Hutan yang kutelusuri nampaknya menyesatkan. Aku berkeliling di tempat yang sama. Kubaca baik-baik peta yang sebelumnya sudah tersimpan di histori pencarian internet. Lokasinya benar, tetapi tempatnya justru seakan selalu berubah-ubah.Hari telah bertambah senja. Kalau tidak cepat-cepat sampai, aku bisa tersesat seorang diri di tengah Hutan Valarie. Mobil yang kubawa seakan selalu berada di jalan yang sama. Gawat! Aku tidak akan sampai tepat waktu di kediaman Lucer."Harusnya rumah Lucer bisa ditempuh dengan menggunakan jalan raya. Kenapa dengan peta ini? Apakah koneksiku terganggu lagi?" Aku menghidupkan ponsel, lalu mematikannya, berulang. Udara yang tidak enak mulai bercampur dengan AC mobil. Aku tidak nyaman berkendara seorang diri, di tengah-tengah jalan yang jauh dari rumah penduduk.Aku menekan tombol panggilan di nomor Lucer, berharap pria itu mengangkatnya. Setelah menunggu cukup lama, nyatanya tidak ada sahutan–hanya berdering, dibiarkan menggantung. "Ulangi saja sikap cue
Frey bersama pria yang bernama Thargo sudah lama pergi. Di ruangan yang luas tanpa ada apa-apa, selain tiang besar itu, hanya tersisa aku seorang diri. Aku memutar otak, mencari cara agar bisa menyelamatkan diri.Jika cinta adalah menjaga, kenapa Frey malah melakukan hal menyakitkan padaku? Cinta itu bukan hanya tentang menghargai keputusan, tetapi juga cara memperlakukan pasangan dengan baik. Bukankah sikapnya sudah sangat berlebihan? Aku tahu, dia sangat ingin kami bersama. Andai dia bukanlah pria dengan watak bengis, yang tertutup rapi oleh sikap manis. Andai dulunya kami tidak saling menyapa–mengenal lebih dekat. Aku ... menyesal pindah ke Kota Aluna.Kehidupan hanya berjalan satu kali, sama dengan nyawa yang dimiliki. Bertahan di tengah badai cobaan, akhirnya hanya bisa menghancurkan diri secara perlahan-lahan. Aku bisa saja memaafkan kesalahan Frey, tetapi kenapa berat sekali rasanya?kebosanan untuk membebaskan diri dari penjara kastil, mulai menghampiri hati kecilku. Dalam si
Ia memilih pergi meninggalkanku, yang menjerit ingin dirinya membebaskan raga. Pintu yang di tengahnya ada jeruji besi, sepertinya sudah menjadi bagian dari kepayahan hidup.Saat itu, Necia yang telah mengkhianati bangsanya sendiri–bangsa manusia serigala, berkata sedemikian kejamnya padaku, "Hanya menunggu waktu sebentar lagi, dan kamu akan menjadi bagian dari seorang Geofrey Zayden. Ternyata, aku memang mengambil pilihan yang tepat."Menyakitkan sekali rasanya, karena dia berhasil menuntaskan misi–untuk mengambil Lucer dari tangan kecilku. Aku harus apa? Hanya bisa menangisi diri, di balik pilihan yang tidak mampu kusesali lagi."Ratuku, kita akan segera melaksanakan upacara bulan merah permanen," ucap seorang pria yang memakai sweater tebal. Rambutnya dipotong ala-ala mafia macho–Rionzen Moonlight–yang sering menjadi peran antagonis, di dalam cerita film-film bad boy.Ikatan tangan, dan kakiku tiba-tiba dilepaskan. Dua orang gadis kecil datang sembari membawa bunga-bunga, yang dil
Pakaianku sudah disemprot dengan ribuan parfum, yang keharumannya tiada banding di Kota Aluna. Seisi ruangan berinterior klasik itu hampir setengahnya dipenuhi dengan lebarnya gaunku. Aku merasakan sesak yang teramat."Wow, Anda terlihat sangat cantik, Yang Mulia! Sejujurnya, ini adalah gaun pertama semekar bunga-bunga di musim semi. Luar biasa!" Desainer Kerajaan Swifolges yang pernah kubaca di sejarah–Nyonya Fia, memuja karynya.Andai dulunya aku tidak bolos pelajaran sejarah Aluna, mungkin nama-nama orang yang ada di dekatku sudah mampu kuhafal. Begitulah yang terjadi, jika kembali ke masa lalu, tetapi tidak punya bekal ilmu pengetahuan yang memadai."Jadi, siapa yang Anda pilih, Yang Mulia?" tanyanya kemudian.Aku canggung, mau menjawab dengan apa. Lagian, aku hampir selalu absen setiap mapel kelas Mr. Nico dimulai. Aku benar-benar naif!Karena tidak ingin dicurigai, aku pun bertanya balik, pada wanita dengan sanggul setinggi harapan itu, "Menurut Anda siapa yang akan aku pilih?"
