Pernikahannya batal! Dia baru saja mengumunkannya setengah jam yang lalu, saat menerima chat singkat dari Mas Banyu. Calon suami gagalnya. Oceania Samudra duduk termenung seorang diri di gedung mewah tempat acara pernikahannya yang akan digelar, namun batal. Pandangannya menerawang memandangi ornament-ornament yang menghiasi gedung berupa rangkaian bunga-bunga nan indah, kursi-kursi yang dihias cantik untuk pengunjung. Bahkan aneka hidangan mahal yang menggugah rasa seakan-akan mengejeknya bersama-sama. Padahal hari ini dia sudah berdandan cantik, untuk membuat bangga calon suaminya, yang sangat dicintainya sepenuh hati.
Beberapa bulan sebelum hari pernikahannya ini, Ochi telah mempersiapkan semuanya dengan matang. Dimulai dari pemilihan gedung untuk akad, fitting kebaya yang akan si pakainya, cateringnya, bahkan tamu-tamu kalangan terbatasnya. Ochi ingin agar pernikahan sekali seumur hidupnya ini berlangsung dengan sempurna.
Semua orang memujinya tadi, bahkan ibunya yang terkenal sangat pelit pujian pun tadi mengatakan bahwa dirinya sangat cantik. Wajar saja, dia akan menjadi seorang pengantin, kalau saja mempelai prianya datang!
Laki-laki keparat itu bahkan tidak mempunyai keberanian untuk berbicara langsung padanya. Setelah berpacaran dua tahun lamanya dan enam bulan bersama-sama mempersiapkan hari bahagia mereka, Ochi menerima chat pendek dari Banyu yang mengatakan bahwa dia tidak bisa melanjutkan pernikahan ini. Ia mempunyai keperluan lain dan akan menemuinya nanti. Dan semua itu dilakukannya hanya satu jam menjelang akad nikahnya. Sungguh seorang banci pengecut yang menjijikkan bukan?!
"Ochi, kita pulang yuk, Dek?" Rainy, kakak sulung Ochi menyentuh punggung Ochi lembut. Dia tahu adik bungsunya ini sedang galau-galaunya akibat dari kekacauan yang dibuat oleh si brengsek, Banyu. Tetapi semua itu sudah terjadi bukan? Dia hanya tidak ingin kalau adik bungsunya ini akan menjadi gelap mata dan malah menyakiti dirinya sendiri pada akhirnya.
"Ochi sedang ingin di sini, Kak. Ochi juga sedang tidak ingin ditanya-tanya. Tolong biarkan Ochi menenangkan diri sejenak. Kakak pulang saja dulu dengan Kak Pandu. Kasihan anak-anak kelamaan menunggu. Ochi akan baik-baik saja, Kak. Ochi tidak akan bunuh diri kalau memang itu yang Kakak takutkan," desah Ochi lesu.
"Bukan begitu, Dek. Semua orang sudah pulang. Tinggal Kakak, Kak Pandu dan anak-anak di sini. Kalau kakak pulang, nanti kamu pulangnya naik apa?"
Rainy kembali mengelus bahu adiknya kasihan. Adik bungsunya ini perasaannya sangat halus, peka dan juga perasa. Dipermalukan habis-habisan di depan umum seperti ini, apalagi sampai viral di sosial media, pasti akan meremukkan jiwa raganya. Dia bahkan sudah ngeri sendiri, melihat piasnya wajah sang adik, pada saat akad tadi dibatalkan.
"Tidak apa-apa, Kak. Kakak pulang saja. Nanti kalau Ochi butuh tumpangan, Ochi akan menelepon supir atau apapun itu. Kakak pulang duluan saja, ya?" tolak Ochi lagi. Sungguh Ochi butuh udara segar untuk menarik napas.
Rainy pun akhirnya pulang setelah sekali lagi menepuk bahu adiknya.
Ochi melirik jam di gedung mewah ini. Pukul sebelas kurang sepuluh menit. Seharusnya saat ini dia sudah menyandang nama Siliwangi di belakang namanya. Tetapi ya sudahlah. Dia juga sudah mulai bosan mengasihani diri sendiri. Mulai besok dia akan belajar menjadi wanita yang kuat dan tidak cengeng lagi. Kalau perlu dia akan mengikuti berbagai macam cabang olah raga bela diri dan menempelkan poster wajah Banyu besar-besar pada setiap samsaknya!
Ochi menarik lepas hiasan untaian dari bunga-bunga melati yang menghiasi sanggulnya. Melepaskan paksa semua hiasan lainnya dan membuang semuanya ketempat sampah!
