Niat ingin bergerak seperti warga lokal, mereka justru sangat mencolok dengan gaya berbeda. Terlebih lagi kamera Bastian. "Semua orang tau aku fotografer, ya?" Laki-laki itu menggaruk kepala belakangnya.Mereka berjalan keliling desa di sore hari mencari bukti. Zara begitu serius menganalisis."Mungkinkah setelah Reon pulang, sisa perampok itu kembali menyerang? Anehnya kita tidak menemukan kerusakan. Akan kutanya orang-orang saja," bergumam lirih. Mendapati beberapa ibu-ibu yang sedang melewati jalan yang sama, Zara pun menghentikannya. "Bastian, kita berpisah di sini. Hubungi aku jika terjadi sesuatu, ya." bisiknya pada Bastian. "Hmm? Baiklah, panggil aku jika ada masalah." Bastian menurut saja dan pergi. Zara menghampiri ibu-ibu itu."Permisi, apa kalian mengenal Tuan Reon Varezan Dailendra?" bertanya ramah tersenyum manis."Wah, kau cantik sekali! Apa kau artis?" tanya salah satu dari mereka. "Ahaha, bukan. Aku pelayannya." senyum Zara semakin tersungging. 'Menjadi cantik
"Ck, sekalinya sampah tetaplah sampah. Jangan samakan derajatmu dengannya! Dia tidak pernah menganggapku sebagai pemuas nafsu. Rasakan ini!" Menendang selangkangan perampok itu hingga tumbang kesakitan. Berlanjut menendang tiang kayu dan menarik tangan sekuat tenaga hingga kayu bagian atas ikut patah. Akhirnya Zara bebas. "Aargh! Ke-kenapa kau begitu kuat?" orang itu merintih sembari mencoba mundur. Napas Zara yang memburu terlihat menakutkan, terlebih lagi kayu sebesar lengan itu bergelantungan di tali pengikat tangannya."Karena aku Pelayan Khususnya Raja Iblis! Kau akan kuhukum atas perbuatanmu di desa ini!" serunya menunjuk sang perampok marah. Api berkobar di matanya membuat perampok itu berteriak. "Aaa, tidak! Lepaskan aku!" Belum puas menunjukkan diri, Zara menduduki perut dan memukul wajah si perampok dengan dua tangan. Sontak perampok tersebut pingsan. "Huh! Menyebalkan sekali! Aku tidak akan bisa disentuh siapa pun entah itu Ryo ataupun bedebah desa sepertimu!" Ama
Ruang rapat itu mendadak menjadi ruang VIP. Alexa masih berjaga di luar pintu. Panasnya terlalu berlebihan meskipun suhu ruangan enam belas derajat. Zara mengipasi wajahnya. "Huft! Terasa ... sedikit panas." tangan kanan tak berhenti membuat angin di sekitar wajah.Reon menutup laptop seraya terpejam. Seketika Zara mendengar ilusi bunyi dentingan yang sangat nyaring. Lalu, cuaca seolah berubah. "Heh? Kok, jadi agak dingin? AC-nya rusak, ya?" mencoba mencari remot AC. Zara tahu perubahan ilusi itu datang dari Reon. Dia hanya menyindir.Reon berdiri membuat pergerakan Zara terhenti. Matanya terbuka mengusir hawa dingin dan panas menjadi normal."Kenapa kau datang padaku? Pergi saja habiskan waktu dengan temanmu." Reon tetap enggan menatap Zara. Zara terjingkat dalam diam.'Astaga, tatapan itu meminta kejujuran,' batinnya."Eh? Itu karena aku membawa dua perampok padamu. Kau justru melenggang begitu saja tanpa sepatah kata. Tuan, kepribadianmu perlu dirubah sedikit." Zara menunjuk
Berbagai wahana menantang adrenalin telah dicoba. Dalam setiap wahana tidak ada yang bisa merubah dinginnya wajah Reon.Berbeda dengan Zara yang menikmati sepenuh hati tertawa sana-sini.Dia melihat sekeliling mencari permainan baru yang aman untuk jantung. Semua bagian berbahaya telah dilewatinya dengan Reon tanpa melepas kaitan tangan."Tuan, ayo naik komedi putar!" "Ck!" Reon berpaling darinya.Penolakan yang tidak bisa dibantah."Tuan, ayo memancing ikan!" menunjuk area pemancingan ikan buatan."Berisik!""Tuan, rumah hantu! Ayo masuk ke sana!" berbalik melihat rumah hantu."Masuk sendiri!" Reon melengos.Akhirnya Zara menjelajahi rumah gelap mengerikan itu sendirian."Hiyaaa, hantunya dingin seperti Tuan!" Dia lari setelah memasuki pintu masuk dan bersembunyi di belakang Reon. Reon terkejut kaku karena Zara memegang lengannya, tetapi gadis itu tertawa. "Hahaha, menakutkan! Lebih menakutkan Tuan kalau marah." sampai menyeka air di sudut matanya.Kening Reon berkerut."Aku tidak
