Bab 30
Sarah terkejut melihatku tersedak makanan. Segera dia mengambilkan minuman yang ada di depanku. Tangannya yang halus mengelus pundakku.
"Ada apa sih, Pram? Mengapa kamu nampak terkejut ketika aku menyebut bos yang punya restoran. Adakah yang aneh?" tanya Sarah.
Kerongkonganku masih sakit, apalagi tersedak dengan kuah pedas. Rasanya sampai ke hidung dan mata.
Aku menggeleng pelan. Wajah Sarah nampak pias ketika melihatku. Dengan cekatan tangannya mengelap keringat yang keluar dari dahiku.
"Pelan-pelan makannya. Aku jadi gak enak. Pas ngobrol mendadak kamu tersedak."
"Gak ada apa-apa. Cuma kuahnya terlalu pedas aja," jawabku membela diri.
Mendadak selera makanku langsung hilang. Ingin sekali aku menceritakan perihal Santi kepadanya. Jangan sampai Sarah mengetahuinya terlebih dulu. Atau dia mendapatkan berit
Kamu adalah amanah yang diberikan Tuhan untuk kujaga.
Kami menoleh ke belakang. Sosok wanita muda dan cantik telah berdiri di sana. Rambutnya yang panjang dengan warna coklat tergerai. Dandanannya sangat elegan dan feminim. Wanita itu menatapku."Siapa, Sayang?" bisik Sarah di telingaku."Wanita itu Santi pacarku yang barusan aku ceritakan. Kamu gak cemburu, kan?" tanyaku."Ooh. Cantik, ya," bisik Sarah.Santi melangkah mendekatiku dan Sarah. Dengan langkah yang agak sombong dan tatapan yang tidak suka."Hai, Pram," sapa Santi." Malam, Bos," jawabku sopan." Hai, Nyonya," sapa Santi kepada Sarah." Malam juga, Non," jawab Sarah.Santi menatapku lama. Lalu tatapannya beralih kepadaku."Wah, dunia ternyata sempit ya," sindir Santi dengan tatapan aneh.Dengan sigap aku mer
Bab 32Sarah memberikan ponsel itu kepadaku. Mengapa raut mukanya berbeda. Sambil kupeluk tubuh mungilnya kubuka panggilan yang tidak terjawab.Aku tersenyum. Ketika melihat siapa yang telah mengganggu kami. Ternyata Santi yang menelpon. Ada apakah wanita itu menelponku?"Kamu cemburu, ya?" godaku dengan mencubit hidungnya."Mungkin dia tidak rela. Laki-laki yang selama ini telah mengisi hidupnya bersanding dengan seorang wanita yang sudah tua," kata Sarah dengan mulutnya yang dimajuin."Sudahlah. Kita tidak bisa merubah masa lalu, kan? Masa laluku dan masa lalumu akan menjadi pelajaran yang berharga untuk langkah ke depannya. Mungkin kita akan menghadapibersama-sama." kataku untuk menghibur Sarah.
Bab 33Siapa yang menelpon? Kuraih gawai yang disodorkan Sarah. Aku pikir panggilan dari Santi. Ah … mengapa Santi lagi, sih?Aska?Ternyata putra pertama Sarah yang menelponku. Memang hampir seminggu, aku jarang berkomunikasi dengan anak itu. Aku juga kangen dengannya. Kupandang Sarah sebentar, dia hanya mengangguk."Hai … Aska!" sapaku memulai panggilan "Mas Pram?!" teriak Aska di ponsel."Aska kangen, Mas," katanya lagi." Kapan Mas Pram balik ke Jakarta? Mommy juga pergi ke Palembang, Mas. Kalian ketemu gak di sana?"Deeg … bagaikan sembilu yang mengiris hatiku. Haruskah aku berbohong. Aku hanya diam. Bergeming. Entah apa yang h
Bab 34"Ada apa, Yang?" tanyaku curiga melihat raut wajah Sarah."Ayo kita pulang, Pram. Sore ini kita harus pulang ke Jakarta," kata Sarah dengan nafas yang tidak teratur."Ada apa?!" