Melihat hal itu, Baim tidak dapat lagi menahan rasa mual yang dia rasakan. Di detik berikutnya, Baim memuntahkan semua isi perutnya yang sudah tidak terlalu banyak. Setelah berhasil menguras habis semuanya, dengan tenaga yang hanya tersisa sedikit, pemuda itu mengajak Alma dan Aldi keluar dari tempat itu. "Tunggu, apa itu? Kalian berdua keluar saja terlebih dahulu, aku menyusul. " Aldi yang melihat beberapa buah gulungan di bawah tumpukan pakaian Andin dan Rusdi pun bergegas mengambilnya dan membawanya keluar menyusul adik dan sahabatnya sambil menatap nanar ke arah mayat kedua sahabatnya yang begitu mengerikan. Setelah Aldi dan dua temannya bergegas keluar dari rumah nomor tiga belas, mereka merasa gemetar dan cemas. Aldi memegang gulungan-gulungan tersebut, dan begitu mereka berada di luar, dia membukanya. Gulungan-gulungan itu berisi sejumlah dokumen dan catatan rahasia. Dalam catatan-catatan itu, terkuaklah rahasia besar yang selama ini tersembunyi di dalam rumah tersebut.Merek
"Dasar wanita jalang! Kamu tidak pantas untuk hidup, kamu harus mati! Mati! Mati!" Terdengar sumpah serapah dari dalam sebuah rumah mewah yang berada di dekat sebuah perkebunan karet."Tidak! Tidak! Jangan, saya tidak bersalah. Jangan bunuh saya, tolong jangan bunuh saya," pinta seorang wanita muda sambil mengesot menjauh."Jangan lari kau, Jalang! Perempuan sundal sepertimu itu lebih baik menjadi penghuni neraka," caci seorang lelaki pada seseorang.Pria muda berdarah Belanda itu lalu mendekati seorang perempuan yang meringkuk di pojok ruangan sambil menangis. Tubuhnya bergetar dengan hebatnya karena rasa takut yang begitu dahsyat.Wajahnya menunduk sambil menangis, dia tidak berani menatap lelaki yang terus menghampirinya dengan membawa sebuah pisau belati yang sudah terhunus. Mata keduanya sama-sama memerah.Wanita itu terus menangis ketakutan, dia mencoba beringsut menjauh dari sang lelaki tetapi apa mau dikata, dia sudah terjepit di pojok ruangan yang tak memungkinkan dia untuk b
Aku rasa, aku tidak bisa ikut dalam liburan kali ini, Gaes," ujar Baim pada akhirnya."Ayolah, Im. Jangan seperti itu, tidak seru kalau salah satu dari kita tidak ikut ke acara liburan kali ini," ujar Alma"Tapi, Al ... aku ... ." Baim kembali menggantung akhir kalimatnya, wajah pemuda itu terlihat kebingungan seperti sedang berusaha menutupi sesuatu."Sudahlah, Im. Tidak usah terlalu dipikirkan, kita semua pasti baik-baik saja. Lagi pula nanti kita akan meminta bantuan ke anak MAPALA untuk memandu kita ke sana. Jadi, jangan khawatir," ucap Aldi kembaran Alma.Aldi merangkul dan menepuk bahu Baim untuk meyakinkan sahabatnya itu bahwa liburan kali ini akan menyenangkan dan tidak akan ada petaka atau apa pun seperti yang ditakutkan oleh BaimTidak Aldi saja yang berusaha meyakinkan Baim, lima teman karibnya yang lain pun ikut membujuk Baim agar bersedia ikut dalam liburan kali ini karena mereka bertujuh tidak akan pernah terpisahkanBaim menghela napasnya dalam, ada rasa berat di dalam
"Gaes, apa kalian merasakan sebuah kejanggalan di sini?" tanya Alma dengan sedikit berteriak pada keenam temannya yang berjalan di depannya."Kejanggalan apa, Al? Aku sama sekali tidak merasakan apa-apa, kecuali rasa lelah karena sejak tadi hanya melihat hutan dan hutan lagi. Aku ingin cepat istirahat rasanya," jawab Santi yang berjalan persis di depannya."Ish, kamu ini, San. Bagaimana dengan kalian apa di antara kalian ada yang merasakan keanehan di tempat ini?" seru Alma mengulangi pertanyaannya pada teman-temannya yang lain.Mendengar seruan Alma, Rusdi yang memimpin rombongan remaja pendaki itu pun menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya, lalu menghampiri Alma yang berada di baris kedua dari belakang.Melihat Rusdi mendatangi Alma, semua temannya yang lain pun mengikuti jejak langkahnya. Semua mengerumuni Alma dan bertanya apa maksud dari pernyataan gadis itu barusan "Ck, kalian ini! Apa di antara kalian tidak melihat atau merasa ada sebuah keanehan di tempat ini?" Alma
