Lilian merebahkan dirinya di ranjang Jaden. Ia sendiri sedikit heran mengapa dirinya sekarang tampak begitu natural naik ke atas ranjang pria itu.
"Kau ingin segera mengakhiri ini ya?" tanya Jaden. Ia tak melihat lagi kecanggungan Lilian terhadap ranjangnya.
"Aku hanya lelah," jawab Lilian.
"Benar, bisa kulihat tadi kau ketiduran saat mengerjakan pekerjaanmu."
"Kau benar, aku sebenarnya bukan tipe orang yang akan membawa pekerjaanku ke rumah. Aku selalu menyelesaikan pekerjaanku sebisa mungkin selama aku masih di kantor. Dan menurutmu salah siapa sampai aku harus membawa pekerjaanku pulang?"
"Maafkan aku," Jaden mulai mematikan lampu utama dan hanya menyisakan lampu temaram kamarnya untuk menerangi ruangan. Ia kemudian berbaring di sebelah Lilian yang memunggunginya.
"Bisakah setidaknya kau menghadap ke arahku?" tanyanya.
"Lalu dengan begitu, apa menurutmu aku akan bisa tidur dengan posisi seperti itu?"
"Coba saja, kau
"Kau tak mengatakan apa pun kemarin padaku!" protes Jaden pada Seth yang tengah berkunjung ke kediamannya. "Maaf, karena kau bersitegang dengan Lilian, aku sampai lupa memberi kabar untukmu. Bagaimana kau dan Lilian? Kau sudah berbaikan dengannya? Apa memangnya yang telah kau lakukan?" tanya Seth. "Sudahlah, tak usah kau pikirkan. Semuanya baik-baik saja," jawab Jaden. Ia sedikit melamun saat memasukkan baju-baju miliknya ke dalam koper besarnya. "Kau tampak kusut, ada apa? Apa Lilian belum menerima maafmu atau apa? Cerialah! Jangan sampai mood-mu mengacaukan syuting kita." "Ck! tenanglah, kau tahu aku tak akan mungkin begitu. Aku profesional!" jawab Jaden angkuh. "Ya, benar! Aku harap begitu. Jangan sampai partner kerjamu kehilangan semangat karena melihat wajah masammu, ya? Apa kau tahu, Alana begitu bersemangat dan benar-benar memarahiku saat ia meneleponku tadi. Menurutnya aku begitu ceroboh karena tak memberitahumu tentang jadwal kalian."
Lilian mengerjap beberapa kali setelah menerima telepon dari Jaden. Ia benar-benar tak mengerti maksud Jaden. Mengapa Jaden masih memintanya untuk membalas pesan setelah ia meneleponnya? Sungguh pria aneh! Mau tak mau Lilian akhirnya membalas pesan Jaden juga. [ Oke, aku mengerti. Tapi mengapa aku masih harus membalas pesanmu setelah kau menelepon? Apa kau bahkan tahu jam berapa sekarang di sini? Ini masih jam 5 pagi dan ini hari Sabtu! ] Lilian menghembuskan napasnya sambil menggeleng setelah ia mengetik pesan balasan untuk Jaden. Ia kembali merebahkan diri di ranjangnya dengan muka kusut. Semalam sudah terhitung beberapa kali ia terbangun dari tidurnya karena memimpikan hal yang sama. Ya, ia kembali masuk ke dalam mimpi buruk Jaden setiap kali ia memejamkan matanya. Ia akui, mungkin karena dirinya selalu memikirkan pria itu sejak kepergiannya. Sekarang Lilian penasaran, apa mungkin saat dirinya terlelap, Jaden juga sedang terlelap dalam tidurn
Lilian tak bisa tenang saat pertemuannya dengan Kevin harus terganggu dengan panggilan masuk yang beberapa kali memecah konsentrasinya. Weekend ini ia mengunjungi kediaman Kevin, sekretaris Devon sekaligus teman 'seperjuangannya' yang sejak lama ia kenal. Ia memilih untuk datang ke rumah Kevin, karena ia tak ingin Kevin curiga dan bertanya macam-macam jika ia yang berkunjung ke rumahnya. Ya, Kevin adalah salah satu pria yang 'Greg' selamatkan juga dan akhirnya bekerja padanya, seperti dirinya. Bisa dibilang mereka tumbuh dan hidup bersama sejak remaja, sejak Greg membawa mereka. Jika ia bekerja pada Greg, maka Kevin akhirnya bekerja pada Devon, putra Greg. "Kau tak akan mengangkatnya?" tanya Kevin saat ponsel Lilian kembali menyala tanpa suara. "Tak apa. Bukan hal yang penting. Kita fokus dengan laporan kita saja," ucap Lilian. "Oke, baiklah." Kevin mengangguk mengerti. "Seperti yang kau tahu, Tuan Devon ingin membuat promo iklan di game terba
