Share

BAB 6 - Kabar Baik

Segera setelah sampai di dalam rumah, Dewi langsung melemparkan dirinya ke atas kasur. Dia menghela nafas pasrah mengenai hasil wawancara kerjanya. Mungkin, jika lowongan pekerjaan kali ini tidak diterima, ia akan banting stir untuk berdagang. Apapun akan ia lakukan agar dapat bertahan hidup.

Pikirannya melayang mengenai masalah yang sudah ia alami berkali – kali. Seakan, dia tidak dibiarkan untuk beristirahat dari masalah yang sudah menimpanya.

Mulai dari masalah dengan perusahaan lama tempat ia bekerja dulu hingga masalah mengenai mantan kekasihnya yang memiliki perempuan lain di belakangnya.

Jika ingin jujur, sebenarnya Dewi merasa lelah dan putus asa. Namun, ia dipaksa bangkit lagi oleh keadaan. Jika ia menyerah, maka ia tidak bisa bertahan hidup. Itu prinsip yang dipegang Dewi selama hidupnya.

Tak lama, ponselnya berdering, menandakan ada telefon yang masuk. Dewi terbangun, lalu mengambil ponsel yang terletak di nakas samping tempat tidur.

“Halo, Sya. Gimana?” ucapnya membuka percakapan.

“Dewi, kamu sudah sampai dirumah?”

“Sudah, Sya.”

“Aku kesana, ya?”

“He-em.”ucapnya sambil menganggukkan kepala. Dewi lalu menutup telepon dari sahabatnya tersebut.

Sahabatnya tersebut bernama Tasya. Berbeda dengan Dewi yang serba mandiri sejak kecil, Tasya merupakan tipe perempuan manja. Ia terbiasa melakukan sesuatu dengan dibantu orang lain. Dikarenakan latar belakang yang berasal dari keluarga kaya dan harmonis.

Meskipun begitu, mereka berdua bersahabat dengan baik. Tasya sangat menyukai pribadi Dewi yang mandiri dan dewasa. Baginya yang tidak bisa hidup dengan mandiri, kepribadian Dewi sangatlah keren.

Bel rumahnya berbunyi, Dewi segera berjalan ke arah pintu depan untuk membuka pintu. Terlihat perempuan mungil dengan wajah cerianya ia memamerkan bingkisan yang ada di tangannya.

“Pizza!” ucap Tasya dengan riang hingga membuat Dewi tersenyum kecil.  Dia pun mempersilahkan Tasya masuk. Mereka berdua duduk di ruang tamu sambil mengobrol kecil.

“Gimana wawancara hari ini, Dewi?” tanyanya dengan mulut penuh pizza.

“Lancar kok, Sya. Meskipun ada kendala ketika ditanyai mengenai pekerjaanku dahulu.” 

“Syukurlah, kalau lancar. Kudengar, CEO disana sangat tampan. Apa dia memang setampan itu?”  tanya Tasya dengan penasaran.

“Aku belum bertemu, sih. Yang mewawancaraiku hanya dua orang, sekretaris di sana sama seorang lagi, tapi aku tidak mengetahui tentangnya.”

“Hm.. mungkin saja sih. Seorang satunya lagi adalah CEO di sana. Apa wajahnya terlihat tampan?”

“Tampan, sih. Meski begitu, bukan karena ketampanan beliau yang membuatnya menarik, tetapi karisma yang dimilikinya. Entah mengapa membuatku ingin melihatnya terus menerus.” Dewi mengucapkannya sambil tertawa, mengingat kejadian wawancara tadi pagi.

Ucapan Dewi barusan semakin menambah rasa penasaran Tasya, ia kemudian teringat akan sesuatu. Tasya mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan sebuah foto ke Dewi.

“Mantan kamu benar – benar sampah, De. Lihat, dia jadi menikahi selingkuhannya.” Terdengar helaan nafas kesal dari Tasya. Dewi memperhatikan foto tersebut sebentar, lalu mengembalikannya ke Tasya.

“Biarkan, Sya. Setidaknya, aku bersyukur sudah diberi tau keburukannya sebelum kami terlibat hubungan yang lebih dalam.”

“Tapi, Dewi, dia benar – benar kurang ajar menyia – nyiakan perempuan seperti kamu,” nada ucapan Tasya mulai meninggi, ia lalu melanjutkan perkataannya,”aku ingin membalas dendam kepadanya.”

