Setelah salat dhuha dan salat taubat, aku duduk di sebelah Gina yang masih belum sadarkan diri. Kuhapus bekas darah yang mengering di wajahnya dengan kain basah. Rasyid duduk di hadapanku, dia sudah mandi dan mengganti pakaiannya yang terkena noda darah. "Sudah kau hubungi orangtuanya, Lid?" tanyanya."Sudah, mungkin nanti zuhur sampai di sini," jawabku."Sarapanlah dulu, ini sudah hampir jam 11. Itu Murni sudah memasak nasi goreng," katanya lagi"Iya ...." Ada desiran halus mendengar perkataannya yang lemah lembut itu, apakah dia tengah memberi perhatian padaku?Baru mau beranjak, Bang Joseph datang bersama Pakdo Marlin. Aku yang meminta Bang Joseph untuk memanggil Pakdo Marlin."Apo hal, Lidia?" tanya Pakdo Marlin. Akupun menceritakan semua yang terjadi, bahkan percakapan kami dengan Gina sebelum kejadian juga kuceritakan, bagaimana Aswan memaksa untuk dicintai Gina."Pakdo, sebaiknya orang kayak Aswan, kita laporkan polisi," kataku emosi. Pakdo Marlin hanya memandangi kami, di
Pagi ini, semua teman sudah berkumpul di posko cewek. Walaupun rasanya capek sekali, tapi kami harus menemukan benda yang dimaksud Kiyai Amran. Semalam aku menginap di posko cowok, karena pulang sudah jam 2 pagi diantar oleh pamannya Gina. Ustad Soleh juga menginap di posko, ketika subuh dia langsung ke masjid.Kami membagi beberapa tim, cewek-cewek menyusuri bagian dalam dan halaman depan. Bagian samping dan belakang di telusuri cowok, aku tidak mau terlibat bagian belakang apalagi di bawah pohon jeruk bali, hiiiii, sereeem!Bagian lantai kami telusuri ternyata tidak ada yang berlubang, kami cari di kamar mandi, kamar tidur dan berbagai tempat ternyata tidak ada benda yang mencurigakan. Begitu juga dengan para cowok, mereka sudah menyusuri tanah dan pepohonan tiap inchi nya diselidiki tapi hasilnya nihil.Seharian kami mencari tapi tidak menemukan apa-apa.Hari kedua kami cari di sekitar posko cowok dan rumah nyai Rudiyah tetapi masih juga belum berhasil. Bahkan Rofita turut membantu
🍂🍂🍂Kuperhatikan dari lorong bersenderkan tembok lelaki yang tengah berbincang-bincang dengan Tante Kamelia dan Om Bastian di bangku taman. Mereka nampak serius sekali, karena jaraknya yang lumayan jauh, aku tidak mendengar pembicaraan mereka. Akan tetapi aku tahu, apa yang mereka bicarakan. Rasanya menyesal kenapa mulutku tidak bisa dikondisikan, seharusnya aku membicarakan dahulu dengannya, ah ... semua sudah terjadi mau gimana lagi?"Apa yang kaulihat, Lid?" tanya Rani yang muncul tiba-tiba. Pandangannya langsung mengarah ke tempat yang tengah kuperhatikan."Semoga Rasyid mau ya, menikah dengan Gina," kata Widya yang juga ikut bersama Rani."Pernikahan bukan hal yang main-main. Kalau Rasyid tidak suka, dia berhak menolaknya," kata Rani, wah ... bijak juga ini anak."Kasihan Gina, semoga Rasyid punya rasa kasihan, secara dia anak soleh, aku yakin sisi kemanusiaan dia bisa menerimanya," kata Widya menguatkan argumennya."Bagaimana dengan Gina?" tanyaku, dari proses ruqyah tadi ak
Memandang bukit Manau ternyata sudah menjadi kebiasaanku di awal pembukaan hari. Bulir-bulir padi di sawah mulai menguning. Pemandangan yang indah ini mampu sedikit mengusir kegalauan di hati. Huuuufffhhh! Kuhirup napas dalam-dalam, aku berharap Rasyid bisa mengambil keputusan yang tepat setelah Istikharah. Masih menunggu dua hari lagi, sesuai permintaannya meminta waktu tiga hari untuk mengambil keputusan. Apapun keputusannya aku akan tetap mendukungnya, itu adalah jalan hidup yang Allah pilihkan untuknya. Dengan gontai kulangkahkan kaki menyusuri pematang sawah menuju posko cowok. Bulir padi yang telah menguning ini kata Nyai Rudiyah satu minggu lagi akan dipanen. Tidak terasa ternyata sudah hampir dua bulan kami di sini. Sesampainya di posko cowok kulihat mbak Zarima sedang memasak, bersama Nurulia. Astagfirullah ... aku lupa kalau hari ini piket. Aku segera bergabung dengan mereka membantu apa saja yang bisa kukerjakan. "Bagaimana keadaan Gina, Lid?" tanya mbak Zarima yang
