Yusuf dan Pak Ali saling berpandangan ketika keduanya menemukan keanehan pada beberapa vidio cctv."Coba ulangi bagian ini," ujar Yusuf pada penjaga keamanan. Laki-laki berseragam di depan Yusuf pun menuruti perkataannya."Lalu coba ulangi yang ini?" sambung Yusuf. Ia terdiam sejenak setelah menemukan sesuatu yang janggal."Apa Pak Ali bisa melihat juga apa yang saya lihat?" Yusuf mengalihkan perhatian pada Pak Ali saat bertanya. Laki-laki paruh baya itu pun mengangguk setuju."Banyak sekali vidio yang dihapus di sini. Lihat saja, jam nya lompat-lompat nggak berurutan," sambung Yusuf."Kamu benar," ujar Pak Ali setuju, laki-laki itu lalu mengalihkan perhatian pada orang yang duduk di depanya sambil mengawasi cctv."Kamu tahu siapa orang yang bekerja di jam dan hari itu?" tanya Pak Ali pada petugas keamanan sambil menunjuk vidio cctv di depannya."Seingat saya yang bertugas hari itu Angga. Saya masih ingat sekali saat kami berganti sift hari itu."Jawaban dari petugas membuat Yusuf dan
"Jadi kamu beneran bakal menggelar acara pernikahan di Bali, Saf?" Felis bertanya pada Safiyya dengan suara yang sengaja dikeraskan. Ia melirik Indah yang duduk di belakang sambil memakai headset.Meski bibir wanita itu seolah tengah bernyanyi mengikuti irama musik, Safiyya dan semua sahabatnya jelas tahu bahwa Indah sebenarnya sedang tidak menyalakan musik di ponsel."Kita taruhan, yuk. Aku yakin si Indah sebenarnya sengaja memakai headset hanya untuk mengelabui kita. Dia pasti nggak menyalakan musik di ponselnya," Silvia mencondongkam tubuh dan berkata dengan nada sedikit berbisik agar Indah tak mendengarnya."Coba aja buktikan kalau memang benar, berani nggak?" Tantang Maira."Siapa takut. Mari kita buktikan." Setelah mengatakan itu, Silvia pun bangkit. Dia berjalan menghampiri Indah yang tengah memejamkan mata di kubikelnya. Sedang semua sahabatnya terus mengawasi Silvia dari kejauhan, takut-takut kalau Indah akan memancing keributan."Eh, Indah. Lo dari tadi diam di sini terus ka
"Indah!" Anna berseru memanggil Indah yang tengah berjalan menuju besment karena jam pulang kantor sudah tiba. Wanita yang dipanggil terpaksa berhenti walau dia enggan.Kehadiran wanita itu cukup membuat Indah gugup, ia takut Anna akan bertanya banyak hal kenapa tadi dia memutus panggilan. Indah tak mungkin bicara semua kebenaran itu atau Safiyya benar-benar akan memecatnya. Lebih dari siapa pun, Indah juga tahu seberapa berbahayanya wanita ini. Indah mencoba menenangkan diri dengan menarik nafas. Ia ingin bersikap seperti biasa di depan Anna agar wanita itu tak curiga."Kenapa tadi kamu menutup panggilan sepihak?" tanya Anna ketika ia sudah berdiri di depan Indah"Itu ... aku kebelet pipis tadi, makanya langsung aku tutup."Jawaban Indah membuat Anna mengangguk paham. "Kita bicara di cafe dekat sini." Anna langsung menarik Indah tanpa menunggu persetujuan wanita itu."Jadi info yang kamu katakan itu benar?" Anna bertanya pada Indah setelah mereka berada di cafe.Indah menyeruput capo
"Kamu akan tahu seberapa tak berartinya dirimu di mata Anna, setelah dia berhasil mendapat apa yang dia mau,"Brian masih saja terngiang kalimat yang Safiyya ucapkan beberapa hari lalu. Sejak istri Nalen datang ke apartemen Anna, Brian seperti dihantui kegelisahan. Bahkan sudah beberapa hari ia berusaha menahan diri agar tak bicara apapun pada Anna terkait Safiyya yang datang ke rumah ini. Jalan satu-satunya, Brian memang harus menemui Nalen untuk memastikan semuanya. Benarkah yang dicintai Anna sebenarnya adalah Nalen? Jika benar begitu, Brian tak akan pikir dua kali untuk balik menikam wanita itu dari belakang, dan memberinya pelajaran yang tak akan bisa dilupakan.Setelah memikirkan semua baik-baik, Brian pun langsung meraih jaket dan kunci mobilnya lalu pergi."Loh, kamu mau ke mana, Brian?" tanya Anna yang baru saja masuk setelah pulang kantor. Keduanya berpapasan di depan pintu."Aku ingin keluar sebentar menemui kolega bisnis di sini," bohong Brian. Ia berusaha menahan rasa mar