Dengan langkah tersaruk-saruk dia berjalan meninggalkan gedung pernikahan yang mulai sepi. Ia meraup kain songketnya dengan kasar dan berjalan keluar dari aula menuju ke arah jalan raya.
Duarrr!
Tepat pada saat Ochi baru saja melewati bangunan gedung dan tiba di jalan raya tiba-tiba saja gedung mewah itu meledak! Ochi terperanjat. Ia membalikkan badan. Menatap nanar gedung yang telah hancur itu. Jikalau dia terlambat sekitar sepuluh menit saja, selain ditinggal calon suami, dia juga sudah pasti akan tinggal nama saja. Telinganya berdenging dan tanah yang ia injak bergetar. Ochi tidak tahu harus berbuat apa.
Orang-orang yang berlalu-lalang di sekitar jalan raya, langsung berbondong-bondong mengerumuni gedung mewah yang sudah luluh lantak tersebut. Salah satu dari mereka pun segera menghubungi pihak yang berwajib.
Alih-alih melakukan hal yang sama seperti orang-orang itu, Ochi justru berjalan menuju halte yang berada tidak jauh dari gedung tersebut. Pikirannya menerawang jauh. Memikirkan alasan Banyu meninggalkannya tepat di hari pernikahan mereka.
Hampir satu jam atau lebih-- Ochi tidak tahu karena ia tidak memakai jam tangan, dia duduk bagai patung dengan pikiran yang bercabang-cabang. Memikirkan pernikahan indahnya yang hancur berantakan.
Samar-samar dan semakin lama semakin kencang, ia mendengar sirene mobil polisi yang berdatangan. Tiga unit mobil polisi dan satu unit mobil pribadi pun tiba hampir secara bersamaan.
Dua belas orang polisi dengan seragam khusus, berlari masuk menuju lokasi ledakan. Sementara itu seseorang yang juga menggunakan seragam khusus hitam-hitam tampak tergesa-gesa keluar dari mobil sambil menelepon seseorang. Wajahnya nyaris tidak terlihat akibat ditutupi oleh masker hitam. Tangannya terlihat terus saja menunjuk-nunjuk lokasi ledakan sambil mengeluarkan beberapa perintah, sementara ia masih sibuk menelepon. Ochi sempat melihat tatapan tajamnya saat secara tidak sengaja mata mereka saling bersirobok. Seperti ini ya wajah-wajah para aparat penegak hukum? Kalau tidak diam-diam sinis, pasti marah-marah seram. Betapa membosankannya hidup mereka. Setiap hari orang yang mereka temui hanyalah penjahat, senjata tajam, narkoba bahkan mungkin mayat dan hal-hal berbahaya lainnya.
Tiba-tiba saja pandangan sang polisi kembali terarah pada Ochi. Tubuh bugarnya melangkah cepat melintasi jalan setapak dan berhenti tepat di depan Ochi yang masih terduduk kaku di halte.
"Selamat siang Bu, kenalkan saya Badai Putra Alam. Saya ingin melakukan sedikit tanya jawab dengan anda bisa, Bu? Mengingat hanya tinggal anda seorang sajalah yang ada digedung ini saat ledakan tadi terjadi."
Ochi menatap polisi yang ditaksirnya berusia sekitar pertengahan tiga puluhan itu dengan keengganan yang sama sekali tidak dia sembunyikan. Ochi capek, dia ingin secepatnya pulang dan beristirahat atau mungkin menangisi nasib malangnya diapartemen. Tetapi sebagai seorang warga negara yang baik dia tahu, ada beberapa kewajiban yang memang harus ia tunaikan. Minimal memberi sedikit keterangan tentang perkara ledakan. Walaupun bisa dikatakan dia juga tidak tahu apa-apa kecuali suara boom begitu saja.
"Saya ingin pulang." Ochi menjawab singkat.
"Iya, nanti anda akan saya antar pulang. Tetapi anda harus menjawab beberapa pertanyaan saya terlebih dahulu."
Sang polisi menahan sikunya sejenak. Menahan laju tubuh Ochi yang sudah condong kedepan. Bersiap-siap melangkah pulang.
"Beberapa?" Tanya Ochi menegaskan.
"Baiklah. Lebih tepatnya, banyak sekali pertanyaan."
