Sosok Kendrick yang menyeramkan itu telah tiba di mansion. Kakinya tak segan-segan menginjak ubin mahal untuk segera masuk ke dalam. Matanya menatap lurus ke depan, tak menghiraukan benda-benda mati yang terlihat baru di dalam mansion. Benda yang awalnya dirancang sebagai penghias untuk pernikahan mereka. Namun setelah kabar Adeline, benda-benda itu mendadak tak berwarna seakan ikut paham akan situasi yang terjadi.
Alis Kendrick bertaut kala sampai di ruang kerjanya dan dipertemukan dengan dua wanita yang berprofesi sebagai pelayan—Ana dan Trisna yang sedang menunduk. Tepat di depan mereka sudah berdiri Denio.
Hawa ruangan itu terasa mencekam. Sampai-sampai oksigen tak berani masuk ke dalam.
“Tuan, setelah saya melihat CCTV, hanya ada mereka berdua di
“Kendrick, aku—““Tenanglah.” Kendrick langsung memotong. Menatap Adeline yang sudah tersadar sambil berdiri. “Dokter tidak mengizinkan mu diberi obat karena akan berpengaruh pada kandunganmu. Jadi kau harus istirahat total. Kalau tidak, terpaksa aku akan menyuruh dokter menyuntik mati dirimu.”Adeline mendelik tidak suka. Sekalipun Adeline sudah sekarat seperti kali ini, kalimat pedas Kendrick tidak akan pernah berhenti. “Kau … terlihat tidak khawatir.” Dengan nada rendah berusaha menahan sakit, Adeline bersuara. “Wajahmu membuatku kesal. Apa kau tidak menangis saat aku pingsan?”Dengan tegas Kendrick menggeleng. Pria itu memang sangat gengsi untuk menunjukkan sisi yang sebenarnya. “Itu buk
Part ini panjang, jadi harga sedikit mahal. Mohon mengerti.Adeline tersenyum ceria mendapati Kendrick yang duduk di sampingnya sesaat membuka matanya—bangun dari tidurnya.“Ayo, kau harus makan.” Kendrick menggeser overbead table ke arah Adeline yang ranjangnya sudah dinaikkan agar wanita itu bisa duduk. Lalu mengambil piring yang berisi makanan dan diletakkan di meja tersebut. “Sebenarnya aku malas memperlakukanmu seperti anak-anak. Tapi karena kau sudah membantuku waktu sakit, jadi anggaplah ini sebagai balasan.”Adeline memberengut kesal. “Apa susahnya kau bersikap manis sedikit?” tanya Adeline kesal. “Seperti, ‘Adeline, ayo makan. Aku sudah membawakanmu makanan, kau mau aku suapin?’ harusnya begitu, bukan malah membuatku kesal.”
Kendrick mengucek kedua matanya kasar. Mengerjap, seakan sedang membuktikan kalau Adeline yang tengah berdiri di depannya dengan tatapan tajam adalah nyata, bukan mimpi.“Bagus, kau sudah bangun akhirnya,” kata Adeline tanpa berniat melepaskan otot wajahnya. Dia berjalan mendekat. Memukul dada Kendrick dengan kasar.“Hey, Adeline! Apa yang kau lakukan?” tanya Kendrick tak terima. Dengan mudahnya dia menahan tangan Adeline. “Kau harus tahu kalau tenaga mu itu tidak sebanding denganku, Mommy.”“Diamlah!” Adeline menyentak. Mendorong tubuh Kendrick kasar. “Sekarang aku mau pergi dari sini! Detik ini juga!” bentak Adeline. Telinga Kendrick seperti dihantam bom—sangat sakit.
“Pergi! Pergi! Jangan mendekat!”Adeline membekap mulutnya. Terlihat kaget akan reaksi yang Katrin berikan. Dia malah menjerit horor. Seakan Adeline adalah seorang penjahat yang siap mencelakakan Katrin.“Pergi! Pergi!” Katrin kembali berteriak. Menatap Adeline penuh waspada. Tidak bisa bangkit dari ranjang karena bekas tembakan itu belum sepenuhnya kering.“Kendrick.” Adeline menggumam kaget saat tangannya digenggam pria itu. Dan langsung saja Kendrick menuntun Adeline keluar dan menutup pintu itu rapat. Hebatnya, suara Katrin lenyap begitu saja.“Dia kenapa?” tanya Adeline dengan tampang melongo tak percaya.
