Andrew tampak frustasi, dirinya kehilangan semangat untuk hidup setelah mendengar ucapan Dokter itu tentang kecocokan ginjal Yuni dengan Ibunya."Ini pasti ada yang tidak beres. Tidak mungkin Dokter itu sampai keliru dengan pemeriksaannya." Ucap Andrew di dalam hati.Andrew nampak menghampiri Pak Doni, dia ingin bertanya kejujuran dari Pak Doni."Pak, bisakah kita berbicara sebentar diluar." Ajak Andrew pada Pak Doni yang sedang duduk di pojok ruangan entah sedang memikirkan apa."Boleh, apa yang mau kamu bicarakan denganku?" tanya Pak Doni curiga dengan permintaan Andrew yang tiba-tiba ketika Ibu Nina pergi."Suster Diana tolong saya titip Yuni sebentar." Titah Andrew pada Suster Diana yang sedang mengemasi barang-barang Yuni yang kotor."Baik Pak." Jawab Suster Diana singkat.Andrew tampak malas menjawab pertanyaan dari Pak Doni, namun karena dirinya masih menghargai sebagai Ayah dari Yuni. Jadinya Andrew tidak meluapkan amarahnya.Setelah mereka mendapatkan tempat yang cocok, yaitu
Tiba saatnya hari yang dinantikan oleh Andrew telah tiba, dia sedang menunggu dengan gelisah di ruangan Yuni."Tuan, apakah anda baik-baik saja? kulihat gelisah sekali." Tanya Rio pada Andrew yang tengah mondar-mandir didepan ranjang Yuni."Aku menunggu kabar dari Dokter itu, mudah-mudahan kita mendapatkan kejelasan. Kasihan Yuni sudah terlalu lama tidak sadar seperti ini." Jawab Andrew dengan kembali mengecek ponselnya barangkali sang Dokter menghubunginya.Rio pun sebenarnya sangat penasaran, benarkah mereka adalah orangtua kandung dari Yuni atau bukan karena terlihat dari sikap mereka pada Yuni sangat tidak mencerminkan sebagai orangtua kandung.Tok...Tok...Tok....Tiba-tiba saja pintu ruangan diketuk dari luar, Andrew langsung membukanya. Dirinya merasa heran dengan kedatangan Rafael dan Ibu Tari sepagi ini."Maaf, Pak. Saya datang kembali kesini karena memikirkan keadaan Yuni terus." Ucap Ibu Tari saat Andrew menatapnya penuh keheranan."Oh tidak apa-apa, jangan panggil saya Pak.
Rio sedang memakan sarapannya di kantin rumah sakit bersama Andrew, dia tidak pulang ke rumah malam ini. Dia ingin masih membicarakan tindakan selanjutkan untuk masalah pengobatan Yuni."Rio lebih baik kamu sekarang ke rumah Pak Doni, kamu harus pantau gerak-geriknya. Laporkan padaku kalau ada sesuatu yang mencurigakan," ucap Andrew seraya meneguk air yang ada dihadapannya."Baik, Tuan. Rencananya memang aku mau mengunjungi Diana hari ini," jawab Rio dengan wajah riang, akhirnya Andrew menyuruhnya datang ke rumah Pak Doni, dirinya bisa sekalian berjumpa dengan Suster Diana."Lalu bagaimana hubunganmu dengan Diana? kalau sudah saling suka segerakanlah menikah, aku yang akan menanggung semua biaya pernikahanmu," ujar Andrew yang sedang menatap lurus ke arah Rio.Mendengar lampu hijau yang diberikan oleh Andrew, seketika wajah Rio menjadi bersemu merah. Memang dirinya sudah lama mendekati Suster Diana, namun masih ragu karena khawatir belum mempunyai modal uang untuk menikah."Terima kas
"Apa????" Teriak Ibu Nina dan Pak Doni secara serempak.Rio dan Andrew tersenyum penuh kemenangan. Dirinya sudah memegang kartu as dari mereka berdua."Apa kalian sudah paham dengan hasil yang telah kalian baca itu, kalian itu seratus persen bahkan seribu persen bukan orang tua kandung Yuni," ujar Andrew dengan menarik senyum sinis dan dengan tatapan meremehkan Andrew menggebrak meja yang ada di depannya."Sekarang katakan siapa orang tua kandung Yuni yang sebenarnya," bentak Andrew sudah tidak sabar lagi karena sudah merasa dipermainkan selama ini, apalagi jika Yuni mengetahui yang sebenarnya pasti hatinya sangat hancur.Jaka yang tidak mau disangkut pautkan dengan masalah kekasihnya hendak kabur dari rumah itu."Kamu mau pergi kemana? Jangan harap bisa kabur dari sini," cegah Rio menarik tangan Jaka yang hendak melarikan diri dari rumah Ibu Nina."Aku cuma mau pergi ke depan, mau beli rokok," ujar Jaka mencoba berbohong, sebenarnya dirinya tidak ingin ikut terseret dalam masalah Ibu