Dewi tertawa melihat amarah sahabatnya, meskipun ia yang mengalami masalah tersebut, ia tidak terlalu marah. Dewi hanya merasa kecewa.

“Jangan terpikir untuk mengirimi karangan bunga yang bertuliskan 'tukang selingkuh'.” ujarnya sambil tertawa. Wajah Tasya memasang raut muka kok-kamu-bisa-tahu sambil cemberut.

“Terlihat jelas di wajah kamu, Sya.” lanjutnya sambil tertawa,”Aku tidak akan menyia – nyiakan waktuku lagi dengan lelaki macam dia. Tapi, terimakasih banyak, sudah marah untukku, Tasya.” Dewi tersenyum manis.

“Jangan berterima kasih, De. Aku tidak ingin kamu menanggung beban seperti ini sendirian. Jika ada hal yang sulit, kamu bisa mengatakannya kepadaku.”

Alasan Tasya mengatakan hal itu, karena sahabatnya jarang menceritakan masalah kepadanya. Dia selalu memendam masalahnya sendiri.

Keinginannya sederhana, ia ingin mereka berdua saling mengandalkan diri. Selalu saja, Dewi yang membantu untuk menyelesaikan masalahnya, tetapi jarang terjadi hal yang sebaliknya.

Masalah mengenai mantan pacar Dewi yang selingkuh pun, tak sengaja diketahui olehnya saat ia berjalan – jalan di mall. Lalu berpapasan dengan mantan pacar Dewi bersama selingkuhannya.

Mengetahui hal itu, Tasya langsung menelefon Dewi dan menceritakan apa yang terjadi. Dan yang paling mengejutkannya adalah Dewi sudah mengetahui mengenai hal itu dan sudah meminta putus.

Terkadang, Tasya merasa tidak dipercaya oleh Dewi.

“Aku mengerti, Sya. Hanya saja, aku belum terbiasa mengatakan apa yang aku rasakan.”

Tasya merasa lega,  bukan seperti Dewi tidak mempercayainya. Dewi hanya belum terbiasa mengatakannya. Melihat ia hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri.

“Janji sama aku. Jangan memendam semuanya sendirian. Jika kamu melakukannya lagi, aku tidak akan memafkanmu.” ucapnya dengan serius, Dewi menanggapinya dengan mengangguk dan tersenyum.

“Terimakasih, Sya. Sudah mau bersamaku selama ini.”

“Sama – sama, Dewi.”

Ponsel Dewi kembali berdering, kali ini yang menelepon adalah nomor perusahaan Nadrika Group. Dia langsung mengangkatnya dengan cepat.

“Selamat sore. Apakah saya berbicara dengan Ibu Dewi?”

“Sore juga, Pak. Iya benar, saya adalah Dewi.”

“Baik Ibu Dewi. Saya akan mengabarkan hasil tes lowongan pekerjaan sekretaris baru, selamat untuk Ibu Dewi, Anda diterima untuk bekerja di perusahaan kami.”

Seketika Dewi terdiam, tidak mempercayai apa yang barusan ia dengar. Karena dirinya tidak yakin akan diterima bekerja.

“Ibu Dewi, apakah masih tersambung?”

“Ah, maaf. Terimakasih banyak untuk kabarnya, Pak. Sekali lagi, saya berterimakasih.”

“Sama – sama, Bu. Diharapkan Ibu segera datang ke kantor esok hari untuk memulai bekerja. Apakah ada yang ditanyakan?”

“Tidak ada, Pak. Saya mengerti. Terimakasih banyak.”

“Baik, jika tidak ada yang ditanyakan, saya akan menutup telefonnya.”

Wajah Dewi terlihat syok, masih tidak percaya apa yang sudah ia dengar barusan.

“Gimana hasilnya?” Tasya memasang wajah cemas.

“Aku diterima, Sya. Aku diterima bekerja di Nadrika Group.” ucap Dewi yang diiringi teriakan bahagia dari Tasya.

Tasya menangis senang, akhirnya, kabar baik menimpa sahabatnya. Ia reflek memeluk tubuh Dewi yang masih terdiam.

“Kamu berhak mendapatkannya, Dewi. Kamu adalah orang yang hebat.” Ia menangis terisak, Dewi hanya menepuk – nepuk punggung Tasya dengan perlahan.

“Aku tahu, terimakasih banyak untuk dukungannya.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status