Untung Aidan datang diwaktu yang tepat. Jika tidak, mungkin gadis yang sedang dirangkul olehnya ini sudah terjatuh. Di tatapnya wajah gadis yang sampai saat ini masih menjadi penghuni di hatinya. Gadis itu nampak pucat, dan tatapan matanya pun lemah.
“Gladys, are you ok?” tanya Aidan khawatir.
Gadis itu balas menatap Aidan dengan tatapan lemahnya. Mereka bertatapan selama beberapa detik. Sampai akhirnya sang gadis tersadar dan mencoba berdiri melepaskan rangkulan Aidan.
“Ah, Maaf. Aku baik-baik saja,” jawab Gladys lemah. Dia berbohong. Gladys sedang tidak baik-baik saja, kepalanya masih pusing dan kakinya masih terasa lemah untuk menopang badannya yang kecil itu.
“Sepertinya kamu sedang tidak baik-baik, saja. Biar ku bantu duduk di sana,” ucap Aidan khawatir. Laki-laki itu tidak bisa dibohongi, dia sudah mengenal Gladys beberapa tahun.
“Nggak papa, aku bisa sendiri, Aidan,” timpal Gladys yang tak ingi
“Gladys, kenapa?” tanya Erza yang langsung menghampiri Gladys.Gladys mengangkat tangannya, memberikan isyarat bahwa dia baik-baik saja. “Aku tidak apa-apa,” jawabnya yang kemudian menggelengkan kepalanya. Mencoba untuk menahan rasa sakitnya. Setidaknya ini tidak sesakit tadi, jadi Gladys masih bisa menahannya.“Serius?” Erza mencoba memastikan.Gladys mengangguk sambil tersenyum. “Iya. Maaf membuat Mas Erza khawatir,” ucap Gladys.“Kamu duduk saja. Sepertinya kamu terlalu lelah bekerja.” Tiba-tiba saja laki-laki berjas abu-abu itu berucap pada Gladys.Gladys tersenyum menyapa laki-laki itu. “Ah, iya, Pak. Mohon maaf atas ketidak nyamanannya,” ucap Gladys merasa tak enak pada laki-laki itu.Jika dilihat dari penampilannya yang sangat rapi, pasti laki-laki itu adalah tamu penting atasannya. Apalagi dia datang bersama dengan Erza. Tapi siapa?“Tadi siapa namam
“Pak Tony, kita kembali saja,” ucap Keenan pada supirnya, mereka berdua sedang dalam perjalanan menuju tempat pertemuan.“Eh? Kembali ke rumah maksudnya, Mas?” tanya Pak Tony sambil melirik pada kaca spion yang ada di atas.“Iya.”“Tapi acara Mas Keenan bagaimana?”“Tidak usah banyak bicara. Saya bilang kembali ke rumah!” sentak Keenan yang tak suka jika perintahnya tak segera dilakukan.Pak Tony tersentak, dia mengangguk pelan sambil menelan salivanya kasar. “Ba-baik, Mas. Mohon maaf.” Seketika Pak Tony langsung membanting kemudinya dan putar arah.Pikiran Keenan sekarang tidak tenang. Rasa gelisah menjalar dalam dirinya. Dia mengkhawatirkan kondisi Gladys. Tadi gadis itu terlihat sangat pucat sekali. Dari pada nanti dia menyesal, jadi Keenan memutuskan untuk membatalkan agendanya malam ini.Saat mobil milik Keenan sampai di beranda rumahnya, buru-buru laki
“Ini untukmu,” kata Keenan sambil memberikan dua buah jinjingan berwarna putih pada Gladys.Gladys melirik ke arah Keenan dengan tatapan sinis. ‘Apa ini? Hadiah?’ Gladys mendengus kesal. Untuk apa laki-laki itu repot-repot memberikan dua buah totebag yang sepertinya berisi barang mewah.“Kenapa kamu menatapku seperti itu? Dasar perempuan tidak tahu terima kasih!” Keenan menyindir.“Terima kasih, tapi aku tidak butuh!” timpal Gladys yang kemudian pergi dari ruang makan dan hendak kembali ke kamarnya. Dia baru saja menyelesaikan makan malamnya.“Kamu akan membutuhkannya,” sergah Keenan.Gladys berdecih dan tak menghiraukan Keenan. Namun tangan laki-laki itu menarik bahu Gladys, sehingga membuat gadis itu berbalik ke arahnya.“Aku bilang kamu akan membutuhkannya!” Keenan menegaskan lagi kalimatnya barusan.“Untuk apa? Aku tidak butuh barang mewah darimu. Itu ak
“Selamat datang, Keenan,” sambut Adrian saat melihat keponakan kesayangannya itu datang. “Dan selamat datang, Gladys,” imbuhnya sambil melihat ke arah gadis berbalut dress berwarna lilac.“Selamat malam, Pak Adrian,” ucap Gladys sambil memberikan senyuman manisnya.“Kamu cantik. Kamu mirip seseorang yang ku kenal,” celetuk Adrian.“Eh, siapa Pak?” tanya Gladys penasaran.Keenan berdecih. “Tidak usah menggoda sekretarisku, Om. Dasar anak dan bapak sama saja,” sindir Keenan kesal.Gladys langsung menyikut Keenan. Sungguh tidak sopan berkata demikian pada orang yang jauh lebih tua. Terlebih itu adalah anggota keluarganya sendiri.“Hahaha.” Adrian tertawa ketika mendengar sindiran yang dilayakan Keenan untuknya. “Tenang saja, aku tidak akan merekrut dia untuk jadi asistenku, Keenan. Tapi mungkin, aku bisa merekrut dia menjadi calon menantuku,” tambah
