Mariana ternyata dibawa ke rumah salah satu kerabat dari Jay. Sepasang kakek dan nenek yang tinggal di rumah sederhana, di pinggiran kota Bandung. Mereka adalah kakak dari orang tua Jay yang telah lama meninggal. Jay memanggil keduanya dengan sebutan Mimih dan Apak.
Jay yang datang tiba-tiba, tentulah membuat mereka kaget, karena sejak menikah, Jay tidak pernah lagi mengunjungi keduanya. Bukan karena tak rindu, tetapi almarhum istrinya yang tidak mau di ajak pergi ke kampung Jay, karena kamar mandinya berada di luar rumah. Mimih dan Apak Jay bahkan tidak tahu bahwa istri Jay baru saja meninggal. Mereka mengira bahwa Ana adalah istri dari Jay. Efek mata tua yang mulai rabun, membuat kedua orang tua itu sulit mengenal wajah istri Jay.
"Kenapa atuh baru kemari?" tanya mimih saat menyuguhkan minuman untuk Jay dan Ana.
"Banyak pekerjaan, Mih," jawab Jay singkat.
"Mau nginep lama'kan di sini? Mimih sama Apak kangen sama kamu Jay. Si Neng jadi manis
"Bang Jay! Ih ...."Bugh!"Aarrgh ... aaw! Sakit, Mbak." Lelaki itu terlempar di lantai setelah didorong kasar oleh Ana. Diusapnya bokong yang erasa ngilu karena terbentur lantai semen. Ana buru-buru turun dari ranjang dengan wajah menunduk malu. Bisa-bisanya ia tidur memeluk Jay dengan begitu nyaman. Tak dipedulikannya wajah melongo Jay yang memperhatikan langkahnya yang seger keluar dari kamar."Eh, udah bangun. Cuci muka sana! Mau mandi hadas besar lebih dulu juga boleh," sapa mimih dengan senyuman nakalnya."Hah? Mandi hadas besar kenapa, Mih?" tanya Ana kebingungan. Nyawanya belum berkumpul semua, sehingga akses maksud dari pembicaraan seseorang sedikit lambat ditangkap oleh otaknya."Euleuh ... kura-kura dalam sepatu. Emangnya Mimih gak tahu, kalau semalam kalian, eehm ...." Ana tak menyahut lagi, ia hanya memaksakan senyum kecutnya pada wanita tua di depannya. Lalu berjalan cepat menuju kamar mandi. Lebih baik ia segera mandi, me
Seorang wanita yang memakai baju sweater dipadupadankan dengan rok lipat yang panjangnya hingga betis, kini berjalan memasuki lobi apartemen yang dua hari lalu alamatnya diberikan oleh sang kekesih hati. Sayang sekali ia tidak mengonfirmasi lagi, karena ponsel pacarnya itu tidak bisa dihubungi hingga hari ini. Sehingga ia memutuskan untuk langsung mengunjunginya saja. Karena bisa jadi ponsel pacarnya itu rusak dan mungkin kecebur WC. Mengingat sudah tiga kali ia membelikan lelaki itu ponsel baru.Dini sudah berdiri di depan pintu lift dengan rasa tak sabar dan dada berbedar. Hampir sepekan ia tak bertemu Rangga karena kesibukannya di dunia jahit menjahit. Ya, sejak memutuskan resign dari pabrik, Dini membuka sendiri usaha jahit dan saat ini sudah berkembang cukup baik. Ditambah lagi karena warisan yang diberikan orang tuanya yang ia gunakan sebagai modal untuk mengembangkan usahanya.TingPintu lift terbuka. Dini
"Trus, apakah Mbak berencana memaafkan Rangga dan kembali padanya?" tanya Jay dengan sorot mata tajam memandang Ana. Suara dalam yang keluar dari bibir Jay, membuat Ana menoleh pada lelaki itu."Mm ... saya tidak mau dong! Enak saja, sudah celap-celup sana sini, mau celupin di tempat saya lagi. Ogaaah! Mana cuma lima detik. Baru merem, eh ... udahan. Maleslah ... males! Lagian nih Bang, bisa aja ini bagian dari rencana jahat lelaki itu, agar saya keluar dari kandang dan dia menghabisi saya. Tak mungkin secepat ini dia berubah. Pasti ini siasat, Bang. Gak mau ah, saya mau di sini aja lihat sawah. Adem," jawab Ana panjang lebar. Jay yang tadinya merasa akan patah hati, kini malah tergelak mendengar jawaban cerdas Ana. Bisa saja ini akal-akalan Rangga agar Ana menampakkan diri, untuk kemudian ia siksa. Amit-amit, semoga tidak sampai terjadi."Tuh, pinter'kan saya, sejak ikut Bang Jay. He he he ...." sambung Ana yang akhirnya ikut tergelak.
