Setibanya di kampus, Gibran langsung memarkirkan kendaraannya di halaman kampus.
Mereka terburu-buru turun dan berlari menghindari gerimis yang makin lebat.
"Hunny!" seru Gibran dan mendekati Alleta.
Mereka berteduh di depan teras kampus.
"Biar aku yang bukain," kata Gibran.
Alleta hanya tersenyum manis.
Gibran langsung membuka res-sleting yang terpasang dan membuka jas yang di pakai oleh Alleta.
"Ini biar aku saja," ucap Alleta sembari memegang jas celana yang ia pakai.
Gibran mendongak, lalu menyunggingkan bibirnya sebelah, "Aku gak bakal apa-apain kamu, kok," ucapnya menggoda Alleta.
"Hish!"
Alleta mendelikkan matanya sebal.
Setelah itu, Gibran dan Alleta berjalan bersama menuju kelas.
"Hunny! Kok sepi, ya?" ucapnya.
Alleta celingukan, "Iya, ya. Kok sepi, sih!" timpalnya.
"Jangan, jangan,"
"Ah. Kita terlambat, Bunny!"
Terlihat jelas raut wajah Alleta menjadi lemas tak bersemangat.
"Hunny! Maafkan aku?" ucapnya merasa bersalah.
"Gak papa. Kita liat dulu, apa benar kita terlambat?"
"Baiklah."
Mereka terus berjalan dan sampai di depan ruang kelas tempat mereka mencari ilmu pengetahuan.
Hah...
Mereka sama-sama menghela napas berat dan pasrah.
"Gimana ini, Bunny! Kita gak bakalan bisa masuk. Kita bakalan dikasih hukuman," kata Alleta sedih.
"Maafkan aku, Hunny! Aku gak tahu kalo kita akan terlambat kayak gini!" jawabnya merasa sangat bersalah.
Alleta mengayunkan kakinya masuk kedalam kelas dengan wajah lesu.
"Assalamualaikum!" ucapnya dengan terus menunduk sedih, di ikuti oleh Gibran dari belakang.
Satu hal yang Gibran liat. Tatapan yang tajam juga menakutkan membuatnya nyalinya menciut.
Gibran langsung mensejajarkam langkahnya dengan Alleta, "Hunny! Kayaknya kita gak bakaln selamat."
"Aku tahu," jawabnya lirih.
"Maaf!"
Lagi-lagi Gibran meminta maaf. Hanya itu yang bisa ia ucapkan sekarang. Ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
"Kalian!" bentaknya sangat keras.
Gibran dan Alleta yang baru saja sampai di pinggir bangku mereka, langsung berbalik dan mendongak menatap Pak Hamdi yang memasang wajah menyeramkan.
"Sini!" katanya gaspoll.
Gibran dan Alleta saling tatap.
"Malah pandang-pandaaaangan, cepat!"
Gibran langsung menarik tangan Alleta lembut untuk berjalan kedepan.
"Ada apa, ya, Pak?" tanya Gibran sok' polos.
"Ada apa, ada apa. Kamu gak liat ini jam berapa?" tanyanya sangar.
Gibran hanya menunduk.
"Kalian tahu apa kesalahan kalian?" tanyanya dengan berjalan mondar-mondar di hadapan mereka dan tangan ia kebelakangkan.
"Telat," jawab Gibran pelan. Alleta langsung menyenggol bahu Gibran pelan.
"Sebaiknya kalian keluar, dan pulang saja!" titahnya dingin penuh penekanan.
"Ta-tapi, Pak!"
"Keluar!" bentaknya, "Kalian tidak boleh mengikuti kelas saya sekarang," tambahnya.
Mereka berdua hanya bisa pasrah dan menurut pada gurunya yang satu ini. Pak Hamdi memang terkenal sangat kejam.
"Maafkan aku, Hunny!" ucap Gibran dengan meraih tangannya.
