Richie langsung pulang dengan penerbangan siang begitu mendapatkan kabar kalau Kimi kram hingga harus dirawat di rumah sakit. Dia cemas dan takut kalau terjadi sesuatu dengan kandungan sang istri. Sementara itu, Sara pergi ke rumah sakit setelah mendapatkan kabar dar Richie. Dia bergegas ke sana karena Richie sedang dalam perjalanan pulang dan takut jika Kimi sendirian.“Kimi.” Sara langsung berhambur masuk ke ruang inap sang putri. Kimi sudah diperiksa, dan kini diminta untuk istirahat.“Mami.” Kimi cukup terkejut melihat Sara ada di sana.“Kamu kenapa, hem?” tanya Sara begitu berada di samping ranjang Kimi. Dia mengusap lembut kening putrinya itu.“Hanya kram, Mi. Nggak ada yang fatal,” jawab Kimi sambil tersenyum.Sara sangat mencemaskan Kimi, semua terlihat dari raut wajah paniknya.“Kok Mami tahu kalau aku sakit?” tanya Kimi keheranan.“Richie telepon Mami, katanya kamu mengalami kram dan sekarang dirawat di rumah sakit,” jawab Sara.“Richie? Dia ‘kan di luar kota,” kata Kimi
Setelah dirawat sehari semalam di rumah sakit, akhirnya Kimi pulang karena kondisinya yang memang sudah lebih baik.Richie dan Kimi sudah berada di rumah, awalnya Sara meminta Kimi pulang ke rumah maminya itu, tapi karena Kimi meminta pulang, membuat Sara akhirnya tidak bisa memaksa.Richie dengan penuh perhatian mengupaskan buah, bahkan sudah membuatkan susu hamil untuk istrinya.“Makanlah.” Richie menyodorkan potongan apel ke Kimi.Kimi tersenyum lebar, membuka mulut agar suaminya menyuapi.“Kim, jika kamu berhenti bekerja saja bagaimana?” tanya Richie meminta pendapat dan tidak langsung membuat keputusan.Kimi berhenti mengunyah apel yang sudah masuk ke mulut, ditatapnya Richie yang terlihat tidak bercanda sama sekali.“Jangan berpikir aku tega, Kim. Aku hanya mencemaskan kondisimu dan bayi kita, aku tidak ingin kejadian yang lalu terulang lagi,” ucap Richie lagi karena Kimi menatapnya aneh.Kimi kembali mengunyah apel yang ada di mulut, bahkan sempat meminum susu yang dibuatkan sa
Tidak terasa kandungan Kimi kini sudah memasuki usia tujuh bulan. Hari ini Kimi menginap di rumah Sara, karena di sana akan diadakan acara tujuh bulanan untuk kehamilan Kimi.Rumah Sara terlihat begitu ramai. Mina dan sang suami juga anak kembarnya tentu juga berada di sana.“Onikim, adik bayinya sedang apa?” tanya Biru sambil menatap perut Kimi yang lumayan besar.Kimi mengelus perut dengan senyum di wajah, menatap Segara dan Biru yang terlihat memandang perutnya seolah ingin menyentuh.“Adiknya lagi bobok di dalam,” jawab Kimi.Biru mengulurkan tangan ingin menyentuh, tapi Segara mencegah.“Nanti kamu tekan.” Segara mencegah karena takut Biru menekan perut Kimi.“Biru nggak nekan,” kata Biru.Kimi tertawa melihat tingkah kedua saudara kembar itu, kemudian mengusap rambut Segara dan Biru secara bergantian.“Nggak apa-apa kalau mau sentuh, tapi tidak boleh ditekan,” ucap Kimi memberi pengertian.Biru dan Segara mengangguk, keduanya lantas menyentuh perut Kimi, mengusapnya lembut bahka
“Kondisi janinnya sehat, dia tumbuh dengan baik. Panjang dan berat pun sesuai dengan umur.”Dokter baru menjelaskan setelah selesai mengecek kondisi janin di rahim Kimi.Richie menggenggam telapak tangan Kimi, tatapannya tertuju ke monitor yang kini sedang memperlihatkan calon bayi mereka. Bola mata Richie terlihat berkaca, bahagia melihat makhluk kecil itu tumbuh dan berkembang di dalam sana.“Jenis kelaminnya apa, Dok?” tanya Kimi karena penasaran, meski awalnya berkata apa pun jenis kelamin sang bayi dia akan menerima, tapi tetap saja dia penasaran.Dokter tersenyum saat mendengar pertanyaan Kimi, lantas kembali menggerakkan alat USG hingga akhirnya berhenti di satu titik.“Sepertinya perempuan. Kelaminnya sudah tertutup paha,” kata dokter itu. “Tapi di sini tidak ada gundukan, artinya memang perempuan.”Kimi semakin mempererat genggaman tangan pada Richie, dirinya begitu bahagia dan haru dengan anugerah yang diterima.**Richie dan Kimi sudah di rumah setelah dari rumah sakit. Ked
