Polisi baru datang ketika Dave sudah tak berdaya. Mereka membelenggu pria itu dan membawanya masuk ke dalam mobil patroli. Eve yang tak berhenti menangis, dituntun oleh Sofia keluar dari gedung kecil itu. Sementara Gery, memilih tetap mengendarai motor milik Arnold dan mengekor di belakang mobil keluarga Foster.Amarah yang beberapa menit lalu membumbung akhirnya kini perlahan reda, meski degup jantung masih bertalu-talu menyesakkan. Setidaknya Gery lega, Dave tidak menyentuh apalagi melukai Eve.Kuda besi itu terus bergerak gagah meski yang menungganginya lelah luar biasa. Gery mengabaikan kepala beratnya dan terus melaju ke arah rumah Eve. Ia merasa bahwa semua ini adalah tanggung jawabnya penuh. Jika bukan gara-gara dirinya, tidak mungkin Eve berada dalam situasi yang pasti akan membuatnya merasa trauma.Kate membuka pintu, dan setelah melihat yang datang adalah sang putri ia pun segera merengkuh tubuh lemah itu. Menciuminya tanpa jeda dengan terus berlinangan air mata."Eve, putri
"Nak, ini sarapannya." James datang dengan mangkuk berisi bubur gandum. Pria itu bergabung dengan anak dan istrinya yang duduk berpelukan di sofa. "Ayah suapin, ya?"Kate tersenyum, sementara Eve tergelak sedikit. "Ayah, Eve, kan, sudah besar." Eve semakin membenamkan kepalanya ke dada sang ibu, membuat James mengingat masa-masa kecil sang putri."Bukan tentang dirimu yang sudah besar, Nak, tapi andaikan kami tetap tidak menyadari bahwa dirimu diculik orang sehingga membuatmu tak dapat kembali pada ayah dan ibu, entah apa yang akan terjadi selanjutnya," batin James perih.Kate yang melihat mata sang suami kembali berkaca-kaca pun berusaha menegakkan punggung sang putri. "Ayo, sudah lama, kan, kamu tidak makan disuapi ayahmu?""Ah, ibu juga kenapa, sih? Jangan bilang kalian melakukan ini karena teringat hampir kehilangan Eve."Kalimat itu, benar-benar menusuk hati James dan Kate dengan sedalam-dalamnya tusukan. Sama sekali tidak salah apa yang diucapkan sang putri. Seketika James meras
"Sofia." Nyonya Daphne meletakkan pisau dan garpunya di atas piring yang sudah kosong. "aku khawatir dengan Eve. Bagaimana kira-kira keadaan gadis itu?" Mata tua wanita itu tampak menerawang jauh. "pasti dia sangat trauma."Sofia yang juga baru saja selesai menyantap sarapannya hanya diam. Wanita itu ingat betul bagaimana Eve membenamkan kepala pada kaki yang ditekuk, menangis, dan meracau sebab tubuhnya menggigil, sementara kening gadis itu sangat panas."Nyonya, sadarlah, Nyonya! Ini saya Sofia!"Tak menjawab, tapi terdengar suaranya gemetaran."Nyonya, jangan begini!" Sofia menarik tubuh Eve dan membawanya dalam pelukan."Lepaskan aku ... aku salah apa ...." Suara itu kian kentara. Seketika hati Sofia terasa teriris. Kasihan sekali gadis ini, bahkan ia tidak tahu sebab dirinya diculik."Nyonya!" Sofia mengangkat paksa wajah Eve. "lihat saya, Nyonya! Saya Sofia! Mari kita pulang!"Dalam kesadaran yang memprihatinkan, Eve tersenyum mengejek. "Kenapa aku terus diberi mimpi yang seakan
Gery baru membuka ponsel saat meeting telah usai. Semua staf sudah keluar dari ruangan 8x4 tersebut, jadi ia bebas berekspresi dalam menanggapi pesan yang berjubel dalam notifikasi alat komunikasinya.Puluhan panggilan tak terjawab dari Cheryl, membuat kening Gery mengernyit. Selanjutnya, dengan tenang ia membuka pesan dari gadis itu."Gery angkat teleponnya!"Gery memulai membaca dari pesan yang paling atas."Gery, aku mau berbicara!""Gery, kamu di mana?""Gery, tolong angkat teleponnya! Aku mau berbicara!""Gery, cepat beri klarifikasi ke publik bahwa sesungguhnya dalang di balik penculikan Eve bukan aku! Dave! Hanya Dave yang merencanakan itu bukan aku!"Gery memejam. Sungguh, ia benar-benar merasa asing dengan Cheryl yang saat ini. Gadis itu semakin lama semakin terlihat perubahannya. Bukan bertambah baik, tapi ... ah! Sungguh, Gery dulu memang sangat mencintainya, tapi semenjak gadis itu membuat ulah, rasanya cintanya perlahan menguap."Gery, kamu sudah online tapi kenapa tidak
