(31 Desember – pukul 23:50 malam) Jarum jam terus melompat, hari menunjukkan pukul 23:50 malam, 10 menit menjelang tahun melompat. Namun pesawat Green air dengan nomor penerbangan XZ-1949 yang jadwal keberangkatan sebenarnya menuju Biak adalah pukul 23:45 tadi, masih belum juga ada pemberitahuan pukul berapa akan diberangkatkan. Ruang tunggu keberangkatan tiba-tiba berubah genit, mirip pasar kaget tanpa jual beli. Sepuluh menit menjelang pergantian tahun, belasan gadis bercelana ketat terlihat lenggak-lenggok masuk ruangan tunggu keberangkatan berjalan menggoyangkan pantat. Ternyata....., ada satu rombongan mahasiswa fakultas ilmu kelautan yang akan mengadakan penelitian di Biak. Mereka juga ikut dalam penerbangan XZ-1949 itu. Mengetahui adanya keterlembatan pemberangkatan pesawat, beberapa orang mahasiswi berduit sengaja ‘shoping’ terlebih dahulu di kawasan bisnis bandara. Mahasiswi centil yang terakhir masuk Mona namanya. Dia bersama Dini, Atun, Supiah dan K
(1 Januari- Pukul 01:00 dini hari) Jiwa yang yang terlelap itu tiba-tiba saja terlepas dari raganya. Lalu....., mengembara ke angkasa bagai elang emas yang lepas dari sarangnya. Sesosok benda putih menyerupai cahaya kilat seperti apa yang sering disaksikan oleh pemuda itu mendadak muncul dari balik awan hitam. Bagai cambuk api raksasa, sesosok benda putih itu melejit sebegitu cepat. Dalam sekejap mata, cahaya itu menyambar jiwa yang terlepas, hingga jatuh terjerembab ke dalam sebuah dimensi ruang yang lain. Pemuda itu merasakan dirinya tiba-tiba saja tercampak di dalam suatu ruangan asrama Perwira, tapi dia tak tahu di mana asrama itu sebenarnya. Asrama itu gelap dan pengap, seolah-olah telah bertahun-tahun tak pernah dijamah, begitu menyeramkan. Tak satu pun terdengar suara olehnya, semua membisu dalam kesunyian malam. Sesosok manusia berpakaian parasut terbang mirip penampakan yang muncul di ujung barak Bintara seperti apa yang sering dia lihat kini muncul l
(1 Januari- Pukul 01:30 dini hari) Tahun baru saja berganti. Proses boarding penumpang pesawat XZ-1949 masih belum tuntas. Tinggal belasan penumpang lagi, kebanyakan ibu-ibu yang membawa anak kecil dan orang berumur yang kalah kuat bersaing di saat memasuki pesawat. Namun ada juga sepasang muda-mudi yang terlambat karena ketiduran berduaan. Ingrid Rose yang tadi masuk ke dalam pesawat bersama Adam lebih dahulu duduk di kursi nomor 7A di sisi jendela sebelah kiri. Adam masih melangkahkan kaki menuju kursi barisan tengah. Entah apa yang terjadi, namun.... langkah perwira itu tiba-tiba saja terhenti di tengah-tengah gang pesawat yang sempit. Ada sesuatu yang mengusik penglihatannya, seberkas cahaya putih berkedip-kedip tiba-tiba saja menyerobot masuk melalui kaca-kaca jendela pesawat. Cukup lama dia menatap, hingga menimbulkan tanda tanya yang besar bagi dirinya. Mata batin pemuda yang mempunyai kemampuan luar biasa itu tiba-tiba saja terperangkap dalam suat
(1 Januari – pukul 01:55 dini hari) Baru saja beberapa menit pesawat Airbus A320 dengan nomor penerbangan XZ-1949 itu mengudara pada ketinggian jelajah terbangnya, Moni, seorang wanita paruh baya yang duduk di kursi nomor 3B kelas bisnis langsung kebelet ingin ke toilet. Moni melirik arloji mungilnya..., jam menunjukkan pukul 01:55 dini hari. Namun...., Moni apes, baru saja dia berdiri dari duduknya, seorang pria berpakaian kelelawar serba hitam tiba-tiba berjalan ngebut menyalip langkahnya. “Waduh..., sial tuh orang, padahal aku lagi kebelet bener..!” Celoteh Moni monyong-monyong. Langkah pertamanya langsung terganjal, Moni kembali duduk menghempaskan pantattnya di kursi pesawat. Suatu keanehan terlihat oleh Moni, seseorang berpakaian hitam itu secara misterius menghilang tepat di depan pintu toilet. “Wah..., ke mana perginya orang itu, kok tiba-tiba dia bisa menghilang...?” Moni melongo melihat kaget. Belum sempat lagi kekagetan Moni menghilang, la
