ANASTASIA POV
Aku merasa seperti gadis buruk rupa yang mendadak menjadi pusat perhatian, karena dua cowok Bule dengan celana kolor yang males-malesan berjalan disampingku dengan wajahnya sialan mencolok dan berbeda. Bahkan dengan celana kolor yang mereka kenakan tidak mengurangi pesona mereka.
Sejak kapan celana kolor terlihat keren dipakai untuk ke mall,
Ibarat angsa berbaur dengan bebek.
Entah bagaimana aku merasa seperti bebek yang salah berbaur dengan rombongan angsa yang cantik dan elegan,
Aku melirik mereka malas, tapi tidak bisa berhenti melirik tingkah mereka. Entah sudah keberapa kalinya aku mencuri pandang kepada mereka berdua.
Berjalan dengan tangan disaku,
Celingak-celinguk,
Dan yang paling menyebalkan, mereka masih mempesona dengan tampang melongonya.
Sejak kapan tampang melongo gak tahu apa-apa begitu sedap dipandang.
Sedangkan diriku, yang sudah mencoba untuk tampil mempesona terhempas jauh dengan outfit Celana kolor mereka. Eder dan Earl, mereka cocok menjadi model Celana kolor.
Menyebalkan!
Hampir satu Mall gempar dengan kedatangan Bule tampan wajah serupa dengan celana kolor dan tampang bangun tidurnya.
Aku menghela nafas, ikut berjalan malas-malasan.
Andai saja Daddy tidak menelpon dan memintaku menemani calon saudara tiri untuk fitting baju pernikahan, pasti aku masih sibuk dengan laptopku, Mencoba menulis untuk blog-ku atau mendesain tugas akhir kuliahku.
Kembali melirik Eder, kejadian tadi pagi masih membuatku malu.
Menghusap wajahku yang tiba-tiba memanas, pasti wajahku mesum sekali saat itu.
Melihat penampilannya saat ini..
Demi tuhan, Aku tidak pernah tahu kalau Celana kolor akan terlihat sexy dibadan pria.
Ok, entah sejak kapan aku terobsesi dengan Celana kolor.
"Jadi dimana?" Earl berbalik, menatapku.
"Hah?" Sahutku refleks karena Earl bertanya tiba-tiba, "Dimana?" Mengulangi perkataannya.
Tampang melongo mendadak menjadi permanen di wajahku, bukan melongo menawan seperti mereka, melongo cendrung bodoh yang lebih mendekati ekspresiku sekarang. Melongo minta dipukul, ya siapapun bisa pukul aku.
"Jangan bilang lo gak tau." Sahut Eder tatapannya berubah sinis, matanya menyipit, mengintimidasi.
Mencoba mencerna,
Memikirkan apa tujuanku di Mall ini,
1
2
3
4
5
Aku membutuhkan lima detik untuk sadar dan mengingat tujuanku. Ahh, butik, Butik tempat mereka fitting baju. Dimana ya?
Yang buruknya adalah aku sudah membuat mereka berjalan-jalan mengeliling Lobby, tapi aku malah tidak sadar dimana butik yang menjadi tujuan itu.
Katakan sesuatu Ana.
Sial! Aku gelagapan, bagaimana tidak empat mata biru laut menatapku tajam, antara kesal dan tak percaya bahwa ternyata aku hanya membuat mereka berputar-putar tidak jelas.
"Ja.. jangan lihat aku begitu." Malah gagap, sejak kapan aku gagap?
Aku berdaham mencoba mengurangi aura intimidasi yang aku rasakan. "Aku tahu kok, Papa cuma bilang dilantai satu dekat lobby."
"Well, ini lobby kan?" Earl memandang sekeliling, dia itu, masih kecil tapi sudah pintar bersikap sinis.
Aku ikut memandang sekeliling, Sial! Aku tidak melakukan apapun selain memandangi Earl dan Eder dari tadi, hingga aku bahkan tidak tahu sudah berapa banyak toko yang aku lewati tadi.
