Kuy sebelum baca vote dulu.
Berasal dari mana aja nih kalian?
_________________
Lyra menggeliat dari tidurnya. Mengucek mata yang masih terpejam. Bangkit perlahan dan duduk di tepi sofa. Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan. Tidak ada siapa-siapa. Hanya ada suara detak jarum jam yang terdengar.
Sudah pukul delapan malam. Reksa belum juga pulang. Tadi Lyra sedang menonton televisi sembari menunggu suaminya pulang, malah dia ketiduran.
Akhir-akhir ini Reksa sering pulang malam. Kerjaannya sedang padat dan mengharuskan ia lembur. Lyra hampir mati kebosanan menjadi penunggu rumah sejak dirinya resign dari kantor. Apalagi dalam keadaan Reksa yang sering pulang malam. Padahal usia kandungannya sudah menginjak sembilan bulan. Pergerakan Lyra mulai terbatas. Harusnya Reksa mengurangi kegiatannya di kantor. Bagaimana jika sewaktu-waktu istrinya melahirkan? Reksa sudah mengusulkan agar Lyra tinggal di rumah Mami Loui untuk sementara, tap
Derap langkah terdengar keras dan cepat. Reksa dan Bastian baru saja melakukan meeting dengan E.R Grup terkait kerjasamanya dalam pembangunan sebuah hotel di Pulau Maluku.Ini merupakan proyek pertamanya di bidang perhotelan. Ia menanamkan lima puluh persen sahamnya pada bisnis itu. Ia dan Bastian sudah memperhitungkan matang-matang sebelum memutuskan merambah ke bisnis perhotelan dan pariwisata jauh sebelum mega proyek kota mandiri baru di-release.Mega proyek kota mandiri, masih dalam tahap pembangunan. Akan memakan waktu yang lumayan lama untuk menjadikan kota itu sesuai dengan rancangan. Saat ini pengembang sedang membangun 58 tower, dengan total unit mencapai 23.500. Dari tower yang sedang dibangun tersebut, pihak pengembang mengaku telah menjual 70 persen unit. Ini pencapaian yang fantastis."Kita harus menghubungi pihak pengembang kembali. Usahakan akhir tahun ini kita bisa melakukan topping off dan serah terima kunci," uja
Reksa melipat lengan kemejanya hingga siku. Dasi yang tadi pagi siang masih melekat sempurna di lehernya entah ke mana sekarang perginya. Pelipisnya terus mengucurkan buliran keringat. Mulutnya tidak berhenti mengucapkan kata-kata penyemangat untuk istrinya yang masih menahan sakit pada perutnya. Tangannya juga menggenggam tangan Lyra menyalurkan kekuatan. Sebelah tangan yang lain mengusap berulang kepala Lyra yang sesekali meringis kesakitan."Reksa, ini sakit banget," keluh Lyra lirih. Wajahnya memucat."Sabar, ya, Sayang. Sebentar lagi ini akan selesai. Kamu pasti kuat." Reksa terus meyakinkan.Lyra menahan napas kuat-kuat saat kontraksi semakin menguat. Rasanya ingin ia keluarkan segera isi di dalam perutnya. Ia benar-benar tidak tahan.Jeda kontraksi semakin sering. Rasa sakit yang mengiringi kini berdampingan dengan rasa mulas yang luar biasa. Sekuat tenaga Lyra menahan agar tidak mengejan kare
Jam dinding menunjukkan pukul tujuh malam. Lampu-lampu sudah mulai dipadamkan. Hanya beberapa meja yang masih tampak terang. Itu artinya, penghuni di dalamnya masih ada. Namun, satu per satu akhirnya ikut padam juga. Kecuali, lampu di dalam sebuah ruangan yang pintunya bertuliskan General Manager.Penghuninya masih tampak sibuk membolak-balik lembar demi lembar kertas kerja yang berada di tangannya. Sesekali mengerutkan kening, menggeleng, dan menggerak-gerakkan bibirnya.Bunyi bel sudah dari tadi terdengar. Itu artinya pergantian sif malam sudah dimulai.Reksa Abimana, masih betah berada di atas kursi putarnya. Seolah ada masalah pelik yang membuatnya belum juga keluar dari ruang kerja. Hingga sebuah ketukan terdengar pun ia tidak merespons. Seorang gadis berpenampilan menarik memasuki ruang kerjanya."Ada apa, Na?" tanya Reksa tanpa menoleh dari fail di hadapannya."Pul
