RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (15)
Astaghfirullahalazim.
Ternyata Mas Hakam yang sudah tega membuatku kecelakaan beberapa tahun silam.
Tak lama, video ini pun berhenti.
Aku masih terperangah tak percaya atas apa yang kulihat barusan. Tega sekali Mas Hakam membuatku celaka, padahal saat itu aku sedang mengandung anaknya. Ck! Dasar tak punya hati. Manusia macam apa dia yang tega membuat darah dagingnya meninggal. Untung lah Tuhan masih menyelamatkan aku dari maut itu.
Ayo Dewi, berfikir! Langkah apa yang harus aku lakukan selanjutnya? Memenjarakan Mas Hakam? Tentu!
Tapi aku harus menyelidik lebih dalam lagi. Siapa yang merekam kejadian ini.
Apa mungkin Bu Karti?
Jikalau iya, sudah jelas mereka berdua akan kupastikan membusuk di penjara.
Lalu, Mas Hakam menikah dengan Intan itu murni mereka saling cinta? Atau ada sebuah benang merah dengan rekaman video ini?
Arrgh! Semua teka-teki
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (16)Srek!"Jangan bergerak atau anda saya tembak!" mataku reflek terbuka saat mendengar suara asing itu. Polisi. Syukurlah datang tepat waktu. Sebelum aku dihabisi dua iblis ini.Dengan sigap. Dua polisi berbadan kekar ini meringkus Ibu dan Mas Hakam. Cepat Rehan menarikku menjauh dari lokasi."Lepaskan kami, Pak! Kami berdua tidak bersalah!" Ibu berteriak sambil berontak. Kedua tangan kirinya di borgol bersamaan dengan tangan kanan Mas Hakam."Diam! Jelaskan semua di kantor polisi saja!" sanggah lelaki berseragam cokelat khas, lengkap dengan topi di kepalanya.Mas Hakam melotot ke arahku. Tangannya mengepal keras. Hingga menciptakan otot yang saling bertaut di sana."Ikut kami ke kantor!" dua petugas kepolisian menarik Ibu dan Mas Hakam ke arah luar.Ibu terus menangis sambil sesekali memohon agar tak di bawa ke kantor polisi.Aku dan Rehan berjal
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (17)"inalilahi wa'inaillahi roji'un." ucapku seketika. "ya udah, Mbak. Saya ke rumah sakit sekarang." tambahku kemudian mematikan sambungan telfon. Lantas memasukan kembali ponselku ke dalam tas."Ada apa Wi? Siapa yang meninggal?" Rehan bertanya sambil mengangkat kedua alisnya."Bu Karti, Han. Barusan pihak rumah sakit menelfonku.""Inalilahi wa'inaillahi roji'un. Ya udah, kita ke rumah sakit sekarang!" ajaknya seraya menengadah ke arah mobil. Aku mengangguk dan mengikuti Han.Han meraih jaket berwarna navy di kursi belakang dan memberikan jaket itu padaku."Jaket?! untuk apa kau memberiku ini?" alisku saling bertaut menanyakan benda ini."Pake Wi jaketnya, lihatlah, lengan bajumu robek 'kan? Jadi pakai jaket ini.""Oh, iya Han. Terimakasih." segera kupakai jaket yang baru saja diberikan Rehan.Rehan segera melajukan mobil ini ke tempat pemakaman
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (18)"Kita masuk dulu aja yuk, Ma," ajakku mengajak Mama masuk ke dalam rumah. "Rehan, kamu pulang aja ya," tambahku sambil mengibaskan telapak tangan. Rehan patuh saja lalu masuk ke dalam mobilnya.Aku dan Mama tengah duduk di ruang tamu."Dewi, sebenarnya ada apa sih? Kayak ada yang kamu sembunyikan dari Mama?" netra wanita di depanku ini menelisik penuh tanya.Kuatur nafas sebentar. Oke Dewi, jelaskan semuanya. Aku paling tidak bisa untuk berpura-pura atau berbohong.Kupegang kedua bahu Mama dan menatapnya penuh keyakinan."Ma, aku dan Mas Hakam akan bercerai." kataku tanpa ragu."Apa?" Mama sontak membulatkan matanya. "cerai?! Kalian ada masalah apa?! Cerita sama Mama!" wanita paruh baya ini terus menatapku tanpa berpaling."Ma, Mas Hakam itu bajingan, Ma. Dia yang udah bikin Dewi kecelakaan lima tahun silam. Dan dia juga yang udah buat Papa meninggal." jelasku tegas. M
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU 19"Kamu nggak kerja Han?" tanyaku pada lelaki yang tengah mengemban senyuman di depanku."Kerja sih, tapi ...." jawabnya menggantung."Tapi apa?""Ya, nggak pa-pa, pengen ke sini aja,""Han, kamu pergi ke kantor kamu aja deh, aku nggak enak kamu lama-lama berduaan sama aku dalam satu ruangan. Ntar para staf di sini pada ghibahin kita lagi," cecarku seraya meletakan siku di atas meja."Iya, Wi. Aku balik." tukas Rehan dengan bibir cemberut."Kamu nggak marah 'kan? Udah sana balik. Atau mau aku panggil satpam?" kelakarku. Rehan menatapku nanar."Iya, iya, aku balik. Dada ... Dewi, semangat kerjanya," ucapnya seraya bangkit dari duduk dan melenggang pergi dari ruanganku.Punggung lelaki itu sudah menghilang di balik pintu.Aku kembali fokus pada berkas-berkas ini.Tiba-tiba saja terlintas nama lelaki yang sudah berada di penjara itu. Membuat t
