Author POVDante kini paham. Ia tidak boleh egois saat ini. Demi kesembuhan Lylia, apapun akan Dante lakukan. Meski harus menyiksa dirinya karena tidak boleh merokok. Maka itulah yang akan ia lakukan, dibandingkan harus meninggalkan sisi Lylia lagi atau membuat kondisinya semakin parah karena udara yang kotor.Dante mengangguk pelan lalu duduk kembali di sofanya dengan tenang. Bobby kemudian berjalan ke mini pantry dan mengambil dua gelas kosong lalu menuangkan whiesky yang ia bawa sebagai bingkisan. Bobby lalu memberikan minuman itu pada Dante dan ikut terduduk di samping kawan lamanya itu."Hampir sebulan, Bob. Hampir sebulan aku tidak mendengarkan suaranya." Ucap Dante menatap tubuh Lylia dengan tatapan mata yang kosong.Bobby melirik iba kawannya. Ia lalu menepuk bahu Dante dengan pelan, seakan tidak mau membuat hati sabahatnya semakin rapuh. Untuk pertama kalinya Bobby melihat Dante tidak berdaya seperti ini hanya karena cinta. Sesuatu yang sangat sederhana seperti itu bisa mengh
Author POV Malam harinya, Victor mendatangi Dante dengan tumpukan berkas yang Dante harus tanda tangani satu persatu. Harley juga berada di kamar rawat Lylia dan sambil sibuk mengatur segala barang bawaan dan keperluan majikannya untuk menginap lebih lama. Mereka bertiga kini sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. "Dy..." Harley mendengar bisikan halus yang menyapa telinganya. Ia lalu mengedarkan seluruh pandangannya ke setiap sudut ruangan, sampai matanya tertuju pada mata Lylia yang sedang terbuka. "Tuan, Nona Lylia!" Pekik Harley. Dante terperanjak dari sofanya dan segera berjalan cepat mendekati kasur Lylia. Ia melihat Lylia sudah membuka matanya meski hanya sesaat. "Panggilkan dokter!!" Titahnya. Vitor segera berlari cepat keluar ruangan demi mencari dokter yang di tugaskan untuk merawat Lylia. "Ly.. Baby Girl.. Sayang..." Bisik lembut Dante. "Mhh..." Desis Lylia yang berusaha sekuat tenaganya membuka mata. "Daddy's here.. it's okay." Bisik Dante. "Da-ddy?" Beo L
Lylia POVLagi-lagi aku berada di ruangan yang menyeramkan ini. Gelap, dingin, sepi, lembab dan sesak yang menyelimuti membuat suasana semakin menyeramkan. Aku berdiri sendiri, kebingungan. Aku bisa mendengar dengan jelas suara gemuruh yang menakutkan di setiap sudut ruangan. Tentu saja aku masih berada di ruangan itu. Ruangan yang menjadi mimpi burukku di mana sosok seseorang yang kuhindari selama ini berada.Sosok menjijikkan berperawakan seperti Mark itu kemudian datang mendekatiku dengan senyumannya yang paling mengerikan. Aku menangis dan berteriak namun suaraku tidak keluar sama sekali. Jantungku berdetak dengan sangat cepat seiring dengan adrenalinku yang ikut terpacu.Mark kemudian mulai menyentuhku dengan tangan dinginnya yang membekukan kulitku. Aku semakin meronta ingin terlepas darinya. Tangan dingin itu lalu mulai merobek semua pakaian yang melekat di tubuhku. Aku semakin menjerit ketakutan dibuatnya.Tanganku mendadak terikat oleh sesuatu yang membuatku tidak bisa melawa
Lylia POV END Pria itu diam membeku seketika. Terlihat jelas ia masih berusaha menahan ekspresinya. Aku juga bingung harus berbuat apa lagi. Air mataku menetes dari sudut mata. Jelas aku sudah mengalami mimpi buruk itu di dunia nyata. Bayangan itu masih jelas terlintas di pikiranku bahkan saat aku menutup mata, semua masih tampak sangat nyata. Dan itu sangat mengerikan. "Daddy, aku takut.." Isakku. Pria itu bangkit membungkuk dan mencium keningku sangat lama. Air mataku jatuh semakin banyak. "Daddy, aku kotor. Daddy... Kotor." Tangisku. Pria ini meringkuh bahuku dan memelukku erat. "Tidak, sayang. Tidak. Kau tidak kotor sama sekali. Maaf... Maafkan Daddy. Semua salah Daddy" Bisiknya. Mendengarnya terisak saat memelukku membuat hatiku semakin hancur. Sakit. Sesuatu yang begitu berharga dariku harus rela dirampas oleh orang lain yang sama sekali tidak pantas menerimanya. "Aku... Tidak pantas.. Untukmu... Daddy." "Tidak! Kau pantas, sayang! Sangat pantas. Tidak ada lagi yang leb