“Hmmp ….” Gladys meronta, mencoba melepaskan dirinya dari rengkuhan Aidan. Kenapa laki-laki ini tiba-tiba mencium Gladys? Ini bukan seperti Aidan yang Gladys kenal. Namun laki-laki berlesung pipi itu terus memaksa, sampai akhirnya Gladys menyerah. Sial! Lama-lama Gladys terbawa suasana dan menikmati pagutan bibir Aidan.Seperti ada kupu-kupu yang menari di perut Gladys. Gadis itu merasakan luapan perasaan senang. Karena tidak dapat dia pungkiri, jika dirinya masih memiliki perasaan pada Aidan.Aidan melepaskan pagutan bibir itu dan menatap Gladys dengan tatapan yang dalam. Seolah matanya itu berkata bahwa dia menginginkan Gladys malam ini juga. Tak tahan dengan perasaannya yang menggebu, Aidan langsung menarik Gladys ke tempat yang aman dan tidak terbuka.***Di sisi lain, Keenan mencoba mengedarkan pandangannya. Laki-laki itu sedang menunggu kedatangan Gladys yang sudah lumayan cukup lama tidak kembali dari
“Gladys!” Keenan berteriak lalu berlari menghampiri Gladys yang sudah terkulai di depan lift. Tak hanya Keenan yang mencoba menolong gadis itu, tapi beberapa tamu yang ada di dekat sana pun mencoba membantu Gladys.Keenan mencoba menyingkirkan orang-orang yang menghalanginya. Dia langsung menggendong Gladys yang sudah tak sadarkan diri.“Minggir!” seru Keenan yang kemudian langsung menaiki lift. Beruntung tadi ada orang lain yang dengan cekatan memencet tombol lift untuknya.“Dys, bangun!” Keenan memanggil Gladys, berharap gadis itu membuka kedua kelopak matanya. Namun, usahanya itu sia-sia karena Gladys benar-benar tak meresponnya. Sesampainya dia di basement, Keenan langsung menuju mobilnya. Menidurkan Gladys di jok belakang dan langsung mengemudikan mobilnya keluar dari hotel tersebut.“Ah, sial! Harusnya tadi aku ikut mengantarnya ke toilet,” sesal Keenan yang memukul kemudinya.Sesampainya di seb
Gladys sedang duduk sembari mengupas buah apel. Dia masih mencoba mengingat kejadian semalam. Rasanya sangat aneh, dia bisa sampai melupakan kejadian yang membuatnya dia pingsan.“Aaaw!” Gladys meringis kesakitan, sampai-sampai dia menjatuhkan pisau yang sedang dipegangnya. Kenapa setiap dia berusaha mengingat memori dalam otaknya, kepalanya ini selalu berdenyut? Biasanya dia tak pernah seperti ini sebelumnya.“Kamu kenapa?” tanya Keenan yang baru saja masuk ke dalam kamar rawat Gladys. Laki-laki itu langsung berlari ke arah Gladys dengan ekspresi khawatir.Untuk sesaat Gladys termangu saat melihat ekspresi wajah Keenan yang seperti itu. Semengkhawatirkan itu kah kondisi Gladys? Sampai-sampai laki-laki kejam itu memasang ekspresi wajah yang sangat tidak biasa? Apa dia sedang sekarang sedang dalam mode waras? Tapi jika dia khawatir seperti ini, hati Gladys terasa menghangat.“Dys?”Sekejap Gladys menggelengkan kep
‘Oh, Tuhan! Kenapa keberuntungan tidak berpihak padaku hari ini?’ batin gadis bersurai pendek.Gladys menatap dengan tatapan cemas, ketika melihat sosok laki-laki yang dia kenali itu datang menghampirinya. Dengan sekejap mata, dia sudah bisa mengetahui bahwa laki-laki itu tidak suka dengan apa yang sedang dilihatnya. Gladys dan Aidan hanya bisa mematung sampai laki-laki itu benar-benar berdiri di samping sang gadis.“Sedang apa kalian?” tanya laki-laki itu penuh selidik dan kecurigaan.“Sedang mengobrol. Apa kamu tidak lihat?” timpal Aidan dengan tatapan tajam. Seolah tak ingin kalah dari aura Keenan yang terkesan sangat mendominasi sekitar.“Harus sambil pegangan tangan?” Mata Keenan mengarah pada tangan Aidan yang sedang mencengkram pergelangan tangan Gladys.Dengan secepat kilat, Aidan melepaskan cengkramannya. Laki-laki itu membuang muka, merasa kepergok oleh sepupu … ah tidak, karena ini d