Dan yang lebih memalukannya lagi, aku ketangkap basah dengan tingkahku ini, aku celingak-celinguk mulai panik.
Dimana butik sialan itu?
"Ah itu dia.." Aku menunjuk sebuah toko yang berapa beberapa meter dari kami dengan bersemangat, "Disitu butiknya."
Earl menghela nafas, "Yang benar saja, kita udah ngelewatin toko itu dua kali tahu!"
Masa iya? Wajah melongo kesekian kalinya, aku butuh air mineral untuk mengembalikan fokus yang tertiup angin entah kemana.
Aku diam ditempat melihat Earl dan Eder berjalan lebih dulu didepanku, super duper malu.
Malu maksimal.
Dasar saus tartar.
Ahhh, bodohnya.......
⇝
EDER POV
Aku melirik Earl yang masih diam seribu bahasa disebelahku.
Anak itu membuat posisiku menjadi salah, ya aku rasa dia tersinggung atas perkataanku kemarin malam.
Tapi kenapa jadi aku yang salah?
Seharusnya aku yang diam, kan?
Earl tahu betul apa yang terjadi, dia bahkan diam saja saat itu terjadi, tapi ya aku tidak bisa menyalahkan dia. Dia tidak lebih dari anak kecil dulu.
"Ini tante Aini, dia yang akan bantu kalian fitting baju." Anastasia berkata, memperkenalkan Wanita paruh baya yang berdiri disampingnya.
Penampilan modis menunjukkan identitasnya sebagai desainer.
Aku tersenyum sekenanya, "Saya Eder."
"Saya Earl." Sahut Earl menimpali.
"Wahhh, kalian sama sekali gak mirip sama Mama kalian ya, Bule banget." Kata Tante Aini kegirangan.
Awkward moment.
Apa itu pujian atau?
Dia mencoba mengatakan jika kami berdua seperti anak angkat?
Jika boleh jujur, aku sedikit sensitif jika wajahku dikait-kaitkan dengan Dad dan Mom, merasa tidak bisa berbuat apa-apa karena DNA yang tidak bisa aku kuras habis dan aku isi ulang.
Karena tidak ada satupun yang menimpali dan malah membuat suasana canggung, Tante Aini kembali berkata, "Oke, langsung aja, mungkin kalian lelah karena baru sampai."
Tante Aini berjalan lebih dulu, Earl mengekori dari belakang.
"Lo gak ikut?" Tanyaku berbalik saat melihat Anastasia diam ditempat.
"Engga, aku udah fitting baju kemarin, pas kamu belum sampai." Jawab Anastasia kemudian berjalan ke sofa putih yang ada beberapa langkah didepannya.
"Ok." Aku melangkah menuju ruang dimana Earl dan Tante Aini pergi.
Aku menaikan bahuku, Anastasia dia bahkan tidak melihat mataku saat diajak berbicara. Sebenarnya ada apa dengan semua orang?
Sekitar 15 menit aku mencoba setelan tuxedo hitam ini, merapihkan sedikit dasi kupu-kupu yang melingkari leherku.
Aku menoleh saat mendengar tepukkan tangan muncul dari balik tirai, Tante Aini berjalan mendekati, memperhatikanku dan menepuk bahuku.
"Gorgeous, aku benar-benar gak bisa comment apa-apa, kalian udah ditakdirkan jadi bintang." Kata Tante Aini antusias, "Eder juga ganteng banget, diruang sebelah."
"Earl maksud Tante, saya yang Eder." Ralatku.
"Ah Iya, maksudnya Earl." Tante Aini menepuk bahuku keras, membuatku meringis. "Nama kalian jarang sih, Earl Eder, jadi kederkan Tante."
Dengan canggung aku tertawa renyah sambil mengusap bahuku yang panas, "haha Iya."
"Ayo kita ke Earl dan Ana, Ana pasti mimisan ngeliat calon saudara tirinya." Kata Tante Aini sebenuhnya bercanda,
Aku mengekori Tante Aini dari belakang.