Perkelahian Dini dan Eka pun tak terelakkan. Mereka saling maki dan saling adu jotos. Mulai dari tarik-tarik baju, hingga terkoyak pakaian yang mereka kenakan. Petugas keamanan yang ada dua orang berusaha melerai keduanya, tetapi sangat sulit, mengingat tenaga wanita yang sedang tersulut emosi mengalakan kuatnya tenaga banteng.Eka lupa, ia baru saja dikuret dan Dini yang terkenal alim di lingkungan kerja dan keluarga mendadak marah bagaikan orang gila."Mana nih pacarnya? Tadi di sini," suara seorang wanita muda sembari mencari keberadaan lelaki yang belum lama bersama Dini."Ayo, bawa aja keduanya ke ruang keamanan!" dengan tenaga kuat, kedua satpam berhasil mengamankan Dini dan juga Eka. Terlalu seru dan semangat menyalurkan emosi, mereka sampai lupa bahwa Rangga sudah berada di dalam bioskop.Lelaki itu berhasil lari tanpa sepengetahuan keduanya yang tengah bertengkar hebat. Rangga menertawakan dirinya
Keduanya berjalan menuju lobi parkir dengan wajah gembira. Lebih tepatnya, hanya Ika saja yang gembira, karena Rangga melemparkan senyum yang memiliki maksud. Perut keduanya sudah kenyang, karena Rangga menraktir makan malam ini. Tak tanggung-tanggung, lelaki itu bahkan dengan royalnya membelikan sepasang sandal cantik untuk Ika seharga tiga ratus ribu rupiah. Rangga juga tak sungkan memakaikan sepasang sandal itu di kaki Ika. Seakan ia begitu memuja pasangannya.Wanita mana yang tidak senang dan berbunga-bunga dengan perbuatan Rangga. Jauh di dalam lubuk hati Ika, dia sungguh sangat menyesal, kenapa baru saat ini ia bertemu Rangga? Lelaki baik, manis, royal, dan sangat tampan.Betapa bangganya ia saat menggandeng lengan Rangga dan semua orang yang berpasasan dengan mereka, melorik iri. Hal yang tidak pernah ia dapatkan saat berjalan dengan suaminya yang hitam sekaligus pendek. Belum lagi perut buncit bagaikan tudung saji makanan. Sangat b
Jay sedang tidak ada di rumah. Siang ini dia pergi ke rumah salah satu teman untuk menanyakan pekerjaan. Ana yang tadi sempat minta ikut, tidak ia ijinkan karena keadaan diluar belum aman. Lelaki itu khawatir, orang suruhan Rangga mengejar mereka sampai ke Bandung. Jadilah Ana saat ini tengah di dapur membantu mimih membuat keripik singkong. Dua hari berada di kampung, ia merasa badannya semakin subur. Mimih sangat senang sekali membuat aneka cemilan di rumah. Ana yang tadinya tidak terlalu asik di dapur, sekarang begitu nyaman duduk di dapur membuat makanan. "Kalau capek, istirahat sana. Biar Mimih yang meneruskan," tegur wanita tua itu sembari memasukkan satu sendok besar singkong yang sudah diparut bulat tipis ke dalam penggorengan yang sudah ada minyak panasnya. "Gak capek kok, Mih. Saya di sini saja membantu Mimih," jawab Ana sambil tersenyum. "Kenapa tadi tidak ikut Jay saja? Udah beberapa hari d
21“Kita telanjangin aja sekarang. Kali aja dia bangun. Yuk, lu bantu gue!” Ana semakin ketakutan dan gemetar hebat. Suara hentakan sepatu kedua lelaki yang semakin mendekat padanya , membuat nyalinya semakin ciut. Inikah akhir hidupnya? Begitu teraniaya dan mati terhina?“Ya Allah, tolong selamatkan hamba kali ini. Tolong ya Allah,” rapal Ana dalam hati. Matanya ia paksa memejam disaat hawa panas tubuh kedua lelaki itu semakin dekat, masuk melalui indera penciumannya. Tak banyak yang bisa ia lakukan, karena kedua tangannya terikat di kaki kursi kayu ukir yang cukup berat dan dalam posisi duduk dengan kaki lurus.Srek!Srek!Ana membuka mata dan entah darimana keberaniannya, wanita itu meludahi dua pria yang baru saja menarik baju kausnya hingga robek.Cuih!Cuih!
Lelaki itu terkapar di jalan raya dengan tubuh bersimbah darah. Lebih tepatnya, punggungnya yang terkena tembakan sebanyak dua kali membuat lelaki itu tak sadarkan diri, tetapi masih bernapas.Dua orang lelaki yang baru saja meyelesaikan misinya, tentu saja segera masuk kembali ke dalam mobil dengan cepat. Mereka tak ingin ada orang yang memergoki perbuatan mengerikan yang baru saja mereka lakukan.Kenapa mengerikan? Karena lelaki yang bersimbah darah itu terkapar di jalan raya tanpa busana sama sekali. Mirip bayi raksasa berwarna merah. Jika Tuhan masih memberinya kesempatan untuk hidup, maka beruntunglah dia. Jika tidak? Maka lelaki itu akan kehabisan banyak darah dan mati juga secara perlahan.Lima jam kemudian, disaat orang mulai banyak keluar rumah untuk bekerja atau sekedar ke pasar. Tubuh lemas dan begitu sekarat Rangga, mulai bergerak perlahan. Jari-jemarinya menunjukkan reaksi saat telinganya menangkap suara