Malam ini aku makan malam bersama keluarga setelah seharian capek menggarap skripsi. Menu makan malam biasa saja, hanya sambal uwok ( sambal teri plus petai dibumbui terasi), telur dadar dan lalapan rebusan daun singkong. Walau sederhana masakan Mamak tetap yang paling enak."Bagaimana skripsi kau, Lid?" tanya Bapak"Masih digarap, Pak. Do'ain semoga cepat selesai." "Kapan selesainya? Itu, si Rita kawan kau SMP itu sudah lama wisuda, sekarang malah mau penganten," timpal Mamak."Ya jelas Rita itu lama sudah wisuda, dia kan cuma ngambil D2 PGSD, Mak," jawabku sambil mengunyah nasi. Mamak akhir-akhir ini sering mendesakku agar cepat selesai, aku paham, sebentar lagi Andika tamat SMA, gantian dia yang kuliah, bakal berat menguliahkan kami berdua dengan penghasilan Bapak yang pas-pasan."Terus, kapan kau selesai? Biso dak tahun ini wisuda?" tanya Mamak lagi"Insyaallah, Mak. Mamak do'akan dong.""Selesai wisuda cepat belaki, nanti keburu tua," kata Mamak lagiAku menghentikan menyuap na
Aku memandangi naskah skripsi yang penuh coretan hasil koreksian dosen pembimbing. Ah, banyak sekali yang harus diperbaiki. Kulihat jam yang ada di monitor HP, sudah jam setengah dua siang, sebaiknya aku salat Zuhur dulu, sudah itu baru makan di kantin dan melanjutkan mengetik di rental komputer.Aku melangkah menuju Musola kampus, kalau sudah semester akhir seperti ini jarang sekali bisa ketemu teman sekelas. Mereka sudah sibuk menggarap skripsi masing-masing. Besok aku sudah mulai kerja di sebuah swalayan dibagian pembukuan. Beruntung pemilik swalayan mengizinkan aku bekerja sambil kuliah, karena hanya menggarap skripsi membuatku memiliki banyak waktu luang.Sesampainya Musola segera aku mengambil air wudhu, suasana Musola tampak ramai, sepertinya sedang ada acara. Kucari tempat yang agak ke sudut agar lebih khusuk. Selesai salat aku segera berkemas, cacing di perut sepertinya sudah mulai demo, minta jatah makan."Lidia ...," panggil seseorang, ketika aku sudah sampai di pelataran
Walaupun sudah ikut pengajian, meningkatkan ibadah, namun sesuatu yang bercokol di hati ini masih bersemayam di sana. Dalam salat-salat malamku selalu kupinta kepada Allah, jika memang dia jodohku, dekatkanlah ... jika bukan, jauhkanlah, hilangkan semua perasaan di hati ini. Begini amat rasanya cinta tak sampai, bisa membuat luka tapi tak berdarah, bisa mengikis kesehatan fisik perlahan-lahan. Sebuah virus yang berbahaya, menggerogoti dari dalam tanpa disadari.Aku jadi ingat dengan Om Burhan, suami tante Aina adik sepupunya Bapak. Dulu, waktu aku masih SMA, Om Burhan sakit keras sebelum menjadi suami tante Aina. Hubungan mereka ditentang oleh orangtua Om Burhan yang notabene dari keluarga pejabat yang kaya raya. Sedangkan tante Aina hanya seorang mahasiswi miskin sepertiku. Setelah keduanya tamat, tante Aina diperkenalkan oleh Om Burhan pada orangtuanya, namun mereka menyambut dengan buruk, tante Aina mereka hina karena miskin dan pengangguran, belum dapat kerja karena baru tamat. T
Akhirnya hari ini aku wisuda. Dari subuh Ayuk Risma sudah meriasku, aku meminjam kebaya nikahnya, cocok sekali kupakai. Jilbabnya aku membeli yang baru, memakai baju toga, aku so very special.Aku benar-benar bersyukur dan bangga. Bapak menyewa mobil kijang LGX, karena kami akan pergi sekeluarga. Bahkan, Bang Yudi dan istrinya pulang, ikut mengantar kami ke Balairung kampus. Aku duduk di depan, Bang Yudi yang menyetir, Mamak, Kak Riani, dan Ayuk Risma duduk di tengah memangku Raka. Sedang Bapak, Bang Yuda dan Andika duduk di bangku paling belakang.Aku bahagia sekali hari ini. Teman-teman satu Posko beberapa juga Wisuda, Bang Joseph, Mbak Zarima, Rasyid, Ilham, Rani, Andre, Nurulia dan Widya. Teman-teman yang belum wisuda juga ikut datang mengucapkan selamat pada kami. Di pelataran Balairung, Andika menjadi fotograferku menjepret kebersamaan dengan teman-teman dan keluarga.Andre memperkenalkan calonnya, Amira kepada kami. Dia sekaligus mengundang kami, minggu depan ke pernikahannya.