Mereka berjalan berdua keluar dari kelas yang akan mereka ikuti, namun tidak jadi.
Di luar,
Alleta menghentikan langkah kakinya seraya berbalik menghadap Gibran.
"Bunny!"
"Hunny! Maafkan aku?" pinta Gibran lirih.
Alleta melihatnya sangatlah kasihan ia langsung mendekati Gibran dan langsung memeluknya.
"Gak papa, Bunny! Asalkan bersamamu, aku bahagia." Hibur Alleta.
"Hunny!"
Mereka malah berpelukan berdua di depan kelas mereka.
"Kantin?" usul Gibran.
"Boleh!"
Cklek...
Baru saja mau melangkahkan kakinya, sebuah pintu terbuka membuat mereka berdua berbalik menghadap pintu tersebut.
"Kalian! Besok kumpulin materi yang saya sampaikan hari ini." Titahnya.
"Pak! Gimana kita bisa tahu apa yang Bapak sampaikan sekarang!"
Pak Hamdi tidak mau tahu. Ia cukup memberitahu mereka saja dan kembali masuk kedalam kelas untuk mengajar lagi.
"Bunny!" seru Alleta terlihat sangat bingung.
"Gak usah dipikrin. Nanti aku buatin untukmu," jawabnya lembut sedikit menghibur Alleta.
"Makasih, Bunny!"
"Apapun demi kamu," jawabnya yakin.
Mereka melanjutkan langkahnya ketempat yang mereka tuju tadi.
Hai para reader yang baik dan ramah. Salam kenal semua. Saya, Rhaniie. Sering dipanggil (Dede). Itu panggilan kesayangan dari keluargaku. Hi.... Aku hanya ingin menyampaikan, ini ceritaku yang kedua disini. Jangan lupa kasih dukungannya, ya. Dengan cara : Rate! Kalo boleh, bintang lima, ya. Hihi... Vote! Berapapun seikhlas kalian. Coment! Comen apapun terserah, ya. Yang penting itu benar kenyataannya. Apalagi kalo memberikan krisar. Makasih banget. Jangan lupa! Masukan juga ke pustaka kalian. OK! Semoga cerita ini bisa menghibur kalian semua. Mengambil hikmah didalamnya, dan.... Semoga kalian diberi kesehatan selalu, panjang umur, dan di gampangkan rezekinya. Sukses semua! Makasih! Sarangheo! Salam hangat dan cinta sebanyak-banyaknya. From : Istri halunya Mas Tae. &n
Gibran dan Alleta berjalan menuju ke salah satu bangku paling pojok.Serettt…Gibran menarik sebuah kursi untuk Alleta duduki."Silahkan!" seru Gibran manis kemudian ia ikut duduk sebentar."Mau pesan apa?" tanya Gibran."Em, sepertinya bakso enak, Bunny!" ucapnya bersemangat."Pasti! Apalagi dengan cuaca yang kayak gini," tambah Gibran."Ok. Kalo gitu, aku pesan bakso aja!""Siap. Tunggu sebentar, ya?"Alleta mengangguk pelan dan Gibran langsung berdiri, melangkah menuju tempat memesan makanan.
Tak lama, suara gemuruh Mahasiswa/i yang akan pada makan di kantin kampus mulai berdatangan."Eh, ada Gibran!" seru seorang wanita tepat di samping Alleta.Gibran tersenyum menanggapinya."Gak nge las?" tanyanya.Gibran menggelengkan kepalanya, "Kita kesiangan," jawabnya."Kenapa? Pasti gara-gara jemput dia dulu, ya, kan?" tuduhnya sambil melirik Alleta sekilas.Hhhh….Alleta mendengus sebal.Gibran melihatnya jadi merasa lucu, "Enggak, kok. Karena tadi hujan lumayan deras, jadi kita neduh sebentar," jawab Gibran dengan tatapan terus fokus pada Alleta yang juga menatapnya.
