"Maafkan aku, Forin. Pikiranku buntu. Tidak ada jalan keluar lagi selain membuat Zara menderita bersamaku." Ryo menjambak rambut, duduk di sudut kamar yang tertutup. Kondisinya masih tak beraturan. Beruntung Forin berhasil membawanya dari penangkaran hewan."Tidak, Sayang! Aku mengerti kesulitanmu. Tenanglah, sudah tidak apa-apa." Forin ikut duduk di sampingnya dan mengusap pundak Ryo tenang. Saat ini hanya kelembutan yang ada dalam diri Forin. Helaan napas Ryo begitu berat. Laki-laki itu tertunduk sayu."Ada apa denganku? Benar-benar sudah dipermainkan Zara. Gadis itu memiliki pilar yang sangat kuat. Merusak besi penjara? Siapa orang-orang itu? Apa jangan-jangan Reon sungguh Raja Iblis?" Bola mata Ryo bergerak ketakutan. Forin segera menenangkannya dengan mengusap pundak itu lebih cepat."Tidak, mereka hanya jauh lebih kuat. Mengalahkan mereka bukan dengan kekerasan, Sayang. Kita perlu gunakan otak. Bangkitlah, aku akan mendukungmu." Sugesti Forin menembus jiwa Ryo begitu mudah.
Malu menggerogoti seluruh tubuh. Keharuman uap air panas menusuk hidungnya menembus jantung. Belum lagi tangan yang penuh minyak khusus."Hiyaaa! Aku tidak akan pernah melakukannya lagi! Tidak akan pernah!" Berlari dari kamar mandi meninggalkan Reon yang berendam air hangat, padahal Zara hanya menuangkan minyak ke pundak Reon saja, belum sempat menyentuhnya. Sulit bernapas seperti mengidap penyakit asma. Zara terengah di wastafel dapur sembari mencuci tangan."Keterlaluan! Kenapa aku harus menurutinya?! Mengancam gaji tidak diberikan itu curang namanya. Tuan, kau dengar aku? Aku tidak mau menjadi pelayan di pemandian air panas! Jangan lupa hitung gajiku setelah ini!" teriak Zara membuat gempar satu rumah. Azuma datang memukul meja. Zara terjingkat sampai air di tangannya menciprati wajah Azuma. "Apa yang kau bicarakan? Kamar mandi Tuan kedap suara," jelas Azuma kesal. "Benarkah? Aku terselamatkan." mengelus dada senang.Sadar itu Azuma, Zara tersenyum manis."Bibi, ngomong-ngomon
Niat ingin bergerak seperti warga lokal, mereka justru sangat mencolok dengan gaya berbeda. Terlebih lagi kamera Bastian. "Semua orang tau aku fotografer, ya?" Laki-laki itu menggaruk kepala belakangnya.Mereka berjalan keliling desa di sore hari mencari bukti. Zara begitu serius menganalisis."Mungkinkah setelah Reon pulang, sisa perampok itu kembali menyerang? Anehnya kita tidak menemukan kerusakan. Akan kutanya orang-orang saja," bergumam lirih. Mendapati beberapa ibu-ibu yang sedang melewati jalan yang sama, Zara pun menghentikannya. "Bastian, kita berpisah di sini. Hubungi aku jika terjadi sesuatu, ya." bisiknya pada Bastian. "Hmm? Baiklah, panggil aku jika ada masalah." Bastian menurut saja dan pergi. Zara menghampiri ibu-ibu itu."Permisi, apa kalian mengenal Tuan Reon Varezan Dailendra?" bertanya ramah tersenyum manis."Wah, kau cantik sekali! Apa kau artis?" tanya salah satu dari mereka. "Ahaha, bukan. Aku pelayannya." senyum Zara semakin tersungging. 'Menjadi cantik
"Ck, sekalinya sampah tetaplah sampah. Jangan samakan derajatmu dengannya! Dia tidak pernah menganggapku sebagai pemuas nafsu. Rasakan ini!" Menendang selangkangan perampok itu hingga tumbang kesakitan. Berlanjut menendang tiang kayu dan menarik tangan sekuat tenaga hingga kayu bagian atas ikut patah. Akhirnya Zara bebas. "Aargh! Ke-kenapa kau begitu kuat?" orang itu merintih sembari mencoba mundur. Napas Zara yang memburu terlihat menakutkan, terlebih lagi kayu sebesar lengan itu bergelantungan di tali pengikat tangannya."Karena aku Pelayan Khususnya Raja Iblis! Kau akan kuhukum atas perbuatanmu di desa ini!" serunya menunjuk sang perampok marah. Api berkobar di matanya membuat perampok itu berteriak. "Aaa, tidak! Lepaskan aku!" Belum puas menunjukkan diri, Zara menduduki perut dan memukul wajah si perampok dengan dua tangan. Sontak perampok tersebut pingsan. "Huh! Menyebalkan sekali! Aku tidak akan bisa disentuh siapa pun entah itu Ryo ataupun bedebah desa sepertimu!" Ama