Setelah membawa perbekalan dalam tas, tak lupa kubawa kamera digital Gina, dia sudah memasrahkan barang itu untuk digunakan keperluan kegiatan kami. Segera kami berkumpul di posko cowok. "Kabar gembira, oi ... kabar gembira!" Ilham berteriak, ketika aku baru tiba di posko cowok, langsung saja aku dan Rani berlari ke arahnya, kepo tahu, ada apa? "Kabar gembira apa, Ham?" tanya Dedi, yang lain ikut berkumpul. "Barusan Rasyid menelpon, katanya dia sudah mengambil keputusan. Dia sudah mantap mau menikah dengan Gina," kata Ilham masih menggenggem HP-nya "Alhamdulillah ...," ujar kami serempak. Alhamduliillah, Rasyid bisa mengambil keputusan secepat ini. Semoga berkah ... tak terasa bulir bening mengalir di pipi ini, aku turut bahagia, ya ... jujur dari hati yang paling dalam, aku terharu dan bahagia. Aku bisa secepatnya menghapus perasaan ini, semua ini tidak sedalam yang dibayangkan. "Pernikahannya lima hari lagi di Ponpes Buya Amran. Mereka akan menikah resmi bukan siri. Rasyid s
Sejenak aku meringis kesakitan, kukumpulkan suara dan keberanian untuk berteriak."Tooloooong!!" Kataku sekuat tenaga, namun sepertinya percuma tidak ada yang mendengar.Aku meringkuk menahan sakit, beberapa saat kemudian terdengar suara auman.AAAUÙUMMMMHa? Apa itu?? Aku benar-benar ketakutan sekarang.Aku segera merogoh kantong celana jeans yang kukenakan, mencari handphone dan segera menghubungi Rani. Ah, sial... tidak ada sinyal. Kutatap lama layar monitor handphone ini, di sana tertera jam 13.15 siang. Ya Allah, gimana ini? Mana kakiku sakit sekali, ah sepertinya terkilir.Untuk mengurangi kecemasan segera tanganku memeluk lutut, aku benar-benar ketakutan. Bibir ini bergetar mengucapkan ayat-ayat kursi, sialnya kenapa setengah bacaan jadi sering lupa kelanjutannya. Aku tidak tahu harus bagaimana sekarang, aku pasrah. Ya Allah ... tolonglah hambamu ini.Lamat-lamat terdengar suara mendekat, aku membenamkan wajahku semakin dalam ke lutut, aku tidak berani melihat sekitar. Aku bena
"Hei, Bangun! Sudah sampai ini." Lamat-lamat terdengar suara. Tubuhku ada yang menggoncang-goncang. Aku terbangun, ah sepertinya aku tertidur diatas motor. "Bangun, sudah sampai," kata lelaki itu. Kubuka mata sepenuhnya, aku sudah sampai di depan posko cowok. Segera aku turun dari motor. lelaki itu segera memutar balik kendaraannya, langsung tancap gas melaju membelah jalanan. "Hei ...," panggilku melambai ke arahnya. "Yah ... main pergi saja, aku belum bilang terima kasih. Belum tahu namanya siapa? Ah, sudahlah ... siapapun dirimu terima kasih banyak, ya," kataku sambil menatap titik hingga lelaki itu menghilang dari pandangan. Dengan gontai aku berjalan masuk ke dalam posko. "Assalamualaikum," ucapku Ah ... sepertinya posko sepi, apakah orang-orang belum pulang? "Walaikumsalam." Terdengar jawaban dari ruang tengah, itu suara mbak Zarima. Segera aku menuju ruang tengah, kulihat mbak Zarima sedang rebahan sambil membaca majalah, di sampingnya dedek Zidan tengah tertidur den
"Hei, Bangun! Sudah sampai ini."Lamat-lamat terdengar suara. Tubuhku ada yang menggoncang-goncang. Aku terbangun, ah sepertinya aku tertidur diatas motor."Bangun, sudah sampai," kata lelaki itu.Kubuka mata sepenuhnya, aku sudah sampai di depan posko cowok.Segera aku turun dari motor. lelaki itu segera memutar balik kendaraannya, langsung tancap gas melaju membelah jalanan."Hei ...," panggilku melambai ke arahnya."Yah ... main pergi saja, aku belum bilang terima kasih. Belum tahu namanya siapa? Ah, sudahlah ... siapapun dirimu terima kasih banyak, ya," kataku sambil menatap titik hingga lelaki itu menghilang dari pandangan.Dengan gontai aku berjalan masuk ke dalam posko."Assalamualaikum," ucapkuAh ... sepertinya posko sepi, apakah orang-orang belum pulang?"Walaikumsalam."Terdengar jawaban dari ruang tengah, itu suara mbak Zarima.Segera aku menuju ruang tengah, kulihat mbak Zarima sedang rebahan sambil membaca majalah, di sampingnya dedek Zidan tengah tertidur dengan pulasny