Senyumku mengembang saat melihat Earl sibuk mengancingi bajunya, ini pertama kali bagiku melihat adik semata wayangku menggunakan setelan resmi seperti sekarang. Dia keren juga,
"Tuhkan Eder, Tante bilang apa, Earl juga gak kalah cakepnya sama kamu."
Suara Tante Aini menghentikan pergerakkan dari Earl, Earl tersenyum canggung.
"Gue ngerasa aneh, I'm feel old." Sahut Earl menatapku.
Aku tersenyum, "Relax bro, Lo cocok pakai itu."
Earl tersenyum kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat terjeda tadi.
Aku terpisah sejak muda dengan Earl, tapi bukan berarti aku tidak deket dengannya, bukan berarti aku tidak menyayanginya, mungkin aku lebih menyayangi Earl dari pada Dad dan Mom.
Earl, aku berusaha begitu kuat, untuk menutupi luka yang masih membakas dalam diriku, untuk membuatnya merasa lebih baik, karena memang seperti itu sejak awal.
Sebuah air mata tidak ada artinya
Tidak bisa menggetarkan sebuah hati
Tidak bisa menjadi alasan untuk tetap tinggal
Terkubur dalam lubang kesendirian
Tersesat dalam kesepian yang begitu menyesakkan
Apa yang akan dilakukan saat tidak ada jalan untuk kembali
Tidak ada alasan untuk tetap bertahan
Buntu,
Tidak ada cahaya
Tidak ada titik terang
Hanya lubang besar yang gelap gulita
Menyelimuti hingga membuat sesak didada
Aku tersesat disana
Tidak tahu apa yang akan membawaku pulang
Tidak tahu apa yang bisa membuatku kembali
Tidak ada bimbingan
Aku sepenuhnya tersesat
Saat mencoba mencari titik terang
Dan salah jalan
Terjun semakin dalam
Semakin tidak ada uluran tangan
Aku sepenuhnya terbuang
By EVM.
⇝
EDER POVAku bisa melihat bagaimana bentuk pulau Bali sebelum pesawatku mendarat,Ini kali pertama aku ke tempat ini. Dan perasaanku masih berantakan, Ya, aku belum pernah ke Indonesia, bukan berarti aku tidak punya uang tapi Indonesia salah satu negara yang membuatku berfikir dua kali untuk berkunjung setelah Korea Utara.Jangan bertanya kenapa, karena aku sudah cukup lelah mendikte alasannya.Aku melepas Safe Balt saat Pramugari sudah memberi isyarat jika pesawat sudah mendarat dengan aman di Bandara Ngurah Rai, Bali.Tersenyum Samar,Akhirnya aku menginjakkan kaki dengan percaya diri disini.Aku tidak akan mengelak, beberapa tahun yang lalu saat aku sudah bisa mengurus semuanya sendiri, aku sempat berfikir untuk datang kesini, tapi..Aku menaikan bahuku, lupakan saja, sekarang aku disini.Jangan membebani diri dengan pikiranmu sendiri, Ed.Mataku menangkap Earl yang merapihkan dirinya sebelum bangkit dari kursi pesawat yang ia duduki sejak dua jam perjalanan.Perang dingin, ini ma
AUTHOR POVAnastasia terlihat bahagia berlarian dipinggir pantai bersama Arcila, mereka berlarian menghindari ombak sambil sesekali tertawa menertawakan ekspresi lucu satu sama lain.Pantai, merupakan hal terfavorit untuk Anastasia. Dia memiliki angan-angan suatu hari nanti, akan menikah dibawah sinar bintang, dengan ditemani suara deburan ombak dan angin yang tak henti menerpa wajahnya. Impian seorang gadis akan pernikahan idamannya.Seketika gelak tawanya berhenti, saat melihat seseorang Anastasia membeku. Dia bahkan tidak menghindar saat ombak besar menerpa betisnya. Dari kejauhan bisa dilihat bagaimana ekspresi bahagia Anastasia sirna dalam sekejap, senyumnya perlahan menghilang saat ia melihat laki-laki yang pernah menjadi masa lalu gilanya.Laki-laki yang dulu dia fikir akan menikahinya,Laki-laki yang diharapkan mengwujudkan impiannya,Laki-laki yang menjadi alasan untuk setiap mimpi dimasa depannya,Nathan Erlangga.-ANASTASIA POV"Auntie."Panggilan Arcila mengejutkanku, Aku