"Gaes, lihat!"Suara teriakan Amar mengejutkan keenam sahabatnya yang lain. Sontak mereka berenam menghampiri Amar yang terlihat senang."Apa, Mar? Kenapa kamu berteriak seperti itu, apa ada sesuatu?" tanya Rusdi.Amar tidak berkata apa-apa, dengan wajah tegang dia hanya menunjuk ke arah depan. Serentak keenam temannya itu melihat ke arah yang ditunjuk oleh Amar."Gaes, kalian lihat itu tidak?" Kali ini giliran Aldi yang bertanya pada teman-temannya."Jalan setapak! Apakah ini sebuah petunjuk?" kata Andin."Bisa jadi, ayo kita ikuti saja jalan ini!" ajak Alma.Kemudian mereka pun mengikuti jalan setapak tersebut berbaris dua-dua. Andin dan Rusdi yang berjalan di urutan paling akhir. Keduanya saling bergandeng tangan, terutama Andin. Gadis itu terlihat sedikit khawatir yang berbalut dengan rasa takut. Rusdi yang melihat perubahan wajah gadis di sampingnya semakin merapatkan gandengan tangannya. Bahkan lengan Rusdi sudah melingkar pada bahu gadis itu. Pemuda itu membisikkan kata perlin
"Tidak bisa dibuka? Apa maksudmu dengan kata tidak bisa dibuka, Mar. Jangan bohong kamu," kata Santi mulai panik."Aku tidak bercanda, San. Ini betul-betul tidak bisa dibuka sama sekali," jawab Amar mulai panik"Apa?!" pekik Alma.Gadis berambut hitam panjang itu pun akhirnya melangkah maju mendekat pada daun pintu. Jemarinya menyentuh gagang pintu dan perlahan mulai menarik ke bawah. Alma merasa aneh, lalu dia mencoba lagi. Kali ini dengan penuh tenaga bahkan gagang tersebut di naik turunkan dengan cepat.Dahi gadis itu mengerut dalam. Dia merasa bingung dan aneh, di dalam hatinya dia sampai berpikir kenapa bisa seberat ini, seperti ada yang mengganjal pintu itu sehingga tidak bisa dibuka.Selama beberapa menit, gadis itu menggerak-gerakkan handel pintu. Dia bahkan sampai mengeluarkan sebuah kawat yang sangat pipih untuk membobol kunci pintu itu, tetapi semuanya terasa sia-sia. Pintu itu tetap tidak bisa dibukaSementara itu, di belakangnya, keenam temannya menunggu dengan wajah tega
Sementara itu, di ruangan lain. Rusdi, Alma, Aldi, Andin, Baim, dan Amar yang tidak menyadari hilangnya Santi masih terus memeriksa seluruh isi rumah yang anehnya masih terlihat sangat bersih meski dari bentuk bangunannya mereka yakin sudah lama tidak ditempati.Mereka terus memeriksa setiap sudut rumah yang tampak terlantar, suasana semakin terasa mencekam. Cahaya senter hanya menerangi sedikit dari ruangan yang gelap gulita itu, dan langkah-langkah mereka yang terdengar seperti gema di koridor kosong semakin menambah ketegangan.Alma, yang sejak awal telah merasa ada yang tidak beres di rumah ini, tiba-tiba merasa sesuatu menyentuh bahunya. Dia berteriak dan mundur cepat. Ternyata, itu hanya sebuah debu yang jatuh dari langit-langit. Namun, suara teriakan Alma rupanya mampu membuat rasa takut semakin merayap ke dalam hati mereka."Kamu kenapa sih, Al? Jangan teriak- teriak terus, ih. Bikin orang jantungan mulu, sih, kamu ini," protes Baim sambil mengusap dadanya yang berdetak lebih
"Entah, aku juga tidak tahu, Al." Alma, yang selama ini menjadi yang paling skeptis, merasa ada yang memegang lengannya. Dia berteriak dan berusaha melepaskan diri, namun tidak ada yang terlihat. Semua orang dalam kelompok itu semakin panik, berusaha mencari jalan keluar dari ruang bawah tanah yang gelap dan menakutkan ini.Bulu kuduk mereka meremang, wajah-wajah mereka pun memucat karena rasa takut yang luar biasa. Kepanikan semakin nyata di wajah keenam remaja itu.Sementara mereka berusaha keluar, pintu ruang bawah tanah tiba-tiba terkunci dengan sendirinya. Mereka terperangkap di dalam, berjuang melawan ketakutan yang semakin memuncak. "Aduh, sekarang kita malah terperangkap di sini. Kita harus bagaimana sekarang? Apa yang harus kita lakukan? Seandainya tadi kita tidak mengikuti keinginan Rusdi, kita pasti tidak akan terjebak di sini," keluh Amar menyalahkan Rusdi"Sialan kamu, Mar! Bukankah tadi aku memberikan pilihan pada kalian semua dan kalian memilih untuk masuk kemari. Lal