Lindsay mengangkat telepon yang ia kira adalah makian itu. Ia diam, sesaat ia berkata Hello. Aku menunggu apa yang terjadi, wajah Lindsay sesekali menoleh ke arahku dengan raut bingung. Ia hanya berkata, ya…ya…lalu?
“Ya, tapi kalian sudah bilang, kalau aku tak dibutuhkan di sana. Aku stress….aku mau lari dari kalian….aku akhirnya pergi liburan! Jangan salahkan aku!” Ucap Lindsay setengah berteriak. Ah…kurasa apa yang ia tebak tadi akhirnya terjadi. Apakah Neneknya semenakutkan itu? Tapi kenapa Madam Rose bilang kalau Sang Nyonya itu baik hati?
Aku masih menunggu percakapan lagi, tapi Lindsay hanya diam, sesekali ia mengehle napas dengan panjang, ia sangat kesal. Bisa terlihat dari wajahnya. Akhirnya ia menyodorkan ponsel itu kepadaku.
Aku kaget. Kenapa ia menyodorkannya kepadaku?
“Ada yang mau bicara denganmu!” Ucapnya. Aku menerima ponsel yang disodorkan dengan wajah marah kepadaku. Lindsay benar
Aku dan Lindsay melamun, kami memikirkan apa yang baru saja terjadi.“Apa kau mau pulang? Kalau kau memang mau ke Vegas…aku akan menemanimu….” Ucapku membuatnya bmenengok menghadapku.“Kau bercanda?” Tanyanya mengedip beberapa kali.Aku menggeleng.“No. aku tak mau ke sana…mereka sudah sangat keterlaluan, khususnya mahluk bernama Dave itu! Berani-beraninya dia!” Ucap Lindsay dengan kesal. Sepertinya ia menyimpan sebuah kemarahan yang amat besar kepada Dave.“Lalu? Kau tak kasihan dengan Dave?”“No! of ourse no! terserah dia mau jadi apa…biarkan saja…kita liburan di sini…have fun!”Lindsay berdiri, ia mengatakan apa yang menurutnya benar. Aku bahkan tak percaya ia akan membiarkan Dave begitu saja. Tapi.. kalau adiknya saja tak peduli..kenapa aku harus peduli? Toh dia sudah dewasa, sudah bisa berpikir dengan baik, dan ia dikelilingi ora
Louis selalu berhasil membuaiku dengan ciumannya, bibirnya yang hangat seperti mengelusku dengan lembut, saat keadaan semakin memanas ia selalu menghentikannya, ia bisa menjaga kondisi agar tak keluar batas.That is the thing I like about him, aku bisa mempercayainya.Seperti sebelumnya, ia berhenti…membuatku dan Louis akhirnya duduk bersampingan dengan strawberry berlumur coklat di tangan kami dan penuh dengan senyuman.“Rasanya seperti….” Ucapku sambil berpikir. Aku sedang mencari nama dari perasaanku saat ini.Ia menyahut dengan cepat. “Blissfull!”Aku setuju, sangat setuju.“Apa kau mau menghabiskan ini semua?” Tawanya kepada gunungan coklat yang dibaliknya adalah mesin yang mengeluarkan coklat dan membuatnya tetap cair, mengalirkannya keluar dan memutarnya kembalu agar terus mengalir.“Andai aku bisa menyimpannya…” Jawabku dengan wajah seperti bermimpi.I
Drama pertikaian Richard dan Bueno akhirnya berhasil dilerai oleh Louis. Saat Bueno lepas, Richard sempat mau berlari mengejarnya, aku berteriak kepada pria local yang sekarang sudah babak belur itu agar lari, lari yang cepat. Saat itu Richard menatap ke arahku dengan marah.“Kau harus sadar…membunuh seseorang atau melukainya sampai seperti itu bukan sebuah tindakan yang terpuji, kau bisa masuk polisi! Kenapa kau tak tenangkan dulu amarahmu!” Belaku kesal, aku memeluk Lindsay yang masih menangis.Apa Richard tak tahu kalau Lindsay sudah berciuman bahkan tidur dengan banyak pria, kenapa reaksinya seekstrim itu? Kenapa tak hanya sebuah teguran, atau bahkan sebuah pukulan di wajah, dan that’s it. Kurasa menghajarnya habis-habisan terlalu berlebihan.“Rose… bawa Lindsay ke kamar…” Ucap Louis kepadaku, aku mengangguk dan merangkul Lindsay, membawanya ke kamar. Aku bisa melihat Louis susah payah membawa Richard ke kam
