan Damian langsung menahan bahunya agar tetap duduk dengan lututnya. Selena langsung mendongkrak menatap Damian yang kini berbalik padanya.

“Aku tidak akan berbaik hati padamu. Namun aku juga tidak akan terlalu kasar jika kau menjawab pertanyaanku dengan sungguh-sungguh dan jujur. Kau tahu ke mana Axel sering kali pulang pergi? Dia pasti punya tempat yang harus selalu dia kunjungi, setiap harinya, mungkin?” tanya Damian.

“Mana kutahu. Aku mantan pacarnya, bukan malaikat pelindungnya,” balas Selena dengan kesal.

Dan sebuah tamparan keras mendarat di pipi Selena. Membuat nafas Selena tertahan sejenak dan dia mendesis memegangi pipinya yang terasa panas dan hangat. Bayangan seorang pria dan wanita lain muncul di pandangannya begitu ditampar Damian.

Dasar tidak berguna!

Kenapa kau tidak mati saja?

Kenapa kau selalu tumbuh setiap tahunnya?

Tidak bisakah kau berhenti makan dan mati?

Matanya lantas berkaca-kaca. Tatapannya bertemu dengan Damian. Melihat Selena berkaca-kaca membuat Damian terkekeh, itu berhasil menghibur.

“Kau ingin menangis? Menangislah, yang keras! Aku akan merekamnya dan mengirimkannya pada Axel. Kita lihat seberapa terusiknya dia melihat gadis kecilnya ini menangis karena aku.” Damian terkekeh.

Selena mendesis dan menghela nafasnya berat. Dia berusaha menahan air matamu, dia mengerjapkan matanya untuk menetralisasi suasana hatinya dan panas di matanya.

“Itu sia-sia, dia tidak akan terganggu dengan apa pun yang terjadi padaku. Sudah kubilang, hubungan kami bahkan tidak baik belakangan ini. Dia tidak akan peduli padaku!” tekan Selena.

“Pem-bo-hong. Jangan berusaha bohongi aku! Kau malah sedang menunjukkan jika dia memberikanmu briefing yang jelas untuk menghadapi situasi ini. Dia mungkin memberitahumu tentang sebuah chip yang dia curi dariku?” Damian mengangkat alisnya.

“Aku tidak tahu chip apa yang kau maksud. Dan apa kau bodoh? Bagaimana seseorang akan mengaku begitu saja pada pacarnya jika dia mencuri sesuatu dan memberitahu pacarnya jika pacarnya akan dalam bahaya, lalu memberikan briefing. Sangat tidak masuk akal.” Selena mendengus, suaranya agak gemetar namun dia cukup tenang.

Damian hanya tersenyum mendengarnya sambil menggeleng pelan.

“Apa aku harus memaksamu untuk bicara sesuatu? Ya, seharusnya sejak kemarin aku lakukan ini. Hanya saja, karena kelancanganmu setelah aku bersikap baik padamu, kau malah pingsan. Apa aku harus membuatmu mendapatkan peringatan lagi?”

Damian mengulurkan tangannya untuk menyentuh garis rahang Selena. Wajah Selena langsung berpaling begitu dia disentuh, dia menolak sentuhan Damian. Damian mengangkat satu alisnya dan menarik tangannya menjauh.

“Ikat dia di kursi lagi!” titah Damian.

Dan orang-orangnya langsung bergerak cepat mengambil kursi kayu dan membawa Selena untuk duduk di sana. Dengan kasar, tubuh Selena ditarik dan didorong oleh mereka seiring dia memberontak. Dan berapa pun usaha Selena, dia tetap kalah.

Mereka mendudukkan Selena, menarik tangannya ke belakang punggungnya dan mengikatnya. Kakinya juga diikat ke kaki kursi. Selena mendengus, dia belum khawatir atas apa yang akan dilakukan Damian.

“Perlu kau ketahui, ini hanya peringatan.” Damian melirik anak buahnya yang tengah menyalakan sebuah lilin di sana.

Selena menatap ke arah mana Damian menatap.

“Tapi aku sudah bicara jujur. Apa lagi yang bisa aku katakan?” Selena mendengus kesal.

“Setidaknya, aku harus mendapatkan informasi yang berharga.” Damian lantas menerima lilin yang sudah dinyalakan dan mendekati Selena.

Selena menatapnya, dia tak mengerti peringatan apa yang dimaksud Damian. Namun, begitu Damian memiringkan lilinnya tepat di atas kaki Selena, hingga lelehan lilin itu menetes ke kakinya, Selena mendesis dan terperanjat sedikit kaget.

“Ah!” desis Selena, alisnya berkerut menatap Damian yang berdiri di depannya.

“Untuk yang pertama mungkin tak begitu sakit dan hanya sedikit terkejut. Tapi begitu lapisan kulitmu menipis karena terbakar sedikit demi sedikit, dengan tetesan lilin yang berulang, itu akan menimbulkan luka bakar yang cukup parah.” Damian menjelaskan cara kerja peringatannya.

Selena menatapi kakinya, sedikit perih namun rasa sakitnya hanya datang dan hilang.

Namun, begitu salah satu bawahan Damian mengambil tetesan lilin yang mulai mengeras di kaki Selena, Selena lantas melebarkan matanya begitu sadar apa yang akan Damian lakukan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status