EDER POVAku menghentikan langkahku saat melihat Anastasia berlari kecil kesana kemari ikut mengatur menata pesta makan malam antar keluarga nanti malam, sesekali dia berbicara pada pelayan seperti memberi intruksi.Sesuatu yang tidak pernah bisa aku lakukan, bersandiwara untuk terlihat baik-baik saja.Dengan gesitnya dia berlari kesana kemari, aku bisa melihat bahwa mendekorasi pesta ini membuatnya senang. Tapi entah kenapa aku kasihan melihatnya,Tak henti-hentinya dia tersenyum, dan berlari hingga tiba-tiba langkahnya berhenti.Anastasia mematung memeluk satu buket cukup besar berisi bunga Lily, membuatku mengerutkan kening karena keheran melihat keceriaannya menghilang persekian detik seperti tertiup angin. Aku berusaha mengikuti arah pandangnya, dan aku menangkap laki-laki bersama seorang perempuan berjalan bergandengan, berbincang ringan dan sesekali tertawa bersama.Nathan, dan entah siapa perempuan yang ada disampingnya.Aku kembali melihat kearah Anastasia, dia masih diposisi
EDER POVAku tidak terlalu suka berada dikeramaian, terlebih berada dilingkungan asing yang sama sekali tidak kukenal. Tapi saat ini aku tidak begitu merasa terbebani karena ada Anastasia yang dengan ringan memperkenalkanku dengan sanak saudaranya, membuatku bisa merasakan berada disebuah keluarga.Lebih tepatnya, keluarga besar.Anastasia memang benar seperti maskot keluarga Nugroho, dia peduli dan mengerti setiap keluarganya, Satu persatu.Mungkin, dia lebih paham bagaimana keluarganya dibandingkan dirinya sendiri."Itu namanya Bastian." Anastasia melambaikan tangannya saat laki-laki berjas hitam melambai lebih dulu kearahnya, "Dia baru selesai kuliah di Australia, padahal masuk kuliahnya barengan aku. Dulu waktu kecil dia gak seganteng itu, ingusan, gak mau pakai baju, gak tahu kenapa bisa secakep itu sekarang.""Lo sering kumpul-kumpul keluarga?" Tanyaku, masih memperhatikan satu persatu keluarga Anastasia yang super banyak itu.Jika aku Anastasia aku tidak yakin bisa mengingat ma
FLASHBACK"Sayang."Laki-laki tampan itu menoleh, dengan langkah cepat Anastasia mendekatinya lalu memeluknya dari belakang."Tunangan aku kok wangi banget, habis mandi ya?" Tanya Anastasia menghirup dalam kaos oblong putih yang dipakai laki-laki yang sudah bersamanya bertahun-tahun.Aroma favoritnya,"Kamu baru pulang? Gimana kuliahnya, kamu harus lulus tahun ini, emangnya kamu gak mau ikut Aku ke Landon buat nerusin kuliah Aku." Sahut laki-laki yang tak lain adalah Nathan, dia berbalik mengubah posisi memeluk gadisnya.Menghelus lembut rambut panjang gadis yang sangat berarti untuknya,"Iya, aku sudah berusaha keras kok, aku pasti Lulus tahun ini." sahut Anastasia dengan semangat,Nathan tersenyum, menghusap hidungnya dengan hidung Anastasia. "Jadi cuti dulu ya dari blog dan desain kamu. Om Nugroho gak akan bilang yes kalau kamu belum lulus.""Daddy pasti bilang yes buat aku, kamu gak perlu khawatir." sahut Anastasia, dia lebih mengenal Ayah-nya lebih daripada yang lain. Dia tau, ji
