Gery cukup marah ketika tahu bahwa lagi-lagi Eve mengadukan perihal pemecatan Dave kepada neneknya. Namun, belum sempat ia mengkonfrontir sang nenek yang dengan terlalu baik hatinya memberikan pekerjaan di divisi lain untuk Dave, ia sudah disibukkan dengan banyaknya pekerjaan yang ditinggalkan oleh sang mantan asisten.Sofia langsung mengingatkannya bahwa ia harus segera mencari asisten lain pengganti Dave. Dan wanita yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri juga oleh Gery itu malah dengan cueknya mengusulkan nama Eve. Sementara Nyonya Daphne hanya diam dan memperhatikan reaksi cucunya yang mondar-mandir bingung.“Bagaimana kalau Nona Eve saja yang diminta untuk menggantikan posisi Dave, Pak?” usul Sofia.Tentu saja Gery terperangah mendengarnya. “Astaga! Jangan pernah sebut nama itu di depanku, Sofia. Kalau tidak, mulai sekarang aku akan berhenti menganggapmu sebagai penasihat yang bijak!” tegur Gery sarkastik.Sofia mendesah panjang. “Tapi mencari seorang asisten yang kompeten t
“Siang Eve, mari silakan duduk. Aku sudah menunggumu,” jawab Nyonya Daphne.Eve menarik bibirnya tersenyum meskipun dalam dadanya masih berdebar kencang, ingin tahu apa sebenarnya keperluan Nyonya Daphne terhadapnya hari itu.Ia lantas duduk di hadapan sang Nyonya sambil berusaha keras menyamankan dirinya. Sofia segera datang kembali dengan membawa nampan berisi minuman dingin untuknya.“Terima kasih sekali, Bu Sofia,” ujar Eve seraya langsung menyeruput minumannya. Cukup memberikan kesejukan di tenggorokan yang diharapkan juga bisa mendinginkan perasaannya. Astaga, lain waktu ia harus berterima kasih secara khusus kepada Sofia karena wanita itu seringkali menyelamatkannya dari kondisi yang tidak nyaman bahkan tanpa diminta.Sejenak hening meraja. Nyonya Daphne sepertinya menunggu hingga Eve selesai menikmati minuman dinginnya baru kemudian ia bersuara.“Kau sedang sibuk di divisimu, Eve?” tanya sang Nyonya mengawali pembicaraan.“Yeah, lumayan banyak, Nyonya. Sesungguhnya Bu Jenni me
“Oh, astaga! Apa harus sekarang juga, Sofia?” tanya Gery sambil melempar pandangan tak sukanya pada kehadiran Eve di ruangan tersebut.“Tuh, kan. Kubilang juga apa, Bu. Dia pasti menolak keras,” ucap Eve lirih dari belakang tubuh Sofia.“Pak, ini perintah Nyonya Daphne. Lagipula saya rasa memang Anda membutuhkan bantuan Nona Eve saat ini juga. Lihat saja itu,” jawab Sofia seraya telunjuknya mengarah kepada tumpukan berkas yang memang baru saja diambil Gery dari ruangan Dave.Sedari tadi Gery sedang akan mencari data untuk presentasi di meeting mendatang tapi tak tahu di mana Dave menyimpannya. Alhasil, ia jadi harus mencarinya di antara seluruh tumpukan yang ada, tanpa petunjuk sama sekali. Dan hal itu membuatnya pusing sejak tadi! Ya, faktanya memang ia segera butuh bantuan. Tapi dari Eve? Ya ampun!“Kalau Anda keberatan aku bisa kembali ke Bu Jenni dengan sangat senang hati,” ujar Eve dengan berani sambil berharap dalam hati Gery akan mengiyakan hal itu.Gery lantas menoleh ke arah
Sore harinya sebelum jam pulang kantor, Nyonya Daphne sengaja mendatangi ruangan Eve untuk memberitahukan secara langsung undangannya.“Eve, bisa kau datang ke kediaman kami nanti malam?” tanya Nyonya Daphne setelah berada di ruangan sempit tempat kerja Eve tersebut.“Ap-apa, Nyonya? Ke kediaman Nyonya? Tapi untuk apa?” tanya Eve terkejut sekali mendengar undangan mendadak tersebut. Ayolah, pergi ke rumah Gery--bos yang dibencinya itu? Ogah sekali rasanya!“Aku mengundangmu untuk makan malam bersama kami, aku dan Gery. Kita rasanya butuh saling lebih mengenal satu sama lain agar bisa bekerja sama dengan jauh lebih baik,” jawab Nyonya Daphne yang ditemani juga oleh Sofia. Kali ini Sofia tidak mengatakan apa pun. Tapi jelas sekali bahwa wanita itu pun adalah salah satu penggagas rencana Nyonya Daphne tersebut.Otak Eve langsung berpikir keras mencari alasan apa yang bisa dipakainya untuk menolak undangan itu. Penolakan yang tidak akan membuat sang atasan yang sudah banyak membantunya it
