Aku–Margaret Phire, mengompres dahi pria yang kusukai. Ia tidak biasanya pingsan seperti itu. Tubuhnya tidak panas, dan normal. Kurasa dia kaget, karena pernyataan cinta yang kukatakan terang-terangan."Nona Kim, tolong bawakan kompres yang baru. Air ini sudah dingin." Aku mengeringkan tangan menggunakan lap bersih. Kemudian, memberikan nampan berisi mangkuk, dan kompres itu pada wanita yang berdiri di dekat guci besar."Tuan Ford beneran pingsan, ya, Nona? Apakah Anda menolaknya hingga dia kehilangan kesadaran diri?"Aku menutup mulutnya dengan apel–yang kuambil dari keranjang buah. "Hei, Nona Kim, Lucer itu hanya pingsan, bukan karena aku menolaknya, tahu!"Dia mengangguk pelan, lalu keluar dari ruangan perpustakaan. Rumah mewahku sedang mengalami renovasi. Kamarku tidak bisa digunakan, karena mengalami kebocoran. Aku hanya bisa membaringkan tubuh Lucer, pada sebuah sofa panjang di ruang membaca. Semoga dia tidak mengeluhkan hal itu nantinya.Pria yang kutunggu kesadarannya selama
Saat kutahu Chel berangkat sekolah, hari itu, aku sudah mempersiapkan cokelat permintaan maaf padanya. Alih-alih memaafkan, dia malah menuduhku yang tidak-tidak. Sangat di luar ekspektasi."Pacarmu yang mana, Chel? Aku mana kenal dengan pacar virtualmu itu." Aku tidak ingin ada kesalahpahaman di antara hubungan persahabatan kami. Membela diri adalah jalan satu-satunya, dan kurasa hanya itu yang dapat kulakukan.Gadis yang biasanya langsung percaya dengan ucapanku itu malah membentak, "Hei, mana ada orang yang bisa dipercaya di dunia ini! Kalo bukan kamu, ya, siapa lagi dong!?""Yang jelas bukan aku. Pakai logika aja, Chel. Aku nggak mungkin jadi pengkhianat di hubungan kamu.""Kalo kamu nggak ngaku, kita nggak usah temenan lagi 'selamanya', Ret. Satu lagi, aku udah nggak mau duduk di samping kamu lagi." Chel pindah ke bangku di ujung sana, tanpa melihat wajah memelas yang kupasang.Aku tidak habis pikir pada wataknya. Status yang berisi tentang foto-foto, dan video dia dan pacarnya bu
Anak-anak dari kelas atas hingga bawah membicarakan persiapan pesta dansa, yang akan dilakukan tidak lama lagi. Kertas undangan khusus wali yang ada di genggaman, kubuang di dalam tong sampah otomatis.Di dunia ini ada banyak yang tidak menyukai, ketika sudah berada di atas–puncak kesuksesan. Aku mengalami banyak masalah. Ketika mencari sosok Lucer, dia juga tidak ada. Kalau kata pepatah, "Tidak ada yang setia. Bahkan, bayanganmu sendiri pun akan meninggalkan ketika gelap datang." Itulah yang terjadi padaku. Ibarat jatuh tertimpa tangga pula. Kesialan seakan tidak ada jedanya. Melelahkan .... Nona Kim sibuk mengurusi keperluan banner baru Perusahaan Phireec, makanya dia meminta Tuan Robert untuk menggantikannya datang ke Onzer. Mereka berdua adalah dua sisi yang sama, tetapi sebenarnya berbeda. Kalau aku dipinta memilih, tentunya hak vote tertinggi ada pada Tuan Robert."Nona, bisakah kita berjalan lebih pelan? Saya sudah tua, dan tidak bisa menyamakan langkah dengan Anda." Tuan Rob
Hutan yang kutelusuri nampaknya menyesatkan. Aku berkeliling di tempat yang sama. Kubaca baik-baik peta yang sebelumnya sudah tersimpan di histori pencarian internet. Lokasinya benar, tetapi tempatnya justru seakan selalu berubah-ubah.Hari telah bertambah senja. Kalau tidak cepat-cepat sampai, aku bisa tersesat seorang diri di tengah Hutan Valarie. Mobil yang kubawa seakan selalu berada di jalan yang sama. Gawat! Aku tidak akan sampai tepat waktu di kediaman Lucer."Harusnya rumah Lucer bisa ditempuh dengan menggunakan jalan raya. Kenapa dengan peta ini? Apakah koneksiku terganggu lagi?" Aku menghidupkan ponsel, lalu mematikannya, berulang. Udara yang tidak enak mulai bercampur dengan AC mobil. Aku tidak nyaman berkendara seorang diri, di tengah-tengah jalan yang jauh dari rumah penduduk.Aku menekan tombol panggilan di nomor Lucer, berharap pria itu mengangkatnya. Setelah menunggu cukup lama, nyatanya tidak ada sahutan–hanya berdering, dibiarkan menggantung. "Ulangi saja sikap cue