Gibran melajukan motornya ke sebuah tempat yang sangat indah. Tempat yang pas untuknya menyejukkan hati yang sedang terbakar."Loh, kok, kesini?" tanya Alleta sambil turun dari motor.Gibran hanya diam. Mood-nya sedang tidak bagus.Gibran langsung berjalan tanpa mengajak Alleta terlebih dahulu."Bunnyyyy!" seru Alleta.Gibran tidak menghiraukannya. Ia terus berjalan mendekati sebuah genangan air yang sangat luas.Tepat di pinggir danau, Gibran menghentikan langkahnya.Alleta yang sedari tadi hanya mematung sambil melihatnya berjalan acuh padanya. Kini melangkahkan kakinya saat melihat Gibran sudah berhenti melangkah.
Akhirnya, Alleta dan Gibran hanya jalan-jalan di pinggir Danau saja tanpa adanya air mancur."Cape?" tanya Gibran.Alleta mengangguk pelan.Gibran menghentikan langkahnya dan mengajak Alleta untuk dulu.Alleta tersenyum. Ia duduk disamping Gibran seraya menyandarkan kepalanya ke bahu Gibran."Bunny. Kalo kamu sukses menggapai cita-citamu. Apa kamu akan melupakanku?" tanya Alleta dengan suara pelan.Gibran langsung menoleh pada Alleta, "Apa maksudmu, Hunny?""Aku takut, Bunny. Aku takut kalo kamu akan melupakan aku," jawabnya lirih."Hunny." ucap Gibran sambil mendorong kecil kepala Alleta d
Hari ini, genap sebulan Gibran bekerja di Cafe tersebut."Apa aku besok malam boleh minta cuti?" ucap Gibran sungkan.Pak Pendra tersenyum hangat. Ia menepuk bahu Gibran secara berulang-ulang."Itu terserah kamu. Kan di dalam perjanjian, aku tidak berhak memaksamu untuk terus bekerja," jawabnya mengingatkan lagi."Hehe." Gibran menampilkan giginya sedikit. "Kalo gitu, aku permisi, Pak!" ucap Gibran sopan."Silahkan. Nanti kamu hubungi Asistenku kalo mau masuk kerja lagi.""Baik, Pak! Makasih banyak, Pak!" Gibran sangat berterimakasih senang sekali mendapatkan atasan seperti Pak Pendra. Selain pengertian, Pak Pendra juga sangat baik sekali pada Gibran. Apapun yang Gibran katakan, d
Gibran memarkirkan motornya di depan halaman rumah Alleta."Eh, Nak Gibran." sapa bapaknya Alleta dari ambang pintu."Alleta-nya ada, Pak?" tanya Gibran sambil menyalami tangan bapaknya Alleta."Ada di dalam. Katanya lagi ngurus makalah buat besok." jawabnya sambil mengelus punggung Gibran lembut.Gibran mengangguk paham."Silahkan masuk. Bapak mau ke warung depan.""Makasih, Pak!"Bapaknya Alleta mengangguk, lalu pergi.Gibran masuk tanpa permisi lagi karena ia sudah dapat izin dari bapaknya Alleta.Tok…
Gibran membawa Alleta ke tempat yang sangat Alleta sukai."Pasar malam?" tanya Alleta menatap senang pada tempat yang sudah sangat ramai.Mulai dari jam 3 sore, pasar malam dibuka sampai jam 12 malam.Gibran menggandeng tangan Alleta untuk masuk ke dalam keramaian orang yang hilir mudik berlalu lalang kesana kemari sambil menggandeng anak-anaknya, ada juga yang menggandeng pacarnya seperti Alleta dan Gibran.Tapi, tak hanya itu. Ada juga yang hanya plonga-plongo kesana kemari. Mungkin lagi mencari teman untuk di gandeng. Alias nyari pasangan."Mau naik itu?" Alleta menunjuk sebuah wahana permainan perahu yang sering disebut dengan kora-kora.