“Siapa di luar, Ma?” Pak James bertanya kepada istrinya kala ada sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan pintu pagar rumah mereka. Karena Eve tidak memiliki satpan rumah, maka harus Bu Kate yang bergegas membukakan pintu untuk sang tamu.“Itu sopir dari keluarga Foster, Pa, bos di Vinestra. Kau tahu, anak kita diundang makan malam oleh Nyonya Daphne, pemilik dari Vinestra,” jawab Bu Kate sambi tersenyum bangga.Tampak Pak James mengernyitkan keningnya, “Wah, bisa begitu, ya? Sampai dijemput dengan mobil mewah begitu,” ucap sang suami.“Begitulah, kita doakan saja Eve tidak membuat masalah, Pa. Papa kan tau sendiri dia itu tidak bisa dikekang. Dan bosnya yang masih muda itu lumayan otoriter sepertinya. Mama takut Eve malah bersikap tidak sopan pada mereka,” keluh Bu Kate yang masih khawatir akan sikap Eve di sana nantinya.“Kurasa Eve akan bisa menjaga dirinya, Ma. Jangan cemas begitu,” hibur Pak James kemudian terdiam dan melempar senyum kepada putrinya yang kini sedang menuju ke a
Usai makan malam yang Eve lewati dengan hambar karena rasa penasarannya, benarlah Nyonya Daphne mengajaknya berkeliling ke ruangan besar di bagian dalam dari lorong ke dua yang mengarah ke kamar-kamar penghuninya.Ketika pintu dibukakan oleh snag pelayan yang mengikuti kami, Eve disambut oleh pemandangan seantero dinding yang penuh dengan foto keluarga itu. Memang tadi di ruang tamu maupun di ruang makan juga sudah ada sebuah pigora megah yang tergantung berisi foto keluarga Foster, tetapi hanya satu di tiap ruangan, sementara di ruangan yang satu ini terdapat banyak sekali, hampir tak terhitung oleh Eve meskipun ia mencoba menghitung cepat melalui ekor matanya.Tampaknya segala moment diabadikan di dalam foto lalu dibingkai dalam pigura yang mewah dan diletakkan di sana sebagai kenangan terakhir yang ditinggalkan oleh kedua orang tua Gery dan juga mendiang kakeknya.“Di sini adalah tempat tersimpannya kenangan dari seluruh anggota keluarga Foster, Eve. Kami memang sudah digariskan me
Eve terenyuh juga mendengar kisah masa lalu Gery tersebut. Ia mendesah panjang dan mencoba menyembunyikan rasa simpatinya karena tak ingin disangka semudah itu mengubah rasa. Tapi, ketika kemudian Nyonya Daphne menceritakan kisah pilu selanjutnya, pertahanan Eve roboh seketika. Ia langsung merasa begitu iba kepada nasib yang dialami oleh Gery dan sepertinya bisa memaklumi perubahan sikapnya setelah mengalami dua kejadian super memilukan itu.“Dia baru sedikit lebih bisa ceria ketika bertemu dengan Cheryl. Gadis cantik teman sekolahnya itu seringkali menjadi alasan kebahagiaan Gery kala ia bercerita tentang moment yang dilaluinya di sekolah dengan gadis itu.” Nyonya Daphne bercerita.Eve terus diam mendengarkan dengan seksama kisah yang semakin menarik itu. Rasnaya ia mulai bisa menelisik bagaimana kepribadian Gery pada mulanya.“Sampai kuliah mereka terus memilih satu sekolah dan kampus yang sama. Bahkan kami, saya dan orangtua Cheryl, sudah bersepakat akan menjodohkan keduanya ketika
“Jangan mentang-mentang kau dekat dengan nenekku lalu kau bisa seenaknya di sini. Lekas kerjakan pekerjaanmu!” Gery menegur Eve yang saat itu tengah mengobrol sebentar dengan seorang temannya di koridor kantor. Eve terbelalak karena malu ditegur di depan karyawan lain. Padahal ia hanya sedang menanyakan perihal sebuah berkas yang ia butuhkan untuk mendukung pekerjaannya. Namun, HENDak langsung membantah ia tak bisa sebab usai menegur Eve dengan semena-mena tadi, Gery langsung ngeloyor pergi. Tinggallah Eve yang memerah mukanya setengah malu dan setengah marah. “Ingin kuhajar saja rasanya dia!” umpat Eve. Rekan kerjanya terkikik geli, “Memangnya kau berani dengan Pak Gery?” cibir sang rekan. “Ngapain takut sama kulkas angkuh kayak gitu! Aku nggak takut selama aku tidak berbuat salah,” jawab Eve dengan tegasnya. “Yah, aku juga tahu sih kamu dekat dengan Nyonya Daphne. Tentu saja kau berani, pelindungmu luar bisa, haha.” Lagi, rekannya tadi mencibir. Eve kemudian memutar bola matany