Frey bersama pria yang bernama Thargo sudah lama pergi. Di ruangan yang luas tanpa ada apa-apa, selain tiang besar itu, hanya tersisa aku seorang diri. Aku memutar otak, mencari cara agar bisa menyelamatkan diri.Jika cinta adalah menjaga, kenapa Frey malah melakukan hal menyakitkan padaku? Cinta itu bukan hanya tentang menghargai keputusan, tetapi juga cara memperlakukan pasangan dengan baik. Bukankah sikapnya sudah sangat berlebihan? Aku tahu, dia sangat ingin kami bersama. Andai dia bukanlah pria dengan watak bengis, yang tertutup rapi oleh sikap manis. Andai dulunya kami tidak saling menyapa–mengenal lebih dekat. Aku ... menyesal pindah ke Kota Aluna.Kehidupan hanya berjalan satu kali, sama dengan nyawa yang dimiliki. Bertahan di tengah badai cobaan, akhirnya hanya bisa menghancurkan diri secara perlahan-lahan. Aku bisa saja memaafkan kesalahan Frey, tetapi kenapa berat sekali rasanya?kebosanan untuk membebaskan diri dari penjara kastil, mulai menghampiri hati kecilku. Dalam si
Ia memilih pergi meninggalkanku, yang menjerit ingin dirinya membebaskan raga. Pintu yang di tengahnya ada jeruji besi, sepertinya sudah menjadi bagian dari kepayahan hidup.Saat itu, Necia yang telah mengkhianati bangsanya sendiri–bangsa manusia serigala, berkata sedemikian kejamnya padaku, "Hanya menunggu waktu sebentar lagi, dan kamu akan menjadi bagian dari seorang Geofrey Zayden. Ternyata, aku memang mengambil pilihan yang tepat."Menyakitkan sekali rasanya, karena dia berhasil menuntaskan misi–untuk mengambil Lucer dari tangan kecilku. Aku harus apa? Hanya bisa menangisi diri, di balik pilihan yang tidak mampu kusesali lagi."Ratuku, kita akan segera melaksanakan upacara bulan merah permanen," ucap seorang pria yang memakai sweater tebal. Rambutnya dipotong ala-ala mafia macho–Rionzen Moonlight–yang sering menjadi peran antagonis, di dalam cerita film-film bad boy.Ikatan tangan, dan kakiku tiba-tiba dilepaskan. Dua orang gadis kecil datang sembari membawa bunga-bunga, yang dil
Pakaianku sudah disemprot dengan ribuan parfum, yang keharumannya tiada banding di Kota Aluna. Seisi ruangan berinterior klasik itu hampir setengahnya dipenuhi dengan lebarnya gaunku. Aku merasakan sesak yang teramat."Wow, Anda terlihat sangat cantik, Yang Mulia! Sejujurnya, ini adalah gaun pertama semekar bunga-bunga di musim semi. Luar biasa!" Desainer Kerajaan Swifolges yang pernah kubaca di sejarah–Nyonya Fia, memuja karynya.Andai dulunya aku tidak bolos pelajaran sejarah Aluna, mungkin nama-nama orang yang ada di dekatku sudah mampu kuhafal. Begitulah yang terjadi, jika kembali ke masa lalu, tetapi tidak punya bekal ilmu pengetahuan yang memadai."Jadi, siapa yang Anda pilih, Yang Mulia?" tanyanya kemudian.Aku canggung, mau menjawab dengan apa. Lagian, aku hampir selalu absen setiap mapel kelas Mr. Nico dimulai. Aku benar-benar naif!Karena tidak ingin dicurigai, aku pun bertanya balik, pada wanita dengan sanggul setinggi harapan itu, "Menurut Anda siapa yang akan aku pilih?"
Aku berlarian di sebuah jalan menuju ke mata air telaga tiga kehidupan: dunia, jembatan Surga-Neraka, dan tujuh tingkat hukuman, serta timpalan dari perbuatan (gerbang kematian). Nyonya Fia bilang,"Mereka yang meminum air itu tanpa menggunakan gayung, atau penadah air dapat melihat masa depan. Tapi hanya sebagian kecil saja yang bisa, karena jika tidak berhasil ... kematianlah sebagai jalan terakhir orang itu, Tuan Putri Zahra."Gaun panjang hingga menyentuh tanah menghambat pergerakanku. Tanpa membuang waktu, aku menyobek setengah pakaian khas Kerajaan Swifolges, untuk mempercepat langkah kaki."Jika kamu memang Putri Zahra Clover, coba tunjukkan sihir yang dia punya, Nona!" Sebuah pedang menghujam tepat di dinding samping kanan wajahku, kala itu.Memikirkan wajah Arsenio yang merah padam, membuat pikiranku kacau-balau. Bagaimana caranya membuat dua lelaki itu percaya padaku? Aku bukanlah putri yang cantik jelita seperti di dalam sejarah Aluna. Terjebak di dunia yang aku sendiri ti