Senyum cerah terbit di wajahnya yang cantik. Bibirnya tertarik membentuk lengkungan, menekan kedua pipinya hingga terbentuk lesung pipit yang amat cantik. Sampai-sampai sepasang matanya hampir tidak terlihat.Matanya mengerjap. Bulu mata yang berlapis-lapis itu terlihat naik turun. Wanita itu memang terlihat sangat cantik dengan balutan make up tipis. Rambutnya juga ditata rapi, meninggalkan beberapa helai di samping kiri kanan wajah, semakin menambah kesan manis pada dirinya.“Mommy! Lihatlah Max, dia sungguh nakal! Dia menumpahkan susunya ke kemejaku!”Bukannya melanjutkan ocehannya, Xavier malah terdiam. Matanya tak mengedip sama sekali. Seakan tidak mau melewatkan bagaimana cantiknya wanita yang tengah duduk di hadapannya. Mengabaikan beberapa wan
“Maaf, Nyonya. Saya tidak tahu kemana Tuan Kendrick pergi.” Denio berkata penuh sesal. Dia juga kaget akan pertanyaan Adeline yang menanyakan dimana keberadaan Kendrick sekarang. Pria itu tidak pernah tidak sibuk, dan hebatnya, pagi-pagi Kendrick sudah tidak ada di mansion. Bahkan Denio yang baru datang bermaksud ingin membahas pekerjaan dengan Kendrick pun tidak tahu kemana pria itu pergi.Adeline mendesah pelan. Terlihat wajahnya yang amat sangat kecewa sekali.“Kalau kau punya informasi, segera beritahu aku.” Adeline menatap punggung Denio yang sudah mulai berjarak darinya setelah pria itu mengatakan iya dan berpamit pergi. “Tunggu!” Kaki Denio berhenti dan Adeline segera mengejar. “A—apa kau melihat ada yang berbeda dari Kendrick? Maksudku, tingkahnya, atau apapun itu?&r
“Apa kau sedang membalas dendam padaku, huh?”Kendrick berhenti beberapa jarak. Mengabaikan beberapa pelayan yang sedang me-meni pedi Adeline disebuah ruangan yang memang sejak dulu kala digunakan untuk perawatan. Dia menepuk-nepuk punggung Max dengan lembut. Berharap dengan begitu, putranya itu kembali merasa tenang.Wanita itu dengan teganya meninggalkan Kendrick sendirian mengurus Max yang terus saja punya banyak permintaan.Adeline mengedikkan kedua bahunya. “Tidak. Bukankah merawat anak adalah tugasmu juga?” sahut Adeline sambil mengisap minumannya dengan bantuan sedotan. Terpaksa dia memutuskan pandangan dari televisi. “Kau hanya menjaga Max selama enam jam tapi sayangnya kau sudah tidak tahan. Jadi kuharap kau bisa menge
Setelah menutup panggilan itu, Kendrick langsung bergegas pergi. Kali ini, kakinya menginjak lantai 50—lantai paling atas atau yang biasa disebut penthouse.Sudah lama Kendrick tak menginjakkan kaki di penthouse miliknya yang dulunya ia gunakan sebagai tempat tinggal. Namun ketika matanya bertabrakan dengan Adeline, Kendrick memutuskan untuk pindah dan menetap bersama wanita itu di mansion.Tidak mau berlama-lama, Kendrick menekan tombol bel sambil menarik oksigen banyak. Mengisi paru-parunya agar bisa rileks sebelum bertemu dengan seseorang yang tengah menunggunya di dalam sana. Dan sepersekian detik, pintu itu terbuka dan menampilkan seorang perempuan dengan rambut blonde panjang tengah tersenyum kepadanya.“Aku menunggumu dari tadi. Ayo, masuk.&rdq