Akhirnya Badai berterus terang dengan wanita yang berparas sendu ini. Jujur Badai paling anti berbicara dengan Orang yang wajah nya mellow-mellow seperti ini. Karena belum juga ditanya-tanya wajahnya sudah seperti akan disiksa saja. Apalagi jika nanti dia akan di interogasi dengan nada tinggi hingga mencapai 4 oktaf. Bisa banjir bandanglah kantor polisi nanti oleh air matanya. Sebenarnya saat ini Elang Pramudya lah yang bertugas untuk mengamankan dan mengendalikan situasi disini. Sebagai anggota Densus 88 yang memang dilatih khusus untuk menangani segala ancaman teror termasuk teror bom, Elang adalah komandan insiden yang mumpuni. Intuisinya tajam dan juga akurat. Tetapi karena saat ini dia sedang menemani istrinya yang sedang melahirkan, Badaipun menawarkan diri untuk meninjau ke TKP bersama dengan anak-anak buah Elang lainnya yang memang sudah dilatih khusus sebelumnya.
"Pak Polisi, kalau saya bersedia untuk menjawab semua pertanyaan anda, apakah anda akan mengizinkan saya pulang?"
"Tentu saja." Badai mengangguk dengan cepat. Dia juga ingin agar tugasnya yang menggantikan Elang ini cepat selesai.
"Anda janji?" Ochi meminta kepastian.
"Ck! Tentu saja. Saya berjanji. Tidak ada untungnya juga bagi saya berlama-lama menahan anda disini." Badai membalas ketus.
"Halah laki-laki dan janji. Omong kosong belaka." Ochi menggumam sendiri.
"Apa maksud ucapan anda?" Badai menatapnya galak. Anda tidak percaya pada janji saya? Semakin cepat anda menjawab pertanyaan saya, maka semakin cepat juga kita pulang. Mengerti?!" Ochi mengangguk.
"Nama Anda ?"
"Oceania Samudra."
"Alamat?"
"Grand Mediterania Apartemen jalan Thamrin 21."
"Baik. Sekarang katakan kepada saya, apa yang terjadi sebenarnya?"
"Gedung ini meledak." Sekarang saya sudah boleh pulang bukan?" Ochi langsung bergerak ke arah jalan raya.
"Tunggu dulu. Apa maksud anda dengan meledak?" Badai kembali meraih siku Ochi, menahan langkahnya.
"Ya gedung ini meledak, berbunyi dhuarrr seperti itu."
"Apakah anda mencium bau gas sebelumnya?"
"Tidak."
"Apakah anda melihat ada orang ketika hal itu terjadi?"
"Tidak ada. Cuma tinggal saya sendirian di gedung ini. Sudah jelaskan pertanyaannya? Sekarang saya mau pulang!"
"Tunggu dulu. Mengapa anda bisa berada di gedung ini?"
"Karena saya akan menikah tentu saja. anda ini tinggal di planet lain atau bagaimana, sampai tidak tahu bentuk kebaya pengantin."
"Pukul berapa seharusnya akad nikah anda dilangsungkan?"
"Pukul sepuluh pagi."
"Ini masih pukul sebelah 12.05 WIB. Seharusnya acara masih berlangsung bukan? Mengapa keadaannya sepi seperti ini?"
"Akad nikahnya dibatalkan."
"Mengapa akad nikahnya dibatalkan?"
"Karena mempelai prianya tidak jadi datang?"
"Mengapa mempelai prianya tidak jadi datang?"
"Itulah pertanyaan yang ingin saya tanyakan pada calon suami saya sedari tadi pak polisi yang terhormat. Seharusnya anda menginterogasi dia, bukan saya!" Sahut Ochi kesal.
"Saya sudah menjawab semua pertanyaan-pertanyaan Anda. Sesuai dengan tawaran Anda tadi, Anda ingin mengantarkan saya pulang atau saya akan harus memesan ojek online ?!" Ochi benar-benar kesal sehingga tata bahasanya pun tidak lagi sopan.
"Naik ojek online dengan pakaian dan penampilan Anda yang seperti ini? Apa bisa?"
Ochi refleks membuka high heels nya dan berniat untuk menggetok kepala polisi ini karena mulutnya yang amat sangat ketus dan menyebalkan.
"Coba saja Anda berani lakukan. Maka saya akan melaporkan Anda dengan Pasal 212 KUHP yang berbunyi,
barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan kepada seseorang pegawai negeri yang melakukan pekerjaannya yang sah, atau melawan kepada orang yang waktu membantu pegawai negeri itu karena kewajibannya menurut undang-undang atau karena permintaan pegawai negeri itu, dihukum karena perlawanan, dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500.000,-"Badai pun kemudian mendekatkan wajahnya pada Ochi sehingga wajah mereka hanya berjarak cuma sejengkal.