Aku berlarian di sebuah jalan menuju ke mata air telaga tiga kehidupan: dunia, jembatan Surga-Neraka, dan tujuh tingkat hukuman, serta timpalan dari perbuatan (gerbang kematian). Nyonya Fia bilang,"Mereka yang meminum air itu tanpa menggunakan gayung, atau penadah air dapat melihat masa depan. Tapi hanya sebagian kecil saja yang bisa, karena jika tidak berhasil ... kematianlah sebagai jalan terakhir orang itu, Tuan Putri Zahra."Gaun panjang hingga menyentuh tanah menghambat pergerakanku. Tanpa membuang waktu, aku menyobek setengah pakaian khas Kerajaan Swifolges, untuk mempercepat langkah kaki."Jika kamu memang Putri Zahra Clover, coba tunjukkan sihir yang dia punya, Nona!" Sebuah pedang menghujam tepat di dinding samping kanan wajahku, kala itu.Memikirkan wajah Arsenio yang merah padam, membuat pikiranku kacau-balau. Bagaimana caranya membuat dua lelaki itu percaya padaku? Aku bukanlah putri yang cantik jelita seperti di dalam sejarah Aluna. Terjebak di dunia yang aku sendiri ti
Aku dipinta bersembunyi pada sebuah gelembung sihir. Tuan Liu bertarung seorang diri, dan enggan untuk meminta pertolongan. Aku bisa saja membantu, tetapi gaun yang kukenakan sungguh menghambat.Pasukan black devil (iblis tameng hitam) seakan tiada habisnya bermunculan. Mereka berdatangan dari dalam jurang, dan jumlahnya lebih dari banyak. Dari awal pertarungan, aku tidak melihat sosok raja iblis. Mudah membedakannya, karena ia sangat besar juga berwarna merah menyala. Kurasa ia akan muncul, ketika Tuan Liu lengah.Telaga yang selalu bercahaya di sampingku, membuat kekhawatiran kembali muncul. Menurut sejarah Kota Aluna, para iblis bawah akan naik ke permukaan, ketika sang putri telah meminum air dari telaga.Aku memekik, tatkala sebuah bayangan merah besar muncul di hadapan, "Pendekar Liu! Tolong aku!"Dia menerjang tubuh Raja Iblis. "Musnahlah kau, Oise!"Dar!Ledakan besar terjadi. Aku terpelanting ke belakang gelembung pelindung. Tubuhku rasanya sakit sekali. Tulang-tulangku seak
Esok harinya, aku bangun siang-siang sekali. Matahari di luar sana sudah tersenyum manis. Huh! Kebiasaan buruk yang menjadi bagian dalam keseharian, sepertinya begitu susah diubah.Teringat Nona Kim yang biasanya menjadi alarm bangunku. Aku semakin merindukan masa, di mana aku hanya perlu mengerjakan bisnis, daripada memikirkan bagaimana caranya agar tetap bertahan hidup.Tidak ada jam atau penunjuk waktu di masa Swifolges. Orang-orang di zaman itu mengukur satuan masa menggunakan pantauan gerakan matahari.Kehidupan modern, penuh dengan bantuan robot-robot ciptaan manusia, dan juga kemudahan digenggaman tangan. Aku sangat merindukan ketergantungan itu.Andai aku bisa kembali secepatnya, mungkin sudah kudekap erat tubuh Nona Kim. Benar apa yang selalu diingatkannya padaku,"Jika Anda terus melakukan kegiatan yang Anda sukai–tidur dan bermalas-malasan, Anda akan menyesal kelas, Nona Phire."Prang!Suara benda jatuh membuatku cepat-cepat menyingkirkan selimut. Aku membuka pintu dengan p
Sebuah bak yang terbuat dari emas diisi air hangat. Nyonya Fia nampak lega, karena kami sampai tepat waktu–sehari sebelum acara pemilihan dua pangeran dimulai.Rambut hitam panjangku dikepang satu, dengan bunga-bunga warna-warni yang menjadi penghiasnya. Mahkota emas yang tiga sudut-sudutnya dipasangi batu intan berwarna oranye, memperindah kecantikanku.Aku duduk sambil menunggu kedatangan dua pangeran tampan. Kakiku merasa lumayan membaik, karena direndam dengan air setengah masak. Kehidupan Putri Zahra kuberi voting lima sempurna. Berbeda jauh dengan reinkarnasinya–aku, yang hidup dengan masa lalu buruk.Segelas air yang sudah kuhabiskan setengahnya, terlihat bergetar. Aku menoleh ke arah Nyonya Fia, yang sibuk mencampurkan warna lipstik alami; antara warna merah dan merah muda yang sama-sama cantik."Siapa yang membuat getaran ini?" Aku mengeluarkan kakiku dari dalam bak. "Apakah itu adalah suara sambutan pesta?""Saya rasa bukan, Yang Mulia. Seingat saya, penyambutannya memang mu