Andrew nampak kecewa keluar dari pintu ruangan administrasi rumah sakit ini. Meskipun dirinya akan diberitahukan siapa saja pada hari di saat Yuni dilahirkan."Bagaimana, Tuan apa sudah dapat informasinya?" Tanya Rio sesaat setelah melihat Andrew dan Pak Doni melangkah menuju tempat duduknya.Andrew tampak menggelengkan kepalanya pelan, dirinya merasa sangat penat dengan permasalahan yang menimpanya akhir-akhir ini."Belum, Rio. Kita diminta besok untuk datang kesini lagi," jawab Andrew seraya duduk di samping Rio.Rio tampak mengangguk kemudian dirinya teringat sesuatu."Tuan, lebih baik sekarang kita makan dulu. Siang ini Tuan belum makan, barangkali Pak Doni juga merasa lapar." Ajak Rio pada Andrew untuk makan siang bersama.Sebenarnya perut Andrew memang terasa lapar, namun dirinya belum berselera untuk makan sebelum mendapat informasi tentang Yuni."Ayo, Tuan. Biar kita banyak masalah, tetapi jangan sampai kita melupakan makan agar kita kuat menghadapi masalah yang dihadapi," ter
"Ini berkas yang Bapak minta kemarin," ucap Suster itu seraya memberikan secarik kertas yang tertutup rapat.Andrew menerima kertas itu dengan hati yang begitu gembira, sudah saatnya Yuni menerima keadilannya yang sudah direnggut selama ini. Dia tidak disayangi oleh keluarganya selama ini yang seharusnya menjadi tempatnya berlindung, mereka justru menuntut Yuni untuk mencari uang. Harusnya yang menjadi tulang punggung adalah Radit dan Gino, mereka adalah seorang kakak laki-laki yang sudah dewasa."Terima kasih banyak Sus, atas bantuannya. Ini sebagai ucapan terima kasih tambahan bonus untuk Suster," ujar Andrew seraya mengeluarkan sebuah amplop yang berisi uang.Suster itu terperangah melihat amplop tebal di depannya, dengan tangan bergetar dia segera mengambilnya takut kalau ada rekan kerja yang melihatnya."Wah, banyak sekali ini Pak, tapi aku senang sekali dapat rejeki nomplok hari ini," ujar Suster itu dengan tersenyum lebar, Andrew tampak tak menggubrisnya yang terpenting baginy
"Apa ini??" aku merasa penasaran maksudnya apa Andrew memberikannya sebuah amplop yang berisi berkas."Baca saja Bu," Ucap Andrew dan juga Rio secara berbarengan.Aku pun segera membukanya perlahan, kubaca satu persatu nama-nama yang tertera di dalam kertas itu, dan ada namaku terselip menjadi salah satu orang yang melahirkan di tanggal itu."Maksudnya apa ini?" tanyaku dengan raut wajah penasaran, belum mengerti apa maksud mereka berdua memberikan kertas ini."Kami hanya ingin memastikan suatu hal saja," jawab Andrew dengan tatapan lurus ke wajahku."Memastikan apa, aku masih belum mengerti yang kalian maksud apa," timpalku sama sekali heran dengan tingkah laku mereka berdua."Apa benar anak Ibu meninggal sesaat setelah melahirkan?" tanya Andrew padaku dengan wajah yang terlihat penasaran."Iya itu benar, ini adalah saya yang ada di kertas itu. Memangnya kenapa ya kalian menanyakan tentang putri saya yang sudah meninggal?" aku balik bertanya karena mereka berbicara penuh dengan teka-
Rafael tak dapat lagi menyembunyikan rasa terkejutnya mendengar bahwa Yuni adalah adik yang selama ini dirindukannya.Apalagi Ibu Tari dirinya hanya bisa menangis serta memegang dadanya yang terasa sesak dihimpit beban berat, Yuni yang selama ini dekat dengannya adalah anak kandungnya sendiri."Kalian bisa melakukan tes DNA untuk memastikan apa benar Yuni adalah anak kalian atau bukan," ujar Andrew dengan tatapan memilukan melihat Ibu Tari dan Pak Andi yang tengah berpelukan haru."Pap, ternyata anak yang selalu berada didekatku adalah anakku sendiri, dia selama ini hidup menderita Pap," ucap Ibu Tari dengan suara terisak di pelukan suaminya.Sedangkan suaminya nampak tak mampu berkata apa-apa namun air matanya deras mengalir dari kedua matanya.Rafael nampak membantu kedua orang tuanya untuk berdiri."Saya ingin tes DNA sekarang juga, untuk membuktikan kebenarannya." Ujar Ibu Tari dengan suara terisak.Kemudian pandangannya nyalang pada Pak Doni, dengan pandangan mata penuh amarah Ib