Akhirnya hari ini aku wisuda. Dari subuh Ayuk Risma sudah meriasku, aku meminjam kebaya nikahnya, cocok sekali kupakai. Jilbabnya aku membeli yang baru, memakai baju toga, aku so very special.Aku benar-benar bersyukur dan bangga. Bapak menyewa mobil kijang LGX, karena kami akan pergi sekeluarga. Bahkan, Bang Yudi dan istrinya pulang, ikut mengantar kami ke Balairung kampus. Aku duduk di depan, Bang Yudi yang menyetir, Mamak, Kak Riani, dan Ayuk Risma duduk di tengah memangku Raka. Sedang Bapak, Bang Yuda dan Andika duduk di bangku paling belakang.Aku bahagia sekali hari ini. Teman-teman satu Posko beberapa juga Wisuda, Bang Joseph, Mbak Zarima, Rasyid, Ilham, Rani, Andre, Nurulia dan Widya. Teman-teman yang belum wisuda juga ikut datang mengucapkan selamat pada kami. Di pelataran Balairung, Andika menjadi fotograferku menjepret kebersamaan dengan teman-teman dan keluarga.Andre memperkenalkan calonnya, Amira kepada kami. Dia sekaligus mengundang kami, minggu depan ke pernikahannya.
Hufhhh, aku menghela napas berat. Beberapa menit lalu aku sudah menjadi pengangguran. Swalayan tempatku bekerja merumahkan diri ini, karena tempat usahanya sepi, kalah saing dengan mall yang baru dibangun tak jauh dari swalayan itu. Aku baru mengantar lamaran ke beberapa perusahaan, semoga salah satu dari mereka ada yang nyangkut. Bagaimana nasibku jika setamat kuliah sampai lama menganggur, ada kesibukan saja aku kepikiran terus sama makhluk asing itu, apalagi sampai luntang-lantung gak ada kegiatan.Siang ini aku menghadiri pengajian, karena sudah tamat kuliah, kelompok pengajiannya ditukar dengan sesama wanita pekerja. Ada yang sudah berkeluarga, ada yang masih singel sepertiku. Ada sepuluh orang kelompokku, ada dokter, PNS, guru, pegawai BUMN, wiraswasta, ibu rumah tangga, dan yang pengangguran cuma aku. Alhamdulillah, aku selesai murojaah juz 30. Perlu waktu satu tahun ternyata untuk menghapal juz 30, lama banget ya? Lemot banget emang. Selesai pengajian, Umi Habibah, Murobbiku m
"Kau benar-benar dak tahu keberadaan laki-laki itu, Lid?" tanya Mamak di rumah, selepas salat Magrib berjamaah denganku. Bapak dan Andika pergi ke masjid."Kalau tahu aku gak mungkin kena TBC, Mak.""TBC? Bengek maksud kau?""TBC, singkatan tekanan batin cinta," kataku sambil melipat mukena dan sajadah."Ado-ado bae. Gagah nian apo orangnya, Lid? Kerjo di mano orangnyo?" tanya Mamak penasaran kayaknya"Gagah sih, Mak. Dulu dio kerjo di WWF." "WWF itu apa?""Kayak lembaga konservasi hutan gitu.""Ooo. Pantasan kau dak mau Mamak jodohin sama Fadli." Aku mendelik mendengar perkataan Mamak. "kalau orangnya gak ada juga percuma, lupakan saja dia, berusaha membuka hati untuk orang lain," lanjutnya"Lidia sudah berusaha melupakannya setahun ini, Mak. Coba Mamak do'akan Lidia, jika memang jodoh Lidia, mohon pada Allah untuk dipertemukan, jika tidak mohon untuk dienyahkan perasaan ini. Do'a ibu kan mustajab, Mak," kataku sambil memegang tangan Mamak."Iyo, pasti Mamak do'akan. Tapi, jika dala
Aku melangkah dengan dada berdebar, hari ini hari pertamaku bekerja di sebuah perusahaan finance kendaraan bermotor. Setelah naik ojek selama 15 menit akhirnya sampai juga di sebuah ruko yang dipakai untuk kantor. Sepertinya kantor ini baru buka, aku melangkah ke meja resepsionis, seorang wanita cantik menyambutku dan langsung membawaku ke ruang Manager, di sana duduk menungguku seorang pria berumur sekitar empat puluh tahunan dengan busana rapi, dialah Manager kami."Mbak Lidia Khairunnisa?" tanyanya"Benar, Pak," jawabku sopan, sambil menangkupkan kedua tangan di dadaku."Oh ya, saya Abdurahman, Manager di sini. Mbak Lidia bekerja di staf keuangan, selama tiga bulan masih dalam posisi magang, ya. Setelah tiga bulan baru kami evaluasi, layak diangkat jadi karyawan tetap, kontrak atau tidak kami pakai sama sekali," katanya tegas berwibawa, aura sebagai pimpinan benar-benar terpancar dari wajahnya."Baik, Pak. Saya mengerti," kataku mengangguk dengan sopan."Oke, kalau begitu silahkan