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (20)Itu 'kan Rehan. Ngapain dia di sini?Aku terus memerhatikan gerak-geriknya. Tak ada yang mencurigakan. Dia terlihat hanya sedang berteleponan dengan seseorang.Akhirnya aku menghampiri lelaki itu.Rehan yang menyadari keberadaanku segera mematikan sambungan teleponnya. Dan memasukan benda digital itu ke saku. Padahal jarakku dengannya masih agak jauh. Sekitar sepuluh meter lebih."Dewi, kamu di sini?" Rehan memasang wajah yang agak canggung. Menurutku. Ah, mungkin itu hanya pikiranku saja."Kamu sendiri kok ada di sini? Bukannya tadi pagi bilang ke kantor ya?" aku bertanya balik. Sekarang posisiku berada tepat di depannya."Em, iya, aku ada urusan sama clieent aku, kebetulan dia ngajak ketemuan di kafe ini.""Oh, ketemuan sama siapa? Sama Arya kah?" tebakku."Bukan, emang ada apa sama Arya?""Nggaka ada apa-apa. Aku kira kamu mau k
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (21)Aku salah tingkah mendapati tatapan Rahmad yang tak biasa. Apakah dia tahu? Kalau aku mengintip ponselnya. Beruntung benda pipih itu layarnya segera meredup."Em, nggak ada apa-apa kok." jawabku mengulum senyum."Mbak, kalau begitu saya pamit dulu ya, salam buat mamanya Embak." Rahmad meraih ponselnya yang tergelak di atas meja kaca. Lalu memasukannya ke dalam saku celana."Heem, Mas. Hati-hati ya,"Rahmad mengangguk dan segera pergi.Sepeninggalan pria itu. Lantas aku melenggang ke kamar untuk beristirahat.Entah mengapa nama di HP-nya Rahmad membuatku kepikiran terus-menerus. "Adikku In." siapa dia? Jangan-jangan Intan lagi. Ah, apa benar Rahmad itu ada hubungannya sama Intan. Dan mau menuntut balas padaku. Tapi waktu itu, Intan bilang, bahwa dia akan berubah ke jalan yang benar. Apa dia berbohong? Hati manusia memang sering seperti itu. Tatkala dendam lebih menguasai. Lain di mu
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (22)"Mbak lagi ngapain? Jangan-jangan mau maling ya?" Aku terlonjak kaget dan sontak berbalik badan. Saat pertanyaan itu tiba-tiba saja masuk ke gendang telingaku. Diiringi dengan tepukan di pundak sebelah kanan yang lumayan keras.Sosok wanita berdaster oranye tepat di depanku ini menatapku penuh curiga. Gawat nih kalau Rahmad tahu aku di sini.Semua gara-gara Ibu-Ibu ini. Mengganggu saja."Ngaku! Mbak mau maling 'kan?" ulangnya. Telunjuk gendut itu menunjuk-nunjuk wajahku."Dengar ya, Bu. Saya nggak maling. Mending Ibu pergi dari sini. Jangan ganggu saya," suaraku tertekan namun pelan."Halah, nggak usah ngeles deh. Mana ada maling ngaku, kalau semua maling ngaku ... bisa penuh lah penjara." ujarnya. Lebih tepat ejeknya menurutku."Udah, Bu. Jangan ganggu saya, mendingan Ibu pergi deh," kulibaskan telapak tangan. Bermaksud mengusir orang ini. Eh, malah tak kunjung paham.
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (23)Entah, evakuasi tubuh mungil Albert berjalan berapa lama. Yang ada dalam benakku hanya cemas, cemas dan cemas. Bukan aku ada rasa sama anak itu. Hanya saja rasa kasihanlah yang mendominasi isi ulu hatiku. Ya, kurasa ini manusiawi.Tubuh mungil yang bersimbah darah terlunglai dalam bopongan lelaki dewasa. Aku berinisiatif untuk membawanya ke rumah sakit lebih dulu. Karena Intan dan Rahmad masih berada di dalam mobil. Badan mereka terhimpit dan sangat susah di keluarkan."Pak, tolong bawa anak kecil ini ke mobil saya, biar saya bawa ke rumah sakit lebih dulu," kataku was-was."Baik, Mbak." lelaki berbadan gempal itu langsung membawa Albert merangkak naik menuju mobilku. Sesekali nafasnya tersenggal. Karena medan curam yang lumayan miring.Akhirnya Albert di letakan di kursi belakang. Gegas aku tancap gas dan membawanya ke rumah sakit terdekat.Sepanjang perjalanan. Mataku sesekali melirik A