Hari ini, Reksa makan siang di kantin perusahaaan yang terletak di samping gedung kantor. Entahlah, ada suatu dorongan tertentu yang membawanya ke mari.Tadinya, ia akan makan siang di luar. Namun, berhubung jam makan siang hampir habis, ia pun memutuskan pergi ke tempat yang lebih dekat saja.Dan seperti dugaannya, menu di kantin juga lumayan enak. Ia memilih duduk sendiri di salah satu bangku kantin. Menikmati makan siangnya dengan santai. Hingga sebuah desisan terdengar."Pstt... Pstt..."Reksa menghentikan kegiatan makannya, mencari dari mana asal bunyi yang sangat mengganggunya itu. Ternyata itu berasal dari belakang meja makannya.Lyra pelakunya. Gadis itu ada di sini. Reksa menggerakkan dagunya seolah bertanya ada apa.Gadis itu kemudian berjalan menunduk, memindahkan piring makannya ke meja Reksa, lalu duduk di hadapan laki-laki itu."Hai," sapa Lyra lantas duduk tanpa segan sedikit pun. Reksa ter
Di tempat duduknya, Lyra masih tidak tenang dengan kejadian makan siang tadi. Sesekali ia memijat keningnya sendiri. Baru sebulan di sini, tetapi suasana tak nyaman sering menyerang. Semakin menambah tingkat rasa ketidakbetahannya di kantor ini. Lyra menarik napas berat."Habis makan siang kok muka lo kusut gitu sih, Lyr?"Lyra mendongak, Mita rekan kerja di kubikel sebelah melongok. Lyra melirik wanita berponi itu. Mita lumayan lama kerja di sini. Dia pasti tahu perihal GM bertampang bule itu."Mit, lo tau tampang GM kita?" tanya Lyra."Sure. Siapa sih yang nggak tau si ganteng itu." Matanya Mita berbinar."What?" Bukan itu jawaban yang Lyra mau."Kenapa? Apa lo ketemu Pak Reksa?"Lyra tak menjawab, ia memutar-mutar bola mata."Sebaiknya lo nggak usah liat, ntar lo jatuh cinta."'Idih? Hellow? Gue udah liat, dan biasa aja tuh'. Lyra membatin. Yang ada dia malah tengs
Tubuh Lyra menggeliat di atas tempat tidur. Rasa-rasanya puas sekali ia tidur malam ini. Pelan ia memicingkan mata, mengangkat badan, lalu merenggangkan otot-otot yang terasa pegal."Lyra! Bangun!"Teriakan ciri khas Alfa, abangnya dari dapur terdengar.Lyra langsung menengok jam dinding. Tahu artinya apa jika abangnya sudah berteriak sekeras itu."Gawat."Buru-buru ia turun dari tempat tidur, menyambar handuk, dan masuk kamar mandi. Bisa dipastikan hari ini ia akan terlambat.Lima belas menit kemudian, Lyra sudah bersiap pergi bekerja. Namun sialnya, ia sudah ditinggal Alfa. Ia semakin telat.Lyra buru-buru keluar rumah, bersamaan dengan itu ponselnya berbunyi."Udah bangun belum sih?" Suara Alfa di sana bertanya."Kenapa lu ninggalin gue sih bang ?!" Lyra bergegas menuju jalan besar."Sorry, gue juga telat.""Nggak usah telpon! Bikin kesal aja!"Lyra mematikan po
Pukul setengah enam sore, Herdy keluar dari ruangannya. Kantor tampak lengang. Para karyawan sudah pulang lebih dulu. Ia melihat ke arah meja di mana Lyra berada. Wanita itu masih ada di sana. Ia melangkah mendekatinya. Lyra terlihat sibuk dengan keyboard dan layar komputernya."Apa belum selesai juga?" tanya Herdy. Wanita itu bergeming, tak peduli dengan kehadiran Herdy. Lelaki itu menghela napas."Apa kamu lembur?" tanya Herdy lagi.Lyra menatap sekilas. "Iya, Pak," jawabnya lalu kembali ke layar di hadapannya."Apa perlu bantuan?"Tangan Lyra berhenti mengetik sejenak. Ada apa? Tidak biasanya bos kampret itu menawarkan bantuan."Tidak perlu, Pak.""Kamu tak perlu lembur kalau capek.""Lalu keesokan paginya Bapak akan memarahi saya begitu?"Herdy menelan saliva. Sebegitu horornya ia di mata wanita itu? Tapi kinerja staf satu ini memang jauh dari kata puas menurutnya.
"Satu ciuman mungkin cukup."Lyra terbelalak. Kakinya menegang. Otaknya langsung merespons dengan memerintahkan reaksi pada beberapa bagian tubuhnya, termasuk jantungnya yang kini berdebar.Saraf pendengarannya terlalu sensitif, hingga bagian otaknya yang disebut talamus, sangat cepat menerima sinyal, lalu diteruskan ke amigdala yang mengeluarkan senyawa glutamat, yaitu zat kimia yang digunakan sel saraf untuk mengirim sinyal rasa takut ke sel lain. Refleks mukanya memucat. Lyra merasa terjebak. Sekali singa tetap saja singa."Bagaimana, Nona Lyra?" tanya Reksa mencondongkan badannya ke depan mendekati Lyra."Maaf itu... Anda gila ya, Pak?"Di luar dugaan, Lyra malah membalas pertanyaan bosnya dengan pertanyaan yang membuat Reksa memicingkan mata.Reksa menarik kembali tubuhnya. Menempelkan punggung kesandaran kursi. Senyum jahilnya terukir melihat Lyra yang terus saja menunduk. Dalam keadaan seperti itu pun, Lyra mas