"Ya Tuhan dimana dia? Lo kemana sih, Han? Harus kemana lagi gue cari lo, Jihan Aiyana. Lo dimana sekarang? maafkan gue karena udah bikin lo kecewa dan mungkin sakit hati," Batin Septian. Smbil sesekali mengusap kasar wajahnya.
"Tuan ini sudah larut malam saya harus pulang, kasihan anak istri saya sudah menunggu dirumah. Maaf tuan aku akan mengantar anda kembali ke hotel," Ucap sang sopir taksi itu.
"Tapi pak, bagaimana dengan istri saya? Dia belum ketemu. Saya takut terjadi sesuatu pada istri saya pak." Septian kini terlihat semakin khawatir karena belum juga menemukan Jihan.
"Semoga istri anda baik-baik saja tuan. Sebaiknya anda beristirahat dulu saja. Besok pagi-pagi saya jemput anda lagi kesini. Saya akan temani anda mencari istri anda sampai ketemu," Ucap Super taxsi itu. Septian pun tak bisa memaksa kehendaknya, dia pun kembali ke hotel dengan perasaan khawatirnya. Dia berharap Jihan s
Septian kini sedang duduk dikantin menikmati secangkir kopi dan makanan yang dia pesan. Dia tampak berpikir dan teringat kembali dengan keinginan Jihan untuk kembali ke Indonesia. Namun, tiba-tiba ada yang menepuk pundak Septian. Lalu Septian pun menoleh, dan alangkah terkejut saat gadis yang ingin dia hindari. Kini berada dihadapannya."Bagaimana keadaan Jihan. Sep?" Tanya Karina yang kini sudah duduk disamping Jihan."Sudah membaik, mungkin besok kami akan kembali ke Indonesia, kasihan Jihan, dia ingin kembali ke Indonesia," Jawab Septian sambil meminum kopinya yang masih hangat."Em..., boleh aku bertemu dengan dia? Kebetulan ini aku bawa sedikit buah dan makanan untuk kamu dan Jihan," Ujar Karina.Karena merasa tidak enak pada Karina. Akhirnya Septian pun menyetujui keinginan Karina. Lagi pula tidak ada salahnya kan? Toh, Karina hanya ingin menengok Jihan saja.Dan pada akhirnya
Kini Septian menghampiri Jihan yang sedang bersama seorang wanita. Dan alangkah terkejutnya Septian saat melihat wanita yang kini bersama Jihan."Mama!" Seru Septian terkejut. Namun langsung mencium punggung tangan ibu mertuanya itu."Iya, Nak. kamu dari mana? Tadi saat Mama sampai dirumah sakit Jihan sendirian," Ucap Sabrina sambil tersenyum ramah pada Septian. Sedang Jihan, dia masih memalingkan wajahnya."Itu, anu. Mah, aku ada perlu dengan temanku sebentar," Jawab Septian sambil menunduk takut kalau Sabrina akan memarahinya. Karena sudah tega meninggalkan Jihan yang sedang sakit sendirian."Wanita ya? Mama tahu pasti ini yang membuat kalian kini tidak saling menyapa, dan membuat Jihan marah padamu?" Tanya Sabrina yang kini menatap menantunya dengan senyuman."Maaf Mah, aku yang salah, tapi aku sudah menyelesaikannya kok, dan untung saja dia mengerti, terus Mama kapan sampai disin
"Silahkan Duduk Kak," Ucap Jihan, mempersilahkan Karina duduk di sofa yang ada di ruangan itu. Meski dalam hatinya dia merasa was-was karena ketakutannya akan kehilangan Septian.Karina pun duduk, sementara septian masih setia memegangi kursi roda jihan. Dia pun mendorongnya menuju brankar. Lalu Septian pun membantu Jihan untuk berbaring di brankarnya. Dan setelah itu Septian duduk dikursi yang ada disamping brankar. Karina yang melihat itu pun tersenyum, meski sebenarnya dia merasa iri pada Jihan. Tapi Karina tidak boleh egois apalagi harus menjadi perebut suami orang. Dan dia sadari Jihan dan Septian memang Pasangan serasi mereka cantik dan tampan."Kalian benar-benar pasangan yang serasi. Seharusnya aku menyadari itu dari awal, maaf Jihan. Aku tidak tahu kalau kamu adalah istri Septian. Kamu tahu, aku sangat syok saat Septian mengatakan kalau kamu adalah istrinya. Jujur aku sebenarnya sangat iri padamu, Han. Karena kamu sudah menjadi sa
Septian pun tersenyum saat melihat istrinya tengah berdiri di pembatas balkon, dia pun menghampiri Jihan dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari bibirnya. Karena melihat pemandangan yang sangat indah baginya.Tanpa Jihan sadari, kini Septian menghampirinya karena Jihan terlalu fokus pada pemandangan yang baginya sangat indah.Tiba-tiba ada yang memeluk Jihan dari belakang, dan itu membuat Jihan terkejut lalu dia pun menoleh. Namun, Jihan tersenyum saat tahu siapa yang memeluk dirinya meski sedikit gugup karena apa yang Septian Lakukan padanya.Septian pun mengecup pundak Jihan, lalu dia pun menelusup kan kepalanya di ceruk leher Jihan. Membuat Jihan semakin gugup dan wajahnya semakin merona. Sesekali Septian pun mengecup leher jenjang Jihan yang terlihat sangat mulus dan terawat."Ti-Tian.""Hm, biarkan begini sebentar saja," Ucap Septian. Yang masih nyaman dengan posisinya