Dante POV2 minggu setelah aku melamar wanitaku, kami memutuskan untuk pulang kembali ke mansionku setelah mendapatkan izin dari dokter. Kenapa ke mansion? Karena dokter menyuruhku untuk menghindari lokasi atau apapun itu yang menyangkut dengan mantan istriku, Alicia. Karena dokter mengkhawatirkan PTSD yang Lylia alami akan kumat saat melihat atau mengingat momen kebersamaannya dengan wanita itu. Jadi aku memilih untuk tinggal sementara di mansion yang penuh dengan kenangan manis kami berdua."Sky, ini kusimpan di sini ya!" Teriak Sheena dari salah satu ruanganku."Terserah!" Teriak Lylia tidak kalah besarnya karena ia juga sedang sibuk membongkar barang bawaannya."Kau yakin Lyli sudah sembuh?" Tanya Bobby padaku yang ikut mengatur barang belanjaan."Aku tidak bisa menolaknya. Dia bilang dia bosan dirawat di rumah sakit dan kau tau aku tidak bisa berkata tidak padanya sekarang." Bisikku.Bobby cekikikan mendengar jawabanku."Astaga.... Akhirnya aku menemukan pawang untuk monster sepe
Dante POV "Paman!" Panik Lylia yang ingin membantu pamannya yang terjungkal akibat ulahku namun kutahan dengan merentangkan satu tangan untuk mencegahnya bergerak mendekati Bobby. Suara tawa Bobby menggelegar tiba tiba. Ia bahkan sampai sampai harus dibantu berdiri oleh Sheena karena lutunya yang lemas akibat tawanya sendiri . "Itu tadi pelanggaran." Ucapku yang semakin membuat tawa Bobby semakin keras. Lylia yang tadinya panik mendadak paham dengan situasi yang sedang kami lakukan ini. Ia lalu merangkul lenganku yang sedari tadi memegangnya seolah sudah mengerti dengan lelucon kami. Aku yang meliriknya sedang menganggu pelan itu kemudian meraih tubuh wanitaku dan memeluknya dari belakang. Tanganku merangkul lehernya secara posesif. Bob yang melihat ekspresiku kembali terkekeh geli lalu berjalan perlahan menjauhi kami menuju ke pintu utama. "Okay... Okay. She's all yours. Bye Lyli." Balas Bobby yang melambaikan tangannya pada kami. "Tolong jaga Sky ya Om. Bye, Sky! Love you!"
Dante POVPagi hari, aku mengantarkan wanitaku untuk menjalani terapinya di rumah sakitku dan memastikan Kai benar-benar menjaganya hingga bayangan mereka berhasil masuk ke dalam rumah sakit dengan aman. Setelah itu mobil mewahku melaju menembus macetnya Ibu kota menuju kantorku untuk kembali berkutat dengan pekerjaan yang memang sudah dipersiapkan untukku. Dan dengan hati yang berbunga-bunga, kufokuskan segala pikiranku untuk menyelesaikan berkas dan dokumen itu satu persatu.Semua berjalan lancar untuk beberapa jam kedepan, sampai satu bunyi telepon berhasil mengacaukan konsentrasiku."Halo!" Pekikku tidak suka."Selamat pagi pak, saya Dokter Hobbert dari Prime Care Hospital ingin berbicara dengan Bapak mengenai Lylia." Jawab suara di seberang sana."Iya, ada apa dokter?" Aku segera menghentikan kegiatanku dan memfokuskan pikiranku kembali untuk mendengarkan informasi apa yang ingin dokter ini sampaikan."Lylia baru saja menyelesaikan terapinya, Pak. Semuanya berjalan normal dan sep
Dante POVBelakangan ini intuisi Lylia memang sangat tajam. Pelukan hangatnya yang tiba-tiba ini seolah meredakan segala rasa cemas yang kurasakan. Kuelus surai rambutnya dan kucium lembut pipinya ."Tidak Baby, hanya saja Daddy takut membuatmu bersedih. Bagaimana perasaanmu selama bersama Daddy?" Tanyaku penasaran."Perasaanku? Hmm... Aku menyukai apapun yang kulakukan bersama Daddy. Ada apa?"Tanyanya kembali.Aku mengesah pelan."Kamu tau Daddy sangat sayang sama kamu kan? Apapun yang Daddy lakukan, semuanya hanya untuk membuatmu bahagia." Ucapku mencoba meyakinkannya."Mm-hm." Ia menggumam paham."Daddy tidak mau membuatmu merasakan rasa sedih saat bersama dengan Daddy. Daddy akan selalu berjuang untuk membuatmu lebih bahagia. Jadi Daddy akan mengembalikan semua keputusan ini padamu, Baby. Kamu berhak menentukan apapun yang kamu mau." Ucapku meracau.Lylia melepaskan pelukannya padaku dan menjauhkan sedikit wajahnya untuk menatapku bingung."Aku tidak mengerti maksudmu, Daddy. Jang