Kayshilla memasuki kediaman dengan langkah tergesa. Ia ingin segera meledakkan tangisnya di kamar mandi, tempatnya meraung dalam diam selama tujuh bulan ini. Terkadang Kayshilla berpikir, apa tidak ada sedikit saja bahagia untuknya?Tok! Tok! Tok!Wanita itu tersentak dan langsung menghapus kasar air matanya, ia kemudian melangkah menuju pintu dan menarik engsel."Ada apa, Mas?" tanyanya saat mendapati Aaraf berdiri menjulang di depan pintu.Tanpa menjawab sepatah katapun, pria itu langsung menarik Kayshilla masuk ke dalam pelukannya. Kayshilla yang mendapat perlakuan seperti itu jelas saja bingung, tetapi tubuhnya tidak memberontak sama sekali saat Aaraf mengeratkan pelukan."Maafkan aku, Kay. Aku memang belum bisa melupakan dia, tapi percayalah kalau aku selalu berusaha. Saat tengah berusaha, terkadang nggak semulus dugaan. Tapi aku terus mencobanya, Kay."Hening! Kayshilla tidak bergeming. Ia sebenarnya tahu kalau hubungan yang dijalin selama lima tahun tidak akan mudah dilupakan
"Suka tadi sama es krimnya?" tanya Aaraf seraya terus fokus pada kemudi.Kayshilla mengangguk."Kalau suka, aku bisa membelikannya setiap hari.""Nggak usah, Mas. Nanti kalau setiap hari malah bosan.""Baiklah kalau begitu. Lalu, sekarang? Mau mampir ke mana lagi?""Langsung pulang saja, Mas."Ujung netra Aaraf melirik kepada Kayshilla yang sama sekali tidak menoleh ke arahnya. Namun, ia tidak sakit hati, pria itu sadar bagaimana kekecewaan Kayshilla.Setelah menempuh beberapa menit perjalanan, akhirnya mobil itu sudah sampai di pesantren. Kayshilla langsung turun tanpa menunggu suaminya. "Nduk?"Kayshilla yang hendak masuk ke dalam kamar langsung menghentikan langkah saat suara Umik memanggil, wanita itu menoleh dengan senyum manisnya. "Iya, Mik," sahutnya."Dari mana?""Habis jalan-jalan sama Mas Aaraf, Mik"Wanita peruh baya itu terkekeh mendengarnya. "Kalian ini manis banget, sih, sering menghabiskan waktu berdua. Umik jadi inget saat masih menjadi pengantin baru dulu, Nduk," uja
Dua minggu kemudian...Mahesa dan Ayrani melakukan perjalanan bulan madu ke Bali, pasangan itu juga mengajak Zaki dan Izza untuk ikut serta. Meskipun dua paruh baya itu awalnya menolak, tetapi karena paksaan dari Mahesa, akhirnya Zaki luluh dan menurut."Paman nanti nggak akan ganggu kalian?" tanya Zaki saat mereka baru saja tiba di hotel.Mahesa hanya terkekeh mendengar pertanyaan yang sudah puluhan kali Zaki lontarkan. "Paman, Mahesa sudah bilang berkali-kali kalau kami malah senang Paman dan Bibi mau ikut. Mana ada kami terganggu." Pria itu mengalihkan pandangannya kepada Ayrani. "Iya 'kan, Dek?" tanyanya."Iya, benar. Paman dan Bibi tidak usah merasa gimana-gimana, ya. Pokoknya Paman dan Bibi nikmati saja liburan ini. Ini sebagai ungkapan terima kasih karena Paman dan Bibi sudah menikahkan kami."Zaki terenyuh, begitu pula dengan Izza yang langsung menggenggam tangan keponakannya. "Terima kasih banyak, Nduk. Bibi memang belum pernah ke Bali, ini pengalaman pertama yang sangat meny
Tanpa terasa sudah satu minggu Mahesa dan Ayrani menghabiskan waktunya di Bali, akhirnya pasangan itu memilih untuk pulang. Selama di sini Ayrani tidak banyak pergi keluar, ia setiap hari mual dan muntah parah. Sehingga Mahesa lebih memilih berdiam diri di kamar menemani wanita itu. Begitu pula dengan Zaki dan Izza yang lebih memilih menghabiskan waktu bersama keponakannya."Aku mau beli jus lemon, Mas," celetuk Ayrani saat melihat penjual jus dipinggir jalan."Biar Bibi yang jalan ke sana, Nduk. Kamu tunggu saja di mobil.""Nggak usah, Bi. Ayrani mau beli sendiri, lagian itu nggak antri kok.""Mau aku temani?" tawar Mahesa.Ayrani menggelengkan kepala. "Nggak usah, Mas. Nggak tahu kenapa aku pengen saja beli sendiri," sahutnya."Ya sudah, hati-hati kalau begitu, Dek."Ayrani kembali mengangguk, selanjutnya ia lantas keluar dari mobil dan berjalan menuju penjual jus buah. Entah kenapa lidahnya terasa pahit, sehingga ia ingin sekali makan dan minum sesuatu yang asam.Saat tengah asyik