Ruang rapat itu mendadak menjadi ruang VIP. Alexa masih berjaga di luar pintu. Panasnya terlalu berlebihan meskipun suhu ruangan enam belas derajat. Zara mengipasi wajahnya. "Huft! Terasa ... sedikit panas." tangan kanan tak berhenti membuat angin di sekitar wajah.Reon menutup laptop seraya terpejam. Seketika Zara mendengar ilusi bunyi dentingan yang sangat nyaring. Lalu, cuaca seolah berubah. "Heh? Kok, jadi agak dingin? AC-nya rusak, ya?" mencoba mencari remot AC. Zara tahu perubahan ilusi itu datang dari Reon. Dia hanya menyindir.Reon berdiri membuat pergerakan Zara terhenti. Matanya terbuka mengusir hawa dingin dan panas menjadi normal."Kenapa kau datang padaku? Pergi saja habiskan waktu dengan temanmu." Reon tetap enggan menatap Zara. Zara terjingkat dalam diam.'Astaga, tatapan itu meminta kejujuran,' batinnya."Eh? Itu karena aku membawa dua perampok padamu. Kau justru melenggang begitu saja tanpa sepatah kata. Tuan, kepribadianmu perlu dirubah sedikit." Zara menunjuk
Berbagai wahana menantang adrenalin telah dicoba. Dalam setiap wahana tidak ada yang bisa merubah dinginnya wajah Reon.Berbeda dengan Zara yang menikmati sepenuh hati tertawa sana-sini.Dia melihat sekeliling mencari permainan baru yang aman untuk jantung. Semua bagian berbahaya telah dilewatinya dengan Reon tanpa melepas kaitan tangan."Tuan, ayo naik komedi putar!" "Ck!" Reon berpaling darinya.Penolakan yang tidak bisa dibantah."Tuan, ayo memancing ikan!" menunjuk area pemancingan ikan buatan."Berisik!""Tuan, rumah hantu! Ayo masuk ke sana!" berbalik melihat rumah hantu."Masuk sendiri!" Reon melengos.Akhirnya Zara menjelajahi rumah gelap mengerikan itu sendirian."Hiyaaa, hantunya dingin seperti Tuan!" Dia lari setelah memasuki pintu masuk dan bersembunyi di belakang Reon. Reon terkejut kaku karena Zara memegang lengannya, tetapi gadis itu tertawa. "Hahaha, menakutkan! Lebih menakutkan Tuan kalau marah." sampai menyeka air di sudut matanya.Kening Reon berkerut."Aku tidak
Melegakan dapat berbaring di ranjang setelah beraktivitas, sedangkan Reon berendam air hangat malam-malam. Tiba-tiba pintu didobrak mengejutkan Zara hingga bangkit dari ranjang. Alexa sedang dalam situasi buruk di ambang pintu. "Zara!!!""Huaaa! Alexa? Kenapa kau merusak pintuku?" Zara menabrak kepala ranjang. 'Kenapa dengannya? Hidung dan telinga seperti keluar asap,' batin Zara. Alexa masuk tak sopan dan menarik kerah pakaian Zara hingga Zara berdiri hampir tersungkur. "Aaa, lepaskan aku! Ada apa ini?" bingung Zara sibuk menjauhkan tangan Alexa dari lehernya. "Beraninya kau merebut Tuan dariku!"Alexa marah besar. Bola mata Zara melebar."Tu-tunggu, Alexa! Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan!" Zara semakin mendelik terpojok. Alexa menarik kerahnya lebih kasar membuat leher terasa tercekik."Aku akan merobek kecantikanmu!" mata Alexa memerah."Aaa, tidak, tidak! Kau ini kenapa?! Seseorang, tolong aku!"Alexa mengangkat tangan kiri yang siap mencakar."Hiyaaaa, tidak, Ale
Perubahan suasana hati Alexa begitu baik. Dalam sekejap tidak mempermasalahkan kecemburuannya lagi.Namun, jika Zara merebut Reon terlalu mencolok baik di matanya maupun mata dunia, maka dia akan menyingkirkan Zara bagaimana pun caranya. Ancaman yang membuat Zara terbayang-bayang hingga pagi. Dia tidak bisa tidur dengan tenang. "Alexa menakutkan! Dia sungguh menakutkan!" Selalu bergumam sembari menekuk lutut di atas ranjang. Pikiran penuh coretan negatif. Tugas pun memanggil. Entah mengapa Reon menyuruhnya melakukan pekerjaan kecil yang biasanya dilakukan oleh Alexa. Mulai dari menyiapkan air mandi, pakaian, hingga mengantar ke kantor, padahal Alexa juga ada di sana. Dari rumah hingga kantor tangan Zara tak berhenti gemetar. Tatapan Alexa seakan ingin mencabik-cabik jiwanya.'Hiyaaa, apa Reon sengaja melakukan ini? Aku tidak mau mati di tangan asisten gila itu!' pekik Zara setelah bebas kerja. Mondar-mandir di depan ruangan Reon. Ketika hendak pergi, Reon memanggil. Terpaksa ha