Melegakan dapat berbaring di ranjang setelah beraktivitas, sedangkan Reon berendam air hangat malam-malam. Tiba-tiba pintu didobrak mengejutkan Zara hingga bangkit dari ranjang. Alexa sedang dalam situasi buruk di ambang pintu. "Zara!!!""Huaaa! Alexa? Kenapa kau merusak pintuku?" Zara menabrak kepala ranjang. 'Kenapa dengannya? Hidung dan telinga seperti keluar asap,' batin Zara. Alexa masuk tak sopan dan menarik kerah pakaian Zara hingga Zara berdiri hampir tersungkur. "Aaa, lepaskan aku! Ada apa ini?" bingung Zara sibuk menjauhkan tangan Alexa dari lehernya. "Beraninya kau merebut Tuan dariku!"Alexa marah besar. Bola mata Zara melebar."Tu-tunggu, Alexa! Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan!" Zara semakin mendelik terpojok. Alexa menarik kerahnya lebih kasar membuat leher terasa tercekik."Aku akan merobek kecantikanmu!" mata Alexa memerah."Aaa, tidak, tidak! Kau ini kenapa?! Seseorang, tolong aku!"Alexa mengangkat tangan kiri yang siap mencakar."Hiyaaaa, tidak, Ale
Perubahan suasana hati Alexa begitu baik. Dalam sekejap tidak mempermasalahkan kecemburuannya lagi.Namun, jika Zara merebut Reon terlalu mencolok baik di matanya maupun mata dunia, maka dia akan menyingkirkan Zara bagaimana pun caranya. Ancaman yang membuat Zara terbayang-bayang hingga pagi. Dia tidak bisa tidur dengan tenang. "Alexa menakutkan! Dia sungguh menakutkan!" Selalu bergumam sembari menekuk lutut di atas ranjang. Pikiran penuh coretan negatif. Tugas pun memanggil. Entah mengapa Reon menyuruhnya melakukan pekerjaan kecil yang biasanya dilakukan oleh Alexa. Mulai dari menyiapkan air mandi, pakaian, hingga mengantar ke kantor, padahal Alexa juga ada di sana. Dari rumah hingga kantor tangan Zara tak berhenti gemetar. Tatapan Alexa seakan ingin mencabik-cabik jiwanya.'Hiyaaa, apa Reon sengaja melakukan ini? Aku tidak mau mati di tangan asisten gila itu!' pekik Zara setelah bebas kerja. Mondar-mandir di depan ruangan Reon. Ketika hendak pergi, Reon memanggil. Terpaksa ha
Pekerjaan fotografer menanti. Bastian terpaksa pulang meskipun ingin menetap lebih lama agar kenyataan tidak berubah menjadi mimpi. Zara yang ingin berbicara juga selalu ditahan Alexa, sehingga kesal merajuk pada Zack, padahal laki-laki itu terlalu sibuk. Mejanya berantakan penuh tumpukan dokumen dan kertas. Terkadang Zara heran mengapa Zack terlihat jauh lebih sibuk daripada Reon. "Wah, hebat sekali kau! Dihujani kertas." Zara memasuki ruangan Zack."Jadwal Pak Reon sangat padat. Bagaimana bisa dia malah bermain bersamamu? Aku harus mengatur ulang semua janjinya, dasar gadis bodoh!" Zara ternganga karena Zack menggerutu sambil bekerja. "Hei, yang kau bicarakan ada di sini." mengangkat tangan paham.Dia tahu Zack sengaja melakukannya, justru mendekati Zack."Hei, berapa usia Tuan? Kemarin aku bertanya, tapi tidak dijawab," berbisik di telinga Zack. "Ck, berisik sekali! Jangan menggangguku!" Zack kesal tanpa berhenti berpaling dari laptopnya. Zara melipat tangan di dada."Hmm,
"Dunia sedang tidak baik-baik saja. Kesalahanku hanya satu, membiarkan Zara kembali memasuki kehidupan Ryo. Virulen cinta menyebar begitu cepat. Tanpa arah, berujung pada pembalasan dendam."Setiap kata yang terucap menyapu dedaunan di jalanan. Trotoar di sore hari memanggil.Langkah ringan Forin tanpa merasakan deru debu menerpa."Jika nyawa dibayar nyawa, maka kehancuran dibayar kehancuran." Pandangan yang begitu kosong. Sadar atau tidak, dirinya menjadi manusia biasa yang berjalan di antara lalu lalang orang. Hingga di pertengah pohon Tabebuya, dia terhenti.Angin berhembus kencang membelai daun yang berterbangan. Mata redupnya melebar sempurna. Dia bertemu Zara.Mereka membatu di jarak pandang dua meter. "Forin?" Gadis itu juga sama tersentak. Darah seakan luruh di sekujur badan. Desiran angin begitu kuat menampar wajahnya. Tidak menyangkan akan bertemu di trotoar.Sunyi menghinggapi hingga klakson seseorang berbunyi di jalan raya. Mereka terjingkat ringan.Lalu, pandangan di