Pagi kini terlihat begitu sangat cerah. Namun, terlihat dua insan masih setia dengan tidur lelapnya. Sementara yang lain sudah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing."Pagi Bun, Yah," Sapa Kiara, yang sudah siap dengan seragam sekolahnya. Begitu juga dengan Reno yang sudah gagah dengan stelan kantornya. Meski usianya sudah tidak muda lagi tapi ketampanannya tidak pernah luntur dimakan waktu."Pagi sayang," Jawab Aleta dan Reno dengan senyuman mereka yang selalu menyapa pagi Kiara dan dia sangat menyukai itu. Kini Kiara pun duduk disamping Reno dan mengambil sarapannya."Kak Tian dan Kak Jihan belum bangun ya?" Tanya Kiara. Sambil mengambil dua helai roti dan memolesnya dengan selasi coklat kesukaan nya."Belum Ki. Tapi biarkan saja mungkin mereka kelelahan setelah melakukan perjalanan jauh, lagi pula ini masih hari cuti mereka di kampus," Jawab Aleta sambil tersenyum pada putrinya."Enak
Kini Jihan dan Septian pun sudah bangun dari tidurnya. Malah mereka sudah bersiap untuk pergi ke rumah nenek Nadia, neneknya Jihan. Dan kini Jihan dan Septian sudah berada diruang keluarga menunggu Aleta pulang untuk pamit, karena mereka ingin pergi ke rumah neneknya Jihan, tidak lama Aleta pun pulang. Dia mendapati putra dan menantunya yang sudah rapih. "Kalian mau kemana? Kok udah Rapih?" Tanya Aleta sambil membawa barang belanjaannya dan menaruh dimeja pantry di dapur. Kami ingin mengunjungi oma Nadia, Bun. Udah lama kami gak kesana," Jawab Jihan sambil tersenyum "Oh gitu, lama gak, sayang? Atau mau nginep?" Tanya Aleta. "Kayaknya nginep deh, Bun. Rumah oma kan jauh, lagian kan jarang juga kesana, jadi mau nginep," Jawab Septian. "Oh ya udah, titip salam buat Oma kalian, nanti kapan-kapan kita sekeluarga main kesana. Tian, ayahmu tadi bilang kalau mau pake mobil, kuncinya ada di laci nakas dekat televisi. Tapi hati-h
Akhirnya Jihan dan Septian pun kini sampai didepan rumah oma Nadia. Rumah itu terlihat sangat indah meski sederhana dengan hanya dua lantai tidak seperti rumah orang tua Jihan dan juga rumah orang tua Septian yang cukup megah. Tapi karena terdapat pekarangan rumah yang ditanami bunga-bunga yang indah rumah itu pun kini terlihat sangat indah."Wah lihatlah, Tian. Dari dulu oma tidak berubah ya, dia suka sekali menanam bunga-bunga yang indah dipekarangan rumahnya, aku sangat suka saat berada dirumah Oma," Ucap Jihan dengan senyuman yang merekah di bibir mungilnya."Iya rumah inu sangat indah. Tapi, tidak ada yang bisa mengalahkan keindahan dirimu sayang," Ucap Septian mengeluarkan jurus gombalnya sambil tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya pada Jihan. Membuat Jihan tersipu malu dengan mengulum senyum di bibirnya saat mendengar ucapan Septian. Entah kenapa meski terdengar seperti gombalan yang receh, Jihan sangat suka karena Septia
Jam sudah menunjukan pukul 20.00 malam, tapi Septian dan Jihan masih saja tertidur lelap dikamar mereka. Karena aktivitas yang memang menguras tenaganya.Oma Nadia pun menghampiri kamar tempat Cucunya beristirahat, karena sudah waktunya untuk makan malam. Namun, saat Oma Nadia memanggil Jihan dan Septian tidak ada jawaban dari mereka, karena memang mereka masih tidur dengan lelap."Ya sudahlah, mungkin mereka sangat lelah, aku tidak boleh mengganggu mereka," Ucap Oma Nadia yang kini akhirnya pergi meninggalkan kamar itu menuju Ruang makan, menghampiri Bi Isah yang sedang menyiapkan makan malam."Mana, Non Jihan dan tuan muda, nyonya?" Tanya Bi Isah. Yang hanya melihat Oma Nadia memasuki ruang makan sendirian."Mereka masih tidur, sudah lah biarkan saja, mungkin mereka lelah setelah melakukan perjalanan jauh, Jadi mereka tidur lelap. Sebaiknya kita makan duluan saja," Ajak Oma Nadia."Oh begitu, baiklah nyonya," Jawab &