ANASTASIA POVRock bar, Ayana Resort, Bali.Aku masih menatap Eder yang dengan santainya duduk celingak-celinguk memperhatikan sekitar, aku masih tidak bisa percaya beberapa saat yang lalu dia menarikku pergi dari acara makan malam keluarga.Setiap kali mengingat hal itu jantungku masih berdegup kencang hingga sekarang.iPhone-ku kembali berbunyi, entah sudah keberapa kali Mbak Rini menghubungiku."Gak mau diangkat aja?" tanya Eder dengan santai sambil mengetuk-ngetuk meja dengan jamarinya, menikmati alunan DJ yang diputar. Seakan tidak ada beban.Apa-apaan itu?Apa dia tidak merasa bersalah?Liat dia baru saja membuat masalah tapi dia bisa sesantai ini dan pura-pura tidak terjadi apa-apa."Kamu sadar gak sih, kita habis ngapain."Aku benar-benar ingin memukul wajah sok bodohnya itu, pelanga-pelengo benar-benar tidak menyadari perbuatannya, "Memangnya apa?""Oh god.. Mr Eder, are you kidding me?" Aku berdiri dari tempat dudukku, sebal bukan main dengan tingkahnya."Ayo pulang!" sahutk
ANASTASIA POVAku membuka pintu mobil lalu menutupnya kembali dengan keras, mencoba untuk melampiaskan rasa kesal. Aku marah, dan merasa sangat bodoh, sekaligus malu.Mengepal tanganku erat. Aku ingin memukul sesuatu, mencabik apapun hingga tidak tersisa.Mencoba mengatakan pada dunia kalau aku tidak merasa baik-baik saja.Sulit merasa untuk baik-baik saja."Anastasia!" panggil seseorang yang ku tahu siapa,Aku mendengus, nafasku tidak teratur karena emosi yang tak terbendung. Aku hanya berdiri mematung beberapa langkah didepan villa tanpa berniat berbalik melihatnya.Beberapa lampu sudah padam menandakan bahwa pesta makan malam sudah selesai, hanya ada beberapa pekerja yang terlihat merapikan tatanan meja yang ada.Eder sialan!Tanpa sadar aku memakinya.Seseorang menarikku tanganku, merengkuhku erat.Dia adalah orang yang baru saja kumaki, aku tidak menyadari dia berjalan mendekatiku tadi.Aku berusaha mendorongnya tapi dia malah memelukku semakin erat. Berangsur-angsur amarah itu m
EDER POVHari H, hari pernikahan yang ditentukan.Entah kenapa aku menghela nafas, merasa perasaan berat yang aneh menyeruak di dada.Aku membenarkan dasi kupu-kupuku. Tuxedo bridesmaid, aku tidak pernah berfikir akan memakai perlengkapan seperti ini, tidak pernah berfikir bahwa aku akan menjadi pengiring pengantin seseorang mengingat aku tidak punya cukup teman baik untuk hal seperti ini, tapi ternyata takdir berkata lain.Aku menjadi bridesmaid Ibu kusendiri.Aku tersenyum kecut menyadari fakta tersebut, Mom memang belum tua untuk menikah lagi, tapi Apa itu diperbolehkan? Bukan, itu bukan pertanyaan yang tepat, Apa tidak terdengar lucu wanita berusia hampir setengah abad untuk menikah lagi? Bagiku itu terdengar seperti bualan.Well, sejak dulu Mom memang tidak pernah merasa bahagia, aku masih ingat bagaimana mereka bertengkar, menyalahkan dan mengatakan jika hidup bersama adalah sebuah kesalahan besar dan membuat Mom tidak bahagia.Entah itu benar karena tidak bahagia? Atau menuntut