Richie langsung membawa Kimi ke UGD. Di sana perawat langsung mengecek kondisi Kimi begitu masuk ke ruang pemeriksaan.“Apa mulasnya sudah semakin sering?” tanya perawat sambil mengecek tekanan darah Kimi.“Agak jarang, tapi ini sangat sakit,” jawab Kimi sambil menahan kontraksi yang tidak teratur.Richie begitu cemas, hingga terus menggenggam erat telapak tangan Kimi. Bukan hanya Kimi yang merasakan sakit saat akan melahirkan, tapi Richie juga merasakannya.“Apa sudah bisa dilakukan tindakan, istriku sangat kesakitan?” tanya Richie yang cemas akan kondisi Kimi.“Baru pembukaan lima, Pak. Kita masih harus menunggu sampai pembukaan sempurna,” jawab perawat yang memang tidak bisa berbuat banyak.“Dokter yang biasa mengecek kondisi dokter Kimi juga sudah dihubungi dan kini sedang dalam perjalanan kemari,” ujar perawat itu lagi.Richie bingung harus bagaimana, sedangkan dia tidak tega melihat Kimi yang meringis kesakitan.“Apa masih sakit?” tanya Richie. Ditatapnya wajah Kimi yang sedikit
Kimi sudah dipindah ke ruang inap biasa. Richie sejak tadi pun terus menemani dan tidak ada niat untuk meninggalkan istrinya itu, bahkan Richie tidak berkeinginan melihat bayi mereka yang sedang dibersihkan perawat.Sara juga yang lainnya datang ke rumah sakit termasuk Nova, setelah Richie memberi kabar. Mereka kalang kabut karena Kimi melahirkan saat mereka baru saja membuka mata.“Lihat, dia sangat cantik.” Puji Nova saat menggendong bayi Kimi.“Hidungnya sangat mancung,” ucap Sara yang berdiri di samping Nova.Para nenek berebut bayi mungil yang baru saja berumur beberapa jam itu. Mereka sama-sama ingin mendapatkan kesempatan untuk menggendong dan menimang.Berbeda dengan para nenek yang berebut cucu. Richie malah memilih fokus ke Kimi yang masih sedikit lemah meski tak seperti tadi saat di UGD. Dia menatap wajah Kimi yang masih pucat, satu tangan terus menggenggam telapak tangan Kimi seolah enggan melepas.Kimi memperhatikan Richie, merasa aneh karena sang suami sejak tadi terliha
Usia bayi Kimi dan Richie memasuki dua minggu. Setiap harinya Kimi dan Richie menjaga Marsha bergantian. Kimi akan sibuk menjaga Marsha di saat siang hari, sedangkan malam hari Richie lah yang akan menjaga saat Marsha terbangun.Seperti malam ini, sama seperti malam-malam sebelumnya. Richie terbangun karena Marsha menangis karena mengompol.“Biar aku saja,” ucap Kimi mencoba membuka lebar kelopak matanya. Dia tahu jika seharian Richie sudah bekerja, malam pun masih bergantian menjaga Marsha.“Tidak usah, kamu istirahat saja. Biar aku yang mengganti popoknya,” ujar Richie mencegah Kimi bangun.Kimi tidak tega melihat Richie harus terjaga setiap malam, meski suaminya berkata dan meminta dia untuk istirahat lagi, kenyataannya Kimi tidak bisa tidur begitu saja.Kimi bangun dan memperhatikan Richie yang sedang mengganti popok Marsha. Richie menjadi sosok ayah yang sangat perhatian dan bertanggung jawab selama dua minggu ini.Marsha masih menangis meski sudah diganti popok, ternyata bayi mu
Kimi panik saat mengetahui Richie sakit, belum lagi wajah suaminya begitu pucat dan Richie pun enggan bangun karena tubuh lemas dan suhu badan yang hampir empat puluh derajat Celsius saat diperiksa dengan termometer. Kimi pun memutuskan mengambil ponselnya, kemudian menghubungi Sara.“Halo, Mi.”“Halo, Kim. Ada apa?” tanya Sara dari seberang panggilan.“Mami bisa ke sini? Richie sakit, Mi. Aku tidak bisa mengurus Marsha dan Richie bersamaan,” ujar Kimi menjawab pertanyaan Sara.“Kamu tenang jangan panik! Mami akan segera ke sana.”Kimi bersyukur sang mami mau datang ke rumahnya. Setidaknya Sara bisa membantunya mengurus Marsha, selagi dia mengurus Richie.Marsha sendiri sudah tertidur pulas setelah kenyang. Bayi mungil itu tidur di samping Richie dan hanya terhalang guling.Kimi duduk di tepian ranjang, menatap Richie yang masih memejamkan mata. Tangannya terulur, sebelum kemudian menyentuh kening Richie dan mengusapnya lembut.“Kimi,” lirih Richie saat merasakan sentuhan tangan Kimi