"Kay." Aaraf menarik tangan Kayshilla sehingga membuat langkah wanita itu terhenti. "Dengarkan aku dulu," ucapnya lagi."Semua keluarganya meninggal, dan mertuanya tidak mau menampung Ayrani. Aku tidak tega melihatnya dengan keadaan seperti itu, Kay. Dia akan tinggal di ndalem seperti sebelum menikah dulu."Hening! Kayshilla masih tidak bergeming."Ini bukan keputusan sepihak, Kay. Saat mengurus jenazah Paman Zaki dan Bibi Izza, aku dan Abah yang membuat keputusan ini."Kayshilla membalikkan tubuhnya. "Abah ikut dalam keputusan ini?" tanyanya.Aaraf mengangguk dengan tatapan serius."Aku kira ... kamu akan menikahi Ayrani," ucap Kayshilla lirih."Aku nggak pernah berpikiran seperti itu, Kay. Aku dan Abah hanya kasihan, dia nggak punya siapa-siapa di sini."Kayshilla tampak menimbang-nimbang, sebenarnya ada rasa iba pada Ayrani. Namun, ia khawatir suaminya semakin sulit melupakan wanita itu. "Kalau kamu berpikir aku akan melanggar janjiku, aku akan bicara agar Abah menempatkannya di s
Ayrani langsung dilarikan ke rumah sakit malam ini juga, ia didampingi semua keluarga Abah yang mencemaskannya. Tampak dari air mata semua orang yang tidak mau berhenti mengalir sedari tadi.Wanita itu langsung dibawa menuju ruang operasi dikarenakan kondisinya yang sudah memperihatinkan. Satu jam berselang, seorang Dokter perempuan paruh baya keluar dan langsung membuka masker menampakkan wajah berwibawanya."Dokter!" Umik langsung bangkit dan menghampiri sang Dokter. "Bagaimana kondisi putri dan cucu kami, Dok?" tanyanya lagi dengan suara parau."Syukurlah bayinya selamat, Bu. Jenis kelaminnya laki-laki, lahir lengkap tanpa kurang satupun, dan pastinya sangat tampan. Namun, dikarenakan kondisinya yang prematur, jadi beratnya hanya dua kilogram, dan kami akan membawanya ke ruang NICU setelah ini agar mendapat perawatan sampai pulih," jelas Dokter panjang lebar yang langsung disahuti ucapan syukur dari semua orang."Lalu, bagaimana kondisi Ibunya, Dok?"Senyuman yang sedari tadi mengh
Lima bulan berlalu, perut Kayshilla semakin membesar. Wanita itu merasakan seluruh badannya mudah lelah bahkan suasana hatinya sering berantakan. Ia menjadi malas pergi ke mana-mana lantaran merasa berat membawa perut, alhasil Aaraf mengurus cuti istrinya di kampus untuk masa enam bulan.Namun, entah kenapa hari ini Kayshilla ingin sekali mengunjungi pusat perbelanjaan bersama Adele. Ia tiba-tiba merindukan sahabatnya, sehingga tanpa membuang waktu ia langsung menelpon Adele dan memintanya datang ke sini."Halo, Kay?" sapa Adele di seberang telepon."Kamu lagi apa, Del? Sibuk nggak?""Nggak, sih. Aku 'kan jarang ada pekerjaan kalau di rumah, lagian Papa juga nggak nyuruh ke Perusahan.""Nganggur, dong?" tanyanya dengan nada girang."Iya," jawab Adele sekenanya."Ke sini saja, Del. Aku tiba-tiba ngidam ke mall sama kamu."Hening! Hanya terdengar helaan napas dari seberang telepon. Entah apa yang saat ini dipikirkan oleh Adele, mungkin ia juga bingung dengan sikap sahabatnya yang tiba-ti
Di sisi lain, Aaraf langsung bangkit dari kursi kebesarannya saat mendengar suara panik Kayshilla di seberang telepon, ia langsung mematikan sambungan telepon itu dan melihat istrinya baru saja menyalakan sambungan GPS.Tanpa membuang-buang waktu, ia langsung berlari keluar ruangannya menuju ruangan Danang. Pria berusia 26 tahun yang masih sibuk berkemas itu tak ayal terkejut melihat Aaraf membuka pintu ruang kerjanya dengan kasar."Kayshilla diculik, Nang. Tolong bantu aku mengejarnya."Danang semakin terkejut mendengar ucapan Aaraf, tetapi sejurus kemudian ia langsung menganggukkan kepala dan lekas keluar ruangan mengikuti Aaraf.Keduanya menaiki mobil Aaraf dengan Danang sebagai kemudi, ia tidak mengizinkan Aaraf menyetir lantaran takut sahabatnya hilang kendali dan malah membahayakan pengendara lain.Danang mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, mobil berwarna putih itu membelah jalanan raya yang tampak lenggang tanpa hambatan apapun.Sedangkan Aaraf, ia langsung menghubungi A