Kami bisa tidur di malam hari, Lindsay akhirnya menginap di kamarku. Ia sepertinya sama sekali tak mau ditinggal sendiri. Louis walau dengan bersungut-sungut akhirnya mau kembali ke kamarnya.Lindsay tidur bersamaku, ia beberapa kali terlihat cemas dengan ponselnya. Aku bertanya apa yang terjadi sampai ia secemas ini? Ia terlihat lebih labil dari biasanya.Saat ini sudah menjelang pagi, Lindsay sudah duduk bersandar di head board dengan ponsel di tangannya, ia beberapa kali menggigiti kukunya…seperti orang yang gelisah. Sejak tadi malam kuperhatikan ia seperti itu.“Ada apa Linds? Kau terlihat tak tenang. Bukankah urusan ciuman itu sudah clear?” Kalau memang ia mencemaskan tentang Bueno atau Richard, bukankah Louis sudah membuat semuanya clear tadi malam?“Aku bukan memikirkan hal itu… ada hal lain yang membuatku semakin cemas…ini lebih gawat daripada orang local yang langsung menciumku itu!”“Jang
Pintu itu dibuka oleh seorang petugas yang sepertinya sudah lelah. Ia terlihat putus asa.Bukan petugas itu yang membuat aku dan Louis kaget. Tapi apa yang terjadi di tempat itu.Ada sebuah baku hantam hebat. Dua pria melawan satu orang pria yang semuanya kukenal. Lindsay terlihat menangis di pojok.“Hei! Hentikan!” teriak Louis yang berlari menuju pusat kerusuhan.Dave yang setengah pincang dengan Lucas yang seratus persen sehat. Sedang menghajar Richard sampai babak belur. Ya Tuhan …ini persis apa yang kulihat kemarin..tapi berbalik actor. Kini Richard yang babak belur.Louis menarik tangan Richard ke arahnya.“Hei…selesaikan ini dengan cara beradab! Jangan seperti bar-bar yang main keroyok! Siapa kalian?” Ucap Louis kesal.Aku melihat Lucas masih marah, dan ia sekarang sedang mengicar Louis. Aku mau berteriak untuknya…agar menghindar. Atau haruskah kami berlari. Louis cepat, ia menangkis
“Aku takkan pernah bisa mencintainya…setelah semu ahal yang terjadi. Aku tak pernah seyakin ini.” Ucapku mantap.“Jangan terlalu yakin…kita tak tahu masa depan, aku hanya mau kau jangan terlalu benci keadanya…”“Ya…aku akan coba.”Ia berbalik, “kita baru kenal beberapa hari…tapi apakah aku salah… kalau aku merasa memilikimu…Rose? Apakah aku sama brengseknya dengan pria itu. Saat aku bertemu dengannya… aku bisa lihat di matanya… kalau ia sangat mencintaimu. Bahkan mungkin lebih dari perasaanku kepadamu…aku jadi berpikir…”Aku dengan cepat meraih tangannya, “then…don’t! jangan berpikir. Ia …. Ia berbeda denganmu, kau menghormatiku… kau memeprlakukanku lebih baik, jauh lebih baik dari dirinya. Aku ….kalau aku boleh lancang mengatakannya. Kau menghargaiku…membuatku seperti seorang wanita ya
Kami berada di resort. Louis dengan sabar membantu Dave, Dave yang seperti biasa sangat menyebalkan…dengan omongannya yang pedas dan menusuk hati, tapi Louis tetap membantunya. Membuatku semakin kagum kepadanya.Aku dan Lindsay berjalan di belakang mereka. Richard membantu Louis, saat ia kesulitan membawa Dave. Untung saja di resort itu ada lift, karena tak mungkinkan… Louis menggendong Dave.“Kakakmu masih saja menyebalkan…walau dalam kondisi seperti ini!” Bisikku kepada Lindsay.Aku malas menyebut namanya, terasa pahit di lidahku.“Ya… sepertinya bahkan saat kiamat… ia akan tetap menjadi dirinya yang menyebalkan.” Bisik Lindsay.Louis membawa Dave ke kamarnya, sebelumnya ia meminta Richard untuk membereskan semua barang-barangnya, ia hanya memiliki beberapa baju di luar..sisanya masih rapih di koper mininya. Richard sudah membawa semua barang Louis dan sekarang Louis membawa Dave ke atas
“Ya. Aku juga berharap. Kau sudah tak memiliki perasaan apapun dengannya. Karena aku pasti akan sakit hati.” Kali ini Richard melanjutkan kalimatku.Aku mengangguk kepadanya.“Aku benci kepadanya…kepada kakakku…ia memperlakukanku…dan Rose semaunya…seperti kami bonekanya, yang berhak ia atur. I hate that. Kalau aku boleh berucap jahat… aku ingin mereka terluka..sakit atas apa yang telah mereka lakukan kepadaku. Apakah ini disebut dendam?”Richard mengangguk.“Well…sepertinya aku ketularan jadi orang jahat di sini…” Ucapku akhirnya.Aku lega dengan obrolan kami, setidaknya hatiku sekarang lebih lega…karena telah menjelaskannya kepada Lucas.“Boleh aku menginap di sini?” Tanyanya dengan raut wajah yang lebih rileks.Aku mengangkat bahuku, aku tak masalah.“Asal…no sex involved.”“Agree