"Sini, pukul saya kalau Anda memang berani! Tidak heran kalau calon suami Anda meninggalkan Anda, mengingat betapa barbarnya sikap Anda sebagai seorang wanita!"
"Begini saja, saya akan mengantarkan anda pulang, tetapi anda harus menjawab beberapa pertanyaan saya lagi selama diperjalanan. Deal or no deal?"Badai tahu bukan perkara mudah ditinggalkan calon suami ditengah-tengah meriahnya pernikahan. Bahkan menurutnya Ochi termasuk cukup hebat dengan tidak mengalami hysteria yang berlebihan. Kalau wanita yang lain pasti sudah mengamuk dan mengacak-acak gedung pernikahan. Wanita itu ternyata cukup kuat walau wajahnya selalu terlihat ingin menangis."Ok deal.""Mari ikut saya. Mobil saya diparkir disana." Badai berjalan cepat melintasi jalan setapak menuju ke arah gerbang gedung.Katanya saja polisi, abdi negara yang taat. Tetapi memarkir mobil saja sembarangan. Ochi yang seumur hidupnya menyukai keteraturan tidak tahan untuk tidak menyuarakan pendapatnya."Maaf pak polisi. Bukannya seharusnya anda parkir ditempat yang sudah
Ochi melongo. Sepertinya hari ini dia sedang benar-benar diuji. Bayangkan saja, sudah ditinggalkan calon suami, gedung pernikahan di ledakkan, ini masa apartemennya juga dibakar! Masyaallahhh emang nya dia salah apa coba? Dia ini bukan politikus, artis atau pun anak orang kaya yang kemungkinan memiliki hatersnya bejibun. Dia ini cuma anak seorang mantan supir dan juga berprofessi sebagai seorang guru TK biasa saja. Kematiannya juga tidak akan mempengaruhi apa-apa dan siapa-siapa."Kenapa harus pulang kerumah, Bapak? Saya kan masih punya orang tua. Saya akan pulang kerumah orang tua atau kakak saya saja."Badai menggelengkan kepalanya sambil berkata," tidak bisa. Karena si peneror ini pasti sudah menyelidiki orang-orang terdekat Anda. Buktinya dia bisa membakar apartemen anda seperti membakar sampah saja." Badai mulai memberikan gambaran logis tentang gawatnya situasi saat ini pada Ochi."Be&md
"Sebegitu putus asanya anda ingin menikah sampai tidak mempermasalahkan bahwa mempelai prianya itu siapa, begitu? Dengar, menikah itu bukan seperti berjudi. Kalau tidak menang ya kalah. Wanita terkadang nalarnya suka macet kalau sudah berhubungan dengan masalah cinta. Dengan mantan calon suami yang sudah anda kenal selama bertahun-tahun saja anda masih bisa salah memilih, apalagi dengan saya yang anda kenal hanya dalam hitungan jam. Wanita dan pemikirannya, benar-benar luar biasa absurdnya."Badai melirik Ochi yang sedari tadi terus saja diam dengan pandangan kosong kedepan. Seperti nya gadis ini bahkan tidak menyadari kalau Badai tengah menasehatinya panjang lebar. Dia seperti tenggelam dalam pemikirannya sendiri."Anda tidak mendengar kalau sedari tadi saya sedang berbicara dengan anda, Bu Oceania?" Badai melirik Ochi yang masih saja bersikap seolah-olah sedang bertapa mencari wangsit."Saya mendengarnya dengan
Senjahari memandang gadis yang terlihat mengikuti punggung Badai yang menjauh, dengan lirikan matanya. Mungkin ibu guru ini malu kalau terlihat terang-terangan ketakutan di tinggal sendiri oleh Badai. Wajar saja, setelah melalui saat-saat yang berat dan menguras adrenalin, gadis ini pasti memerlukan seorang kesatria berbaju zirah untuk melindunginya."Bu, Tante ini siapa? Kok bawa-bawa tas besar? Tante mau tinggal di sini dengan Bintang ya? Hore!" Ochi melihat kalau anak yang ada di gendongan Senja mulai menggeliat meminta turun. Sementara kembarannya terlihat sudah duduk anteng sambil membaca buku."Oh ya Bintang, Langit. Ayo salim dulu dengan ibu guru Ochi, sayang. Bu Ochi akan tinggal sementara di sini untuk menemani kita semua. Senang tidak Nak?"