Brian memacu mobilnya dengan kecepatan penuh, ia sudah tak peduli lagi akan nyawanya yang akan melayang bila mobilnya mengalami kecelakaan. Ia sudah tak merasakan apapun saat ini. Perasaanya telah hancur berkeping-keping. Seandainya dulu ia tak begitu saja percaya pada Anna, ia tak harus hidup sebagai pembunuh dan terus bersembunyi.Ditengah kekalutan itu, sebuah mobil tiba-tiba datang dari arah berlawanan. Brian membanting stir ke kanan hingga suara benturan terdengar setelahnya. Mobil Brian menabrak pohon sangat keras hingga asap mengepul di bagian depan. Kepala Brian pun tak luput dari hantaman dasbor hingga laki-laki itu akhirnya pingsan.Tak butuh waktu lama ketika beberapa orang akhirnya datang dan langsung membawanya ke rumah sakit.Beberapa jam setelah Brian kecelakaan, Anna terlihat mondar-mandir di depan televisi, wanita itu sesekali menatap jam di dinding untuk memastikan sudah jam berapa. Pasalnya Brian tak ada kabar sejak ia pamit pergi, ponselnya pun tak aktif. Anna mula
Pagi ini di kediaman keluarga Nalen tampak lebih ramai dari hari biasa karena ada calon mertua Gibran."Kalau begitu aku dan Nalen berangkat dulu, ya. Kamu kalau butuh apa-apa bilang aja sama Mbak di sini, Han. Ayo Nafis kita berangkat." Safiyya bangkit setelah pamit pada mereka semua.Sejujurnya Safiyya tak keberatan sama sekali ada keluarga calon besannya datang ke sini. Tapi masalahnya Safiyya merasa tak enak pada Nalen sebab suaminya sangat tak menyukai orang kepo. Sedangkan Cipto dan istrinya sepanjang sarapan saja terus mengoceh, bahkan menanyakan hal paling tak sopan seperti masalah uang dan harta. Jika bukan karena ia menghormati Gibran dan Hana mungkin Safiyya akan menegurnya."Kenapa diam aja, Sayang. Ada apa?" Nalen bertanya pada Safiyya karena sejak keluar dari rumah istrinya terus melamun.Safiyya diam sejenak mendengar pertanyaan susminya. "Aku minta maaf karena kedatangan keluarga Hana mungkin membuat kamu merasa nggak nyaman." Safiyya terdengar sedih.Mendengar itu Nal
"Lepas, brengsek!" Anna berteriak pada beberapa orang yang coba menghajarnya ketika ia di jalan menuju rumah. Mereka terdiri dari dua orang laki laki dan dua perempuan.Mereka semua adalah teman-temannya yang hidup di jalanan dan bernasib kurang beruntung sepertinya. "Heh Anna, sekarang kau sombong sekali. Mentang-mentang bisa sekolah di tempat orang kaya!" Seru salah satu dari mereka. Sementara dua yang lain memegangi tangan wanita itu."Kalau kau ingin seperti aku, belajarlah agar otakmu bisa cerdas sepertiku, dasar sampah!" Balas Anna arogan.Mendengar hinaan itu, perempuan di depan Anna pun marah. Tanpa pikir dua kali mereka bergantian memukuli Anna. Ia sudah akan menyerah ketika sebuah suara tiba-tiba terdengar menginterupsi."Apa yang kalian lakukan!" seru suara itu mendekat. Kehadirannya membuat anak-anak itu pun ketakutan, lalu membubarkan diri.Nalen mengalihkan perhatian pada Anna yang sekarang kondisinya sudah babak belur. "Kau tak apa?" tanya Nalen sambil membantu Anna ber
Safiyya keluar dari ruang dokter dengan perasaan tak menentu. Ia menatap lagi kertas putih yang ia bawa dan membaca setiap huruf bertuliskan kalimat 'positiv' dengan seksama. Senyum Safiyya merekah kala mengingat Nalen pasti akan sangat bahagia jika tahu bahwa ia kini tengah mengandung anaknya.Maira yang melihat tingkah aneh sang sahabat akhirnya ikut mendekat. Ia pun penasaran. "Gimana hasilnya, Saf? Apa kata dokter?" Maira sungguh penasaran.Safiyya menatap Maira sejenak sebelum menjawab pertanyaannya, senyumnya merekah. "Aku hamil, Mai. Aku hamil!" seru Safiyya bahagia. Ia langsung memeluk Maira antusias. Bahkan sangking bahagianya ia seolah tak peduli dengan tatapan aneh orang-orang di sana.Senyum Maira pun mengembang mendengar kabar itu. Ia ikut senang dengan kabar baik ini. "Selamat, Saf. Aku ikut bahagia mendengarnya. Nalen pasti seneng banget kalau tahu," ujar Maira tulus. Ia mengurai pelukan dan menatap Safiyya yang kini menitikan air mata karena terharu."Ayo kita pulang d