"Karena aku percaya padamu."
Brak!
Tuan Dogam menutup pintu dengan kasar. Renza hanya bisa mengepalkan tangannya sembari menggerutu.
"Percaya? Percaya apanya? Sialan!"
Tidak ada yang bisa Renza pikirkan saat ini. Ia hanya perlu memulihkan kondisi tubuhnya dan berpikir cermat untuk kabur dari sana.
"Aku jadi seperti anjing yang ditelanjangi. Bangsat!" hardik Renza.
Renza yang tidak mengenakan apa-apa, merasa geli. Untuk pertama kalinya ia berlatih tanpa sehelai pakaian yang melekat bahkan miliknya terpampang nyata.
Satu hari telah berlalu. Tuan Dogam hanya mengirim seseorang untuk mengantarkan segelas air putih dan juga semangkuk bubur.
Makanan dan minuman tersebut, sama sekali tidak mengenyangkan perut Renza.
Jordan hanya berhadapan dengan seseorang yang seumuran dengannya. Namun, ia merasa terintimidasi dan juga tertekan. Auranya begitu mencekik. Padahal, belum ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Darah Jordan terasa seperti mendidih. Bibirnya menyeringai persis seperti psychopath yang akan memulai aksinya."Apa yang sedang kau rencanakan?""Tuan, sebelum kita bicara, sepertinya saya harus memperjelas sesuatu terlebih dahulu. Saya bicara dengan Anda menggunakan identitas yang mana?" tanya Jordan."Terserah kau saja.""Tuan Rael si pecundang atau Tuan muda yang tidak terkalahkan?" tanya Jordan. Ia menyisir rambutnya ke belakang. "Saya belum terbiasa dengan penampilan Anda sebagai Tuan Rael tapi nada bicara seperti Tuan muda," sambungnya."Hm... Tidak penting identitas yang mana. Pembahasan kita jauh lebih penting," jawab Rael. Lima pemimpin anak per
Mereka memiliki jagoannya tersendiri untuk diubah menjadi raja iblis. Renza yang hampir mati karena pelatihan keras. Leon yang hampir berhasil melangkah sedikit demi sedikit. Sekarang, giliran Kiana yang mau tidak mau harus meladeni Tuan muda yang tidak lain adalah Rael dengan menggunakan penampilannya yang lain. Rael menunggu Kiana di tengah-tengah taman kota. Kiana menepati janjinya karena Rael juga membiarkan Orchia tetap hidup dan menyelamatkan Kumey meski hanya menggunakan satu panggilan darinya. Kiana datang menggunakan motor. Ia turun dari motor tanpa melepaskan helm yang terpasang di kepalanya."Kau terlambat lima menit. Apa kau tahu arti dari sebuah waktu?" ujar Rael."Berisik! Sudah syukur aku datang, sialan!" jawab Kiana. Kiana siap bertarung. Membuktikan dirinya tidak akan kalah oleh Tuan muda yang dianggap pecundang olehnya."
Delice dan Naura tidak bisa melakukan apa-apa. Sudah satu bulan berlalu sejak malam kekalahan, Kiana tidak berhenti untuk melatih diri. Ia begitu bernafsu untuk mengalahkan Rael. Mungkin karena untuk pertama kalinya ia merasakan kekalahan."Bisakah kau hentikan dia, Delice? Kiana bisa merusak dirinya sendiri," ucap Naura, cemas."Aku sudah mencobanya tapi kau tahu sendiri bagaimana keras kepalanya Kiana," jawab Delice. Membahas tentang keras kepala, siapa lagi yang memiliki keras kepala seperti itu kalau bukan Delice? Bahkan anak-anaknya mengikuti hampir seluruh karakter yang delice miliki."Biar aku saja yang mencoba. Oh iya, Delice. Di luar, ada yang mencarimu," kata Ken. Ia muncul entah dari mana, atau mungkin sejak awal dia juga sedang memperhatikan Kiana."Cobalah. Mungkin saja Kiana akan mendengarkanmu," kata Naura. "Delice, temui tamu yang sudah menunggumu. Aku