(1 Januari - pukul 02:06 dini hari) Beberapa menit setelah teriakan Moni berlalu, suasana dalam ruang kabin penumpang pesawat Airbus A320 itu kembali merayap sunyi. Hawa dingin menyerang, kantuk pun mengundang. Sebahagian besar penumpang yang memang sudah kelelahan terlalu lama menunggu di bandara tadi kini tertidur dengan pulasnya. Yang terdengar hanya suara dengingan mesin turbo-jet pesawat yang tak berirama. Di luar pesawat terlihat sangat gelap. Kedipan lampu-lampu navigasi pesawat berwarna putih menyala terlihat jelas di wing tip yang terdapat di kedua ujung sayap. Itulah satu-satunya pemandangan yang bisa dinikmati oleh penumpang yang kebagian tempat duduk di deretan jendela. Pramugari cantik juga tak terlihat lagi, bersembunyi dibalik tirai di bagian depan dan belakang kabin pesawat. Hampir setengah jam mengudara, pesawat melaju tanpa guncangan di antara indahnya malam dan taburan bintang. Kecepatan pesawat terpantau di posisi 438 knots, atau hampir mendekat
Ketakutan di benak Lisa semakin menggila. Sembari berteriak, pintu itu kemudian dia pukul-pukul dengan sekuat tenaga. Aneh yang dirasakan Lisa, karena tak ada seorang pun yang mendengar teriakannya. Kembali Lisa mencoba. Dia menjerit lagi, juga minta tolong lagi. Namun Sia-sia belaka. Hingga kelelahan pun Lisa menjerit, namun masih tak ada seorang pun yang mendengarnya. Kelelahan pun mulai terasa. Lisa akhirnya berhenti menjerit. “Tak mungkin...!” Lisa menggelengkan kepala. “Mengapa pramugari dan penumpang yang duduk di samping toilet tak mendengar....?” Pikir Lisa lagi merasa ada sesuatu yang aneh. Memang terasa aneh. Padahal Lisa ingat. Selain penumpang, dia juga melihat ada dua orang pramugari yang bertugas di kabin bahagian belakang pesawat sedang duduk di sana tadi. Tak mungkin jika tak ada seorang pun yang mendengar teriakannya. Melihat pintu toilet itu tak bisa dibuka, sesosok makhluk yang kesal itu tertawa pada Lisa. Seolah-olah dia mengejekn
Pandangan Lisa kemudian merayap ke mana-mana mencoba mengurai kejenuhan. Bahkan, kursi demi kursi di barisan depan diperhatikannya walau itu tak ada guna. Hampir seluruh penumpang tertidur lelap melipat tangan dilihatnya. Tak ada suara yang terdengar, kecuali suara ngorok beberapa orang penumpang. Wajah Lisa kemudian mengarah ke sisi sebelah kiri ruang kabin pesawat. Tatapannya mendadak tertumbuk pada seorang Perwira muda yang duduk di kursi nomor 16D, tepat di sisi sebelah kirinya. “Sepertinya aku pernah melihat pemuda itu.” Pikir Lisa menyipitkan mata mencoba mengingat-ingatnya. Cukup lama Lisa mencuri pandang pada pemuda yang duduk tak jauh di sampingnya. Mengamati raut wajahnya, juga seragam militer yang dia pakai. “Pemuda itu..?” Ingatan Lisa tiba-tiba tersentak. “Ya Tuhan...., dia itu sepertinya mirip dengan pemuda berpakaian militer yang aku temui di toilet dalam mimpi ku tadi.” Pikir Lisa. Sesaat Lisa menundukkan kepalanya, mengerutkan kening da
Pandangan Rosma masih terus berputar-putar menjelajah angkasa. Sudut-sudut langit semakin dipantaunya begitu lama untuk menyibak gundah di hatinya. Dan lagi-lagi, sesuatu yang mengejutkan menyengat penglihatan Rosma. Sebuah sambaran halilintar mendadak muncul menerjang lautan. Kali ini jauh lebih keras suara dentumannya dari yang tadi. Sontak Rosma terperanjat pucat. “Busyeeeeeeeeet...!” Pantat Rosma terangkat melihat. Seram apa yang disaksikan oleh Rosma Langit hitam seketika berubah merah membara. Angkasa seolah-olah terbakar berkobar-kobar. Badan Rosma seakan menggelegar walau tidak tersambar. Laksana tembakan kanon roket ke udara, cahaya kilat itu berkejar-kejaran, tampak berliku-liku bak cakaran kuku-kuku setann. Melejit secepat kilat tak berapa jauh dari ujung sayap pesawat. “Mampus deh....!” Umpat Rosma Ciut dan pucat...., Rosma tak lagi bernyali. Jantungnya seolah-olah bocor disabet sengatan listrik tegangan tinggi. Darah seakan terhenti mengalir