Hufhhh, aku menghela napas berat. Beberapa menit lalu aku sudah menjadi pengangguran. Swalayan tempatku bekerja merumahkan diri ini, karena tempat usahanya sepi, kalah saing dengan mall yang baru dibangun tak jauh dari swalayan itu. Aku baru mengantar lamaran ke beberapa perusahaan, semoga salah satu dari mereka ada yang nyangkut. Bagaimana nasibku jika setamat kuliah sampai lama menganggur, ada kesibukan saja aku kepikiran terus sama makhluk asing itu, apalagi sampai luntang-lantung gak ada kegiatan.Siang ini aku menghadiri pengajian, karena sudah tamat kuliah, kelompok pengajiannya ditukar dengan sesama wanita pekerja. Ada yang sudah berkeluarga, ada yang masih singel sepertiku. Ada sepuluh orang kelompokku, ada dokter, PNS, guru, pegawai BUMN, wiraswasta, ibu rumah tangga, dan yang pengangguran cuma aku. Alhamdulillah, aku selesai murojaah juz 30. Perlu waktu satu tahun ternyata untuk menghapal juz 30, lama banget ya? Lemot banget emang. Selesai pengajian, Umi Habibah, Murobbiku m
"Kau benar-benar dak tahu keberadaan laki-laki itu, Lid?" tanya Mamak di rumah, selepas salat Magrib berjamaah denganku. Bapak dan Andika pergi ke masjid."Kalau tahu aku gak mungkin kena TBC, Mak.""TBC? Bengek maksud kau?""TBC, singkatan tekanan batin cinta," kataku sambil melipat mukena dan sajadah."Ado-ado bae. Gagah nian apo orangnya, Lid? Kerjo di mano orangnyo?" tanya Mamak penasaran kayaknya"Gagah sih, Mak. Dulu dio kerjo di WWF." "WWF itu apa?""Kayak lembaga konservasi hutan gitu.""Ooo. Pantasan kau dak mau Mamak jodohin sama Fadli." Aku mendelik mendengar perkataan Mamak. "kalau orangnya gak ada juga percuma, lupakan saja dia, berusaha membuka hati untuk orang lain," lanjutnya"Lidia sudah berusaha melupakannya setahun ini, Mak. Coba Mamak do'akan Lidia, jika memang jodoh Lidia, mohon pada Allah untuk dipertemukan, jika tidak mohon untuk dienyahkan perasaan ini. Do'a ibu kan mustajab, Mak," kataku sambil memegang tangan Mamak."Iyo, pasti Mamak do'akan. Tapi, jika dala
Aku melangkah dengan dada berdebar, hari ini hari pertamaku bekerja di sebuah perusahaan finance kendaraan bermotor. Setelah naik ojek selama 15 menit akhirnya sampai juga di sebuah ruko yang dipakai untuk kantor. Sepertinya kantor ini baru buka, aku melangkah ke meja resepsionis, seorang wanita cantik menyambutku dan langsung membawaku ke ruang Manager, di sana duduk menungguku seorang pria berumur sekitar empat puluh tahunan dengan busana rapi, dialah Manager kami."Mbak Lidia Khairunnisa?" tanyanya"Benar, Pak," jawabku sopan, sambil menangkupkan kedua tangan di dadaku."Oh ya, saya Abdurahman, Manager di sini. Mbak Lidia bekerja di staf keuangan, selama tiga bulan masih dalam posisi magang, ya. Setelah tiga bulan baru kami evaluasi, layak diangkat jadi karyawan tetap, kontrak atau tidak kami pakai sama sekali," katanya tegas berwibawa, aura sebagai pimpinan benar-benar terpancar dari wajahnya."Baik, Pak. Saya mengerti," kataku mengangguk dengan sopan."Oke, kalau begitu silahkan
Pulang kantor kali ini tidak seperti biasanya, aku sudah ngabari Mamak kalau pulangnya jam 7.30 malam. Di halaman kantor, Andika sudah menunggu untuk menjemputku. Sesampainya di rumah, kuserahkan amplop gaji pertama untuk Mamak."Nih, Mak. Gaji pertama Lidia."Mamak hanya mengamati amplop itu tanpa membukanya."Besok siang kami dari kantor mau jalan-jalan ke pulau Mentawai di Sumbar, habis ini mau nyusun baju, semua karyawan di suruh ikut semua sama pak Bos." "Wah, enak nian jalan-jalan, Yuk. Andika boleh ikut, dak?" kata Andika menatapku dengan tatapan penuh haràpan."Kau nak bikin malu Ayuk kau? Kerja masih magang sudah bawak personil ngarep gratisan pulak," kataku sambil menjewer telinganya."Auuh, kalau dak boleh, tinggal bilang bae. Ngapolah pakai jewer segàla, sakit tahu!" pekiknya sambil menepis tangànku."Kalau kau nak jalan-jalan, bawalah duit gaji kau ni. Tidak usah kau bagi Mamak," kata Mamak sambil menyerahkan amplop itu kembali. "Gaji Lidia dua juta, Mak. Lidia bawa 500