Rael mendatangi Kiana yang sedang berada di penjara bawah tanah seorang diri. Rael mendatanginya menggunakan identitasnya sebagai Tuan muda. Kiana membelakangi pintu. Rael berdiri tepat di belakang Kiana. Ia tidak menyadari kehadiran Rael sama sekali karena fokus melatih dirinya."Jangan berlatih terlalu keras. Kau bisa berlatih denganku mulai sekarang," kata Rael sembari memegang lengan Kiana. Hembusan napasnya, berseru menyapa leher Kiana. Kiana melirik kejam. Namun, sama sekali tidak ada kebencian di dalamnya. Kekalahan itu bukanlah kesalahan Rael, melainkan kesalahannya sendiri yang terlalu bangga menjadi garis keturunan seorang Delice Kaleid."Minggir atau aku akan membunuhmu di sini," ucap Kiana. Kiana langsung melontarkan ancaman tegas."Aku tidak hanya akan minggir, tapi aku akan pergi. Nanti malam, di tempat yang sama," bisik Rael. &nbs
Dalam kebimbangan hati, Rael mencoba menenggak beberapa obat-obatan yang biasanya ia konsumsi di saat hatinya merasa tidak tenang atau di saat perasaannya yang mulai berlebihan hingga membuat indranya kacau.“Kak, lebih baik hentikan saja. Kau tidak akan bisa menahannya,” ucap Ravin. Ia terlihat khawatir dengan kondisi Rael yang tidak bisa mengendalikan kelebihannya.“Tidak bisa. Aku sudah berusaha sejauh ini, mana mungkin aku mundur, Ravin. Sakit seperti ini hanya sesaat,” tolak Rael.“Sesaat? Berapa lama indra Kakak kembali setelah kejadian terakhir kali? Bisakah serahkan padaku saja? Jangan terlalu memaksakan diri lagi,” ujar Ravin. Benar saja. Pertarungannya dengan Kiana, membuat Rael harus kehilangan indranya selama sepuluh hari. Saat-saat yang sangat menyiksa diri.“Ravin, kau memiliki luka yang cukup fat
(LIMA RATUS HARI KEMUDIAN)“Kau masih cocok mengenakan seragam SMA seperti ini.” Setelah satu tahun lebih berlalu, hari-hari yang seperti neraka akhirnya berakhir. Namun, ada neraka dengan tingkatan berbeda yang sedang menunggu.“Renza, kau harus mengikuti rencana yang sudah aku buat.” Siapa lagi yang sedari tadi bicara, kalau bukan Tuan Dogam. Ia tersenyum lebar penuh pujian. Renza sudah keluar dari kubangan darah yang menenggelamkannya dalam jangka waktu yang sangat lama. Tuan Dogam sendiri yang menjemputnya.“Setelah menjadi kuat seperti ini, Anda ingin saya berpura-pura menjadi anak lugu?” tanya Renza. Ia tidak habis pikir dengan apa yang Tuan Dogam rencanakan.“Ayo berangkat.
Cerita ini, dimulai sepuluh tahun yang lalu. Bagaimana seorang Rael bisa bertemu dengan Tuan Dogam. Cerita lama yang cukup panjang. Membuat sejarah berbeda dari kekuasaan menjadi keserakahan. Kala itu, Rael yang masih berusia sepuluh tahun, datang ke tengah-tengah kelompok generasi terdahulu. Kelompok yang sempat ricuh dan belum didisiplinkan dengan sempurna oleh Delice karena Delice mengundurkan diri dari penguasa New York. Rael datang dengan membawa tongkat yang menuntunnya ke arah pusat keributan. Tanpa basa basi, Rael membelah kelompok yang sedang beradu menjadi dua."Bertengkar seperti ini sangat-sangat tidak keren," ucap Rael. Semuanya mencaci dan memakinya. Tidak terima kalau kesenangannya diusik. Apalagi, posisi mereka sedang dalam emosi yang begitu tinggi."Kalian boleh bicara apapun kalau i
Rael akhirnya mengantongi nama-nama dari orang yang ia inginkan. Meski ia tahu kalau lima orang yang menjadi incarannya adalah orang yang cukup berbahaya jika melihat dari usianya. Anak-anak yang hidup keras di jalanan untuk menyambung hidup. Rael melewati lorong sebuah club. Ia menyelinap saat pergantian penjaga. Orang pertama yang ingin ia temui adalah orang yang sudah menguasai SMP dan SMA di New York. Bahkan menurut informasi yang beredar, dia sudah mendirikan Aliansi.Brak! Rael menendang pintu. Ia menunjukkan dirinya dengan cara kasar. Berbagai jenis alkohol tersaji di atas meja. Anak di bawah umur yang masih berusia tiga belas tahun menenggaknya tanpa ragu. Asap rokok menge