"Kau akan beristirahat sekarang?" tanya Seth saat melihat Jaden hendak memasuki vila. "Yah, aku rasa begitu. Aku juga akan menelepon Kenny untuk menanyakan sejauh apa perkembangan renovasi restoran terbaruku." "Kau jadi akan mengadakan promosi iklan restoran dengan cara yang kau sebutkan kemarin?" "Tentu, Seth. Aku sudah memikirkannya. Aku ingin menggunakan model dari perusahaan Starry. Aku ingin karyawan mereka sendiri ikut berpartisipasi. Aku yakin itu akan berdampak bagus bagi restoranku maupun perusahaan itu sendiri," ucapnya. "Oke, baiklah. Aku akan berjalan-jalan malam menikmati suasana Hawaii yang romantis, siapa tahu aku bisa berkenalan dengan gadis cantik malam ini. Kau tak ingin ikut?" tanya Seth tampak bersemangat. "Tidak, terima kasih. Bersenang-senanglah!" "Baiklah, aku akan mencari gadis cantik bersama Danny. Mungkin jika tak ada yang menarik atau menyenangkan, aku akan coba menelepon Lilian," gumam Seth. Jaden te
Sudah beberapa hari ini Lilian mengerjakan 'tugas' dari Jaden disela-sela pekerjaan rutinnya. Jaden bahkan mengirim makan siang untuknya walau ia berada di kantor. Ya, makan siang yang selalu dikirim oleh seorang kurir itu, akan selalu ia dapati tepat setelah jam makan siang dimulai. Bahkan saat dirinya sedang tidak berada di ruangannya, ia akan selalu mendapatkan hidangan tersebut di atas mejanya saat ia kembali. Dan saat sepulangnya ia dari bekerja, Lilian juga akan mendapati lagi hidangan makan malam untuk ia 'nilai'. Sekarang sudah hari kelima sejak Jaden pergi. Dan seperti biasanya, Lilian akan berkirim pesan atau sekadar menjawab telepon dari Jaden yang sebagian besar hanya berisi perdebatan saja. [ Lapor. Hidangan malam ini, enak. ] Pesan teks terakhir yang Jaden terima dari Lilian, ia baca lagi berulang-ulang kali. Setiap kali ia membaca, setiap kali pula ia tak dapat menahan senyumnya. Sungguh khas Lilian, mengomentari hidangan milikn
Aroma yang menggugah selera memenuhi indra penciuman Lilian dan mengiringi dirinya yang terbangun dari tidurnya."Kau sudah bangun?" suara maskulin yang familier membawanya ke kesadarannya sepenuhnya.Hal yang pertama kali Lilian lihat saat ia membuka matanya adalah, Jaden.Ya, Jaden sedang duduk di atas lantai, dan menopang dagunya di pinggir ranjang sembari mengamati Lilian.Lilian mengerjap, sedikit tersentak dengan keberadaan Jaden yang mengagetkannya. Dengan cepat ia bangkit dan duduk. Saat ia akan turun dari ranjang Jaden, seketika itu juga Jaden menahan lengannya."Mau ke mana?""Tentu saja kembali ke ...""Ini masih sangat pagi. Masih ada waktu dua jam sebelum kau berangkat bekerja. Dan jangan coba-coba pergi dari sini sebelum tuan rumah mengizinkanmu. Itu sangat tidak sopan. Bukankah sudah pernah kukatakan padamu sebelumnya? Jangan pergi diam-diam ketika kau bangun di atas ranjangku."Lilian menghela napasnya perlahan.
Lilian bergegas menuju lantai atas tempat restoran terbaru Jaden untuk pertemuan pembicaraan proyeknya dengan perusahaan. Hari ini Lilian akan menampung keinginan dan masukan dari Jaden selaku klien perusahaan mereka. Blazer hitam, celana panjang dan rambut ponytail tinggi menjadi padunan gaya bekerja Lilian siang ini sebelum ia bertemu dengan Jaden. Padunan itu tampak menonjolkan sisi dirinya secara profesional. Lilian segera menuju ke area restoran Jaden begitu ia keluar dari lift. Restoran yang selama beberapa hari ini direnovasi, terlihat tampak jauh berbeda dari sebelumnya. Lilian tanpa sadar mengamati setiap sudut ruangan saat dirinya masuk. Restoran Jaden tampak terang, nyaman sekaligus elegan. Renovasi kilat yang dilakukan oleh ahlinya memang tampak sangat memuaskan. Mereka dapat menyulap gedung di lantai itu hingga tampak mewah dan menakjubkan. "Kau takjub?" sapa Jaden yang telah berada di belakang Lilian secara tiba-tiba. Lilia
"Menarik, kau ada hubungan sesuatu dengan wanita itu?" Sarah mendekati Jaden dan bergelayut manja di salah satu lengannya. "Apa wanita itu teman tidurmu? Bagaimana jika wanita itu ikut terseret ke dalam pusaranmu, Jaden?" Jaden menghempas dengan jijik tangan Sarah yang menyentuhnya. "Tutup mulutmu dan segeralah kau pergi dari sini!" geramnya. "Wah, rupanya ia tak hanya sekadar teman tidurmu ya?" tantang Sarah lagi. Ia tersenyum manis ke arah Jaden. "Aku lihat tadi kau begitu peduli padanya. Kau begitu manis memperlakukannya. Apakah kau menyukainya? Wah, tak kusangka kau akan menaruh hatimu pada seorang wanita." Sarah berucap dengan ekspresi yang seolah-olah tak percaya. "Tapi ... bagaimana jika ia sampai tahu tentang dirimu yang sebenarnya ya? Aku yakin ia pasti akan terkejut. Ia pasti shock dan mungkin akan berlari seperti kucing kecil yang ketakutan. Bahkan mungkin, ia tak akan mau lagi untuk dekat denganmu, haha ..." "Tutup mulutmu