“Tuan Damian tidak punya satu pekerjaan, dia punya banyak pekerjaan. Tuan Damian orangnya sangat sibuk. Ada banyak bisnis yang dia jalankan dan harus selalu memantau semuanya sendiri.”
Jawaban Rose tak menjawab pertanyaan Selena sama sekali. Tentang siapa Damian, dengan semua kekuasaan dan kekayaan yang tidak masuk akal baginya. Belum lagi, pelayanan yang dia terima selama berada di sana, yang kenikmatannya sebanding dengan rasa sakit yang dia derita.“Kau tidak menjawabku dengan sungguh-sungguh,” gerutu Selena sambil cemberut.“Begitukah? Bagaimana kalau begini? Tuan Damian itu seorang mafia. Selain menjalankan bisnis yang legal, berupa perusahaan yang aktif di beberapa industri dengan industri utamanya di lokomotif... Tuan Damian juga aktif tergabung dalam bisnis ilegal. Tuan Damian saat ini tergabung dengan sebuah organisasi mafia juga. Tuan Damian bahkan punya bisnis kasino bawah tanah.”Rose menjelaskannya sejauh yang dia tahu tentang DamDamian melakukan kunjungan ke beberapa tempat hari ini karena dia harus mengecek beberapa hal, memastikan seluruh laporan yang dia terima benar adanya. Dan hari mulai gelap, pikirannya kembali pada Selena. Dia menginginkannya lagi untuk malam ini, ini seperti dia adalah seorang pengantin baru yang baru saja mencoba ekstasi. “Kunjungan terakhir, kita akan ke Saga’s Club,” ucap sopir. Damian langsung melirik ke arah sopir pribadinya itu dan lalu melirik ke arah Luca yang duduk di sebelahnya. Luca langsung mengarahkan matanya pada tab yang sedang dia pegang saat itu. “Ada pertemuan mendadak dengan Tuan Harvest. Maaf, aku lupa mengabarimu tentang itu. Tapi jika Anda ingin membatalkannya—”“Tidak perlu. Kita akan pergi ke sana. Aku harus tahu apa yang dia inginkan sekarang.” Damian mendengus dan menatap keluar jendela mobil lagi, suasana hatinya sedikit memburuk. “Baik, Tuan.” Damian berencana kembali ke kamar Selena lagi saat it
Selena terkejut saat Damian menarik tangannya dengan kasar dan menyeretnya ke kamar. Selena langsung menatap ke arah Rose, Selena benar-benar tak tahu apa yang terjadi saat ini, dan tatapannya seolah mengisyaratkan pertolongan pada Rose karena sikap kasar Damian ini pasti tidak akan berhenti sampai situ saja, yang pastinya akan berlanjut lebih kasar. “Tuan!” Rose memekik kaget dan dia menatap Selena dengan tatapan kasihan padanya. Damian berhenti dan menatap Rose, terlihat dari ekspresinya jika dia sedang marah saat ini. “Ada apa ini? Apa yang terjadi? Apakah terjadi sesuatu?” tanya Rose. “Itu bukan urusanmu, kau tahu itu, kan?” Damian menatap Rose balik dengan datar. “Tapi... kau bersikap aneh. Kenapa kau bersikap seperti itu padanya?” Rose sendiri kelihatannya gemetar, karena ini setelah sekian lama dia melihat Damian sedang dalam keadaan marah. “Kenapa? Kau kasihan padanya? Aku memintamu untuk bergaul dengannya bukan unt
Damian melirik ke arah Merry yang membuka pintu dan menatapnya dengan tatapan yang berapi-api. Benar, wanita itu cemburu mendapati Damian meniduri seorang perempuan lain. “Apa yang kau lakukan di sini?” Merry menatap Damian dengan marah. Damian tak menanggapinya untuk beberapa saat dan menyesap rokoknya dengan tenang. Damian melirik ke arah Selena yang mengubah posisi tidurnya, mungkin karena merasa tidak nyaman atau terganggu dengan suara nyaring Merry yang memekikkan telinga. “Kau bilang kau tidak akan menidurinya!” bentak Merry, terlihat dia sangat cemburu. “Kapan aku bilang begitu?” Damian menghela nafasnya panjang, suasana hatinya baru saja membaik, namun sekarang suasana hatinya dibuat suram lagi oleh wanita yang sedang marah. Damian mendapati Selena yang agak menggigil karena balkonnya dibuka. Damian bangkit dan mematikan rokoknya, lalu berdiam diri sejenak di balkon yang sengaja dia buka agar asap rokok tidak mengendap di kam