Pulang kantor kali ini tidak seperti biasanya, aku sudah ngabari Mamak kalau pulangnya jam 7.30 malam. Di halaman kantor, Andika sudah menunggu untuk menjemputku. Sesampainya di rumah, kuserahkan amplop gaji pertama untuk Mamak."Nih, Mak. Gaji pertama Lidia."Mamak hanya mengamati amplop itu tanpa membukanya."Besok siang kami dari kantor mau jalan-jalan ke pulau Mentawai di Sumbar, habis ini mau nyusun baju, semua karyawan di suruh ikut semua sama pak Bos." "Wah, enak nian jalan-jalan, Yuk. Andika boleh ikut, dak?" kata Andika menatapku dengan tatapan penuh haràpan."Kau nak bikin malu Ayuk kau? Kerja masih magang sudah bawak personil ngarep gratisan pulak," kataku sambil menjewer telinganya."Auuh, kalau dak boleh, tinggal bilang bae. Ngapolah pakai jewer segàla, sakit tahu!" pekiknya sambil menepis tangànku."Kalau kau nak jalan-jalan, bawalah duit gaji kau ni. Tidak usah kau bagi Mamak," kata Mamak sambil menyerahkan amplop itu kembali. "Gaji Lidia dua juta, Mak. Lidia bawa 500
Tiba-tiba tempat kami duduk, tergoncang dengan hebat. Jendela yang terbuka juga menutup dan membuka dengan kuat, barang-barang di atas lemari berjatuhan, suara-suara gaduh terdengar di mana-mana. Dari Marcusuar terdengar sirene berbunyi nyaring dan lama. Orang-orang berebut ke luar gedung atau bangunan dengan berteriak."GEEMPAAA!"Dengan susah payah aku berdiri, sebentar-sebentar terjatuh, begitu juga dengan Mbak Ros."Cepat, Lid. Kita keluar ... sebentar lagi plafon kamar ini akan terjatuh!" Teriak Mbak Ros.Tanpa kami bisa berpikir, kami terus berlari hingga di tanah datar, jauh dari bangunan dan pepohonan. Tampak banyak pohon kelapa yang bertumbangan. Aku dan Mbak Ros saling berpelukan. Ya, Allah ... untung saja kami belum menanggalkan jilbab atau pakaian luar kami. Banyak orang-orang di sekitar kami yang berpakaian ala kadarnya, bahkan hanya memakai pakaian dalam.Dalam waktu kurang satu menit, goncangan gempa-pun berhenti. Namun akibat yang ditimbulkan sungguh luar biasa. Resort
Kakhk ... akhk ....Aku membuka mata, suara teriakan itu sangat mengganggu. Ah, di mana ini? Teriakan itu datang bersahut-sahutan. Kubuka mata lebar-lebar, berkelebatan di atasku makhluk berwarna hitam yang jumlahnya banyak sekali. Aku berusaha bangkit, namun akh ... badanku sakit tak terkira, kakiku juga sakit tidak bisa di gerakkan. Namun, alhamdulillah tanganku masih bisa bergerak. Ya, Allah ... ya Rabbi ... di mana ini? Apakah ini alam barzah, atau neraka? Apakah aku masih di dunia? Pemandangan di sekelilingku sungguh mengenaskan. Bergelimpangan mayat, ah di kakiku juga terdapat mayat, ku seret kakiku menjauhi mayat itu, namun aku kepegang seorang mayat laki-laki yang matanya telah pecah. "Aaaarggh!"Aku berteriak, namun tenggorokanku tidak mengeluarkan suara, tenggorokanku sangat sakit, kering dan kehausan. Aku berjuang dengan sekuat tenaga menggerakan badanku, namun ketika kelelahan telah mencapai puncaknya, aku hanya bisa bergeser sekitar lima meter.Aku pasrah ... kurebahkan
Seorang perawat lagi mendekati aku, di copotnya beberapa alat di tubuhku, sepertinya alat untuk mengontrol jantung, mengganti kantong keteter dan botol infus yang tinggal sedikit sekali isinya. Krettt ... pintu ruangann terbuka, aku tidak percaya dengan yang kulihat, keluargaku .... "Alhamdulillah, Nak. Kau lah sadar" kata Bapak sambil mengelus kepalaku yang di balut perban, air mata tampak menetes di sudut matanya. Mamak hanya menangis sambil memegang tanganku, Bang Yudi dan Bang Yuda terdiam di belakang Bapak. Andika ikut menangis disamping Mamak. "Aku gak papa," kataku, namun suara yang keluar hanya bisikan saja. "Tak perlu bicara dulu, kau pasti masih sakit," kata Bapak setelah mendengar ucapanku hanya bisikan yang tidak jelas. "Pak ...," kataku berbisik, bapak segera mendekatkan telinganya ke mulutku. "Aku haus, mau minum," bisikku. "Kau nak minum?" tanya Bapak, aku mengangguk. Bapak tampak bingung dengan ucapanku, dia menatap perawat yang tengah meng