"Ochi, Ayo keluar! Ada yang mau Mas bicarakan dengan kamu."Banyu membuka pintu mobil dan menarik paksa Ochi yang masih saja memegang erat lengan kiri Badai."Lepaskan! Sakit Mas!" Ochi meringis kesakitan saat Banyu terus saja berupaya menariknya keluar dari mobil. Ochi sudah khatam sekali dengan segala sifat Banyu. Sebelum keinginannya kesampaian, dia tidak akan pernah berhenti berusaha."Aduhhhh!!" Ochi menjerit tertahan saat merasakan Banyu meremas kuat pangkal lengannya karena geram dan kesal. Badai bereaksi cepat dengan memutar pergelangan tangan Banyu, yang seketika melepaskan Ochi karena kesakitan. Namun Ochi bertahan untuk tidak mau keluar dari mobil. Ia tidak mau menemui Banyu."Eh, Dai. Lo ini kan sekarang posisinya adalah sebagai petugas yang melindungi saksi kan ya? Jadi lo jangan bertingkah seolah-olah bahwa lo adalah pemilik pacar gue. Ingat garis batas teritori lo!"Banyu ma
Di sepanjang perjalanan kembali ke rumah Senja, air mata Ochi seperti tidak bisa berhenti mengalir. Banyu dengan Dania? Bagaimana bisa dua orang terdekatnya itu menghianatinya sampai sedemikian rupa? Ochi memejamkan mata. Ia tidak sanggup membayangkan adegan yang begitu intim yang biasanya hanya boleh dilakukan oleh sepasang suami istri ternyata sanggup mereka lakukan di belakangnya. Betapa kejamnya mereka berdua!Isakan-isakan kecil yang lolos dari bibir nya membuat Badai yang sedang menyetir merasa tidak tega. Sedu sedan Ochi makin lama makin membesar saat dia membayangkan persahabatan mereka bertiga, yaitu dirinya, Dania dan Farhani yang sudah mulai terjalin saat MOS mereka di SMU. Suka duka dan canda tawamewarnai masa putih abu abu, kuliah hingga sekarang. Ochi ingat Dania lah yang terus saja mendesak dan menyemangati Ochi untuk menerima cinta Banyu dulu. Menurut Dania, Banyu itu paket lengkap. Kaya, ganteng dan mencintainya setengah gila. Karena
" Jadi benar gadis ini calon istri Anda, Pak Raga? Wah pertama kali go public ya? Namanya siapa, Pak Raga?"Para kerumunan pewarta itu terus maju. Mereka mendesak Ochi yang tengah berdiri di samping meja, hingga ia nyaris jatuh tersungkur. Untung saja ada sepasang tangan kuat yang menahan punggungnya. Tangan Pak Raga ternyata!Ochi mencoba menggeser-geser tubuhnya, menjauhi lengan Raga. Namun ia kalah cepat dengan Raga. Karena lengan Raga kini malah melingkari pinggulnya di hadapan para pewarta. Para kuli tinta itu terlihat sangat anthusias karena akan mendapat berita terkini.Kilatan lampu blitz yang terus menerus menerpa wajahnya, membuat Ochi risih. Ia berupaya memalingkan wajah, sambil meper meper kearah kursi tunggu. Situasi ini begitu tidak mengenakkan baginya. Namun lagi-lagi, Raga menahan langkahnya."Nama kamu siapa, Sayang? Ayo dong kasih tahu mereka? Tadi aja kamu deng
"Sa-Saya Saya minta maaf. Ta-tadi ponsel saya kehabisan daya. Dan saya baru tahunya sewaktu di kantor omnya murid saya. Jadi baru saya charge di sana. Makanya pas tadi Bapak telepon sudah aktif lagi kan ponsel sa-saya?"Ochi memandang Badai takut-takut. Dia memang sudah melakukan kesalahan yang amat besar."Keadaan rumah di Kemang bagaimana ya, Pak? Apa-apakah semuanya baik-baik saja?" Badai menghela nafas panjang. Melindungi saksi kunci seperti Ochi bisa semakin memendekkan usianya sepertinya."Kalau Anda hanya ingin tahu keadaan Banyu tetapi gengsi untuk menanyakannya pada saya, saya akan menjawab rasa penasaran Anda sekarang juga. Mas Banyumu itu baik-baik saja. Puas? Ada hal lain yang ingin Anda tanyakan?"Ochi terdiam. Ia mengenali suasana hati Badai dari panggilannya pada dirinya. Kalau hatinya sedang baik, maka Badai akan memanggilnya bu guru atau kamu. Tetapi kalau Badai