“Hey! Kau ini cabul apa bagaimana?! Bagaimana bisa kau menyuruhku untuk melihat tonjolan itu?!” “Kau melihatnya, kan? Kau ini cabul atau bagaimana...” “Jangan membalasku seperti itu!” “Kau lupa siapa aku? Aku yang memberikanmu tempat tidur yang nyaman seperti ini. Aku yang memberimu makan tiga kali sehari beberapa hari ini.” “Dan kau yang memperkosaku beberapa hari ini, itu sebanding benar-benar tidak sebanding dengan apa yang berikan, tahu! Kau tahu apa yang kau rebut dariku yang tidak ada harganya?!” Selena dan Damian cekcok pagi itu. Selena meneriaki Damian, sementara Damian bicara dengan santai dan dingin, dia terdengar malas untuk membalas Selena namun sepertinya menikmati suasana yang terjadi pagi itu. Baginya, Selena seperti mana baru yang menyenangkan.“Oh, ya? Apa itu?” Damian menatapi Selena, melihatnya dari atas ke bawah dengan gaun malam yang dia gunakan itu, satin berwarna peach itu sangat cocok dengan warna kul
“Kau mau berkeliling?” tanya Rose sambil membawa Selena keluar dari kamarnya. Selena keluar dari kamarnya, dia tak seperti tawanan sekarang jika Rose mengajaknya berkeliling. Belum lagi, dia menggunakan pakaian yang sangat nyaman, dan terlihat elegan. Dia benar-benar tak percaya dengan apa yang dipakaikan pelayan untuknya.Begitu keluar kamar, Selena sedikit ragu. Apakah dia diperbolehkan atau tidak untuk berkeliling. Bukankah jika berkeliling, dia akan tahu letak atau denah rumah itu dan membuatnya mudah kabur. Namun, karena Rose yang mengajaknya berjalan-jalan, dia tak bisa menolak. Toh, jika Rose yang memperlakukannya dengan baik, dia tak akan kabur. Karena jika kabur, jelas jika Rose akan mendapatkan masalah. Sebagai orang yang lebih sering diperlakukan dengan buruk, Selena terhanyut dengan mudah atas kebaikan Rose padanya. Mereka berkeliling, layaknya dua sahabat yang akrab. Dan Cassy awalnya tak ingin ikut serta, namun karena ajakan Rose,
“Bagaimana harimu?” “Ya?” Selena menatap Damian dengan bingung karena pertanyaan Damian. “Kau mendengarnya dengan jelas.” “Ah, iya. Hariku... sedikit buruk, tapi bukan masalah besar,” jawab Selena seadanya. Damian menatapi Selena yang duduk di dekat jendela sambil menatap ke luar jendela. Angin malam masuk ke kamar itu dan menghembuskan rambut Selena. Selena menikmati pemandangan malam itu. Dan Damian yang sedang mengerjakan sesuatu di laptopnya memperhatikannya dari sudut mata. Matanya beralih ke laptop dengan halus saat Selena menoleh ke arahnya. “Bagaimana... denganmu?” Selena bertanya dengan sedikit ragu. Sikap Damian lebih lembut, bahkan hingga bertanya kabarnya. Dan bagi Selena, sosok manusia yang baik selalu membuatnya ingin bersikap baik padanya juga. Selena bahkan lupa kapan terakhir kali seseorang menanyakan bagaimana harinya. Terlepas sikap Damian selama ini padanya, tindakannya, kekejamannya.
“Bagaimana kabarmu?” Damian membuka kamar Merry dan mendapati Merry yang sedang melepaskan pakaiannya saat itu. Merry sedikit terkejut akan kedatangan Damian. Namun, wajahnya terlihat lebih berseri begitu melihat Damian masuk ke kamarnya. Dia tentu senang melihat pria itu sekarang mendekat. “Oh, hai... Aku baik-baik saja. Apa yang membawamu ke sini?” Merry tersenyum lebar. “Hanya ingin memastikan kabarmu. Kau tidak kelelahan? Belakangan ini kau sering pulang telat juga. Apa bebanmu untuk pesta ulang tahun terlalu berat?” Damian mendekatinya. Damian berdiri tepat di belakang Merry. Menaruh kedua tangannya di lengan Merry. Merry menahan pakaiannya yang belum terbuka sepenuhnya agar tidak jatuh. Namun dia tidak melarang Damian menyentuhnya. Dia malah senang dengan bagaimana Damian mendekat dan menyentuhnya. “Tidak, aku hanya ingin agar tahun ini tetap seperti tahun-tahun sebelumnya, atau justru lebih baik. Aku tidak mau mengacaukan sedi
“Mungkin kau harus menaruh Selena di ruang bawah seperti tawananmu atau tahananmu yang lainnya. Aku enggan melihatnya berada di lorong yang sama dan kamarku berdekatan dengannya,” pinta Merry, suaranya terdengar tak memaksa dan justru terlihat memohon. “Kau dan yang lain cemburu?” Damian tertarik. “Siapa yang tak cemburu saat melihat orang yang dicintai menaruh perhatian berlebih pada orang lain dan perhatian pada diri kita sendiri menjadi kurang?” balas Merry. “Lalu, apa kau cemburu jika aku menyentuh salah satu dari selirku itu?” Damian mengangkat alisnya, menggodanya. “Tentu saja aku cemburu juga. Namun, itu lebih baik dari pada Selena. Selena sangat asing di sini. Berbeda dengan yang lain. Yang lain mungkin merasakan hal yang sama denganku.” Damian terdiam sejenak. Dia memikirkan perkataan Merry. Benar adanya, semua orang bisa salah paham tentangnya. Namun, terlepas dari fakta bahwa dia menyenangi Selena sebagai mainan, karena me