Berhari-hari Gery memikirkan hal ini. Ingin sekali mendatangi Eve dan membicarakan semuanya, tapi rasanya waktunya belum tepat, karena pasti ada perdebatan nanti di sana. Gery hanya bisa bersabar sembari menunggu kira-kira Eve sudah lebih baik lagi keadaannya.Maka, di hari ke lima pasca perbincangan penuh kejutan itu, dengan sangat kebetulan Gery yang berniat mengunjungi Eve sepulang dari kantor malah bertemu dengan gadis itu di lobi. Eve masuk bekerja hari ini.Sebenarnya ada bahagia di hati Gery saat berpapasan dengan gadis itu, tapi ia lebih memilih diam, menyembunyikan senyumnya. Bagaimana pun, sebelumnya mereka belum berbaikan, maka Gery harus mempertahankan sikapnya.Semua berjalan seperti biasa, sampai pada waktu istirahat Gery menghampiri Eve yang masih menata berkas-berkas."Ada yang ingin saya bicarakan. Saya tunggu di mobil."Eve tercengang. Ditunggu di mobil? Tapi tak ingin berpikiran macam-macam karena kemarin saja sang bos telah menolongnya, maka Eve mengangguk.Lima m
Langit sudah menjingga, satu per satu karyawan dari perusahaan Vinestra pulang ke rumahnya masing-masing termasuk Eve, akan tetapi ada yang berbeda dari gadis itu. Wajahnya tampak begitu bahagia, senyuman merekah di bibirnya. Bahkan Eve menyapa setiap karyawan yang ia jumpai.“Hah! Entah kenapa, tapi aku sangat senang hari ini!” seru Eve berjingkrak di depan mobil biru elektrik miliknya. Gadis itu bahkan menggigiti tasnya.“Nona Eve, belum pulang?” sapa satpam yang baru saja keluar dari dapur kantor membawa secangkir kopi.“E–eh, ini mau pulang Pak. Duluan ya,” ujar Eve gugup lalu masuk ke mobilnya.Eve menyalakan mobil dan melaju menuju rumahnya, sepanjang jalan ia terus bersenandung riang tanpa terganggu sedikit pun oleh bisingnya kendaraan di sekitarnya. Sesampainya di rumah, Eve keluar dari mobil dan berjalan menuju ke rumahnya, ia berlenggak-lenggok sembari menyapa bunga-bunga di halaman rumahnya.“Selamat sore!” sapa Eve saat memasuki rumah. Ia berlari kecil menghampiri ibu dan
Sinar kuning kemerahan telah muncul menggeser sang rembulan, burung berkicau menyambut sang fajar, para manusia di belahan bumi yang terkena sinarnya pun beraktivitas seperti biasa, sama halnya dengan Gery.“Bagaimana ini? Jika saya pergi ke kantor pasti Eve akan mengejek saya sama seperti kemarin, tapi jika datang pasti akan ada banyak pekerjaan yang tertunda,” gumam Gery sembari berjalan mondar-mandir di depan cermin. “Haruskah saya menyuruh Arnold membawakan berkas yang harus saya urus ke rumah? Ah, tidak. Oma pasti akan memarahi saya,” imbuh Gery.Pria itu tampak sangat kebingungan, harus bagaimana ia bersikap di hadapan Eve nantinya? Gery masih belum siap digencar begitu banyak pertanyaan oleh Eve. Hingga akhirnya pria itu memutuskan untuk datang ke kantor pagi-pagi sebelum para karyawannya, sengaja Gery datang lebih awal agar tidak berpapasan dengan Eve.“Ini pasti akan berhasil!” gumam Gery sembari membuka pintu ruangannya. Ia duduk di kursinya sembari menatap tumpukan berkas.
Cheryl menyambar handuk lalu berjalan ke kamar mandi. Dilihatnya air hangat yang telah disiapkan di dalam bathtub. Setelah beberapa detik menatap air, Cheryl mulai melepaskan pakaiannya."Argh ... rasanya membosankan," keluh Cheryl.Wanita itu mulai merendam dirinya di dalam bathtub. Cheryl merasa bosan dengan keadaannya yang sekarang."Eve bisa-bisanya dia lolos, Dave memang tidak bisa diandalkan. Ini tidak bisa dibiarkan, namaku tercemar gara-gara manusia tidak tahu diri itu."Wajah Cheryl kini merah padam, mengingat Eve bisa lolos dari rencana busuknya. Cheryl menyalahkan Dave, karena pria itu tidak bisa diandalkan. Cheryl kesal karena namanya sekarang tercemar gara-gara Eve."Dave tidak bisa bekerja dengan becus. Bukannya melakukan pekerjaan dengan baik, malah berujung di jeruji besi," gerutu Cheryl.Cheryl memejamkan matanya, merasakan hangatnya air yang merendam dirinya. Ingin rasanya bayang-bayang kegagalan itu menjauh dari pikirannya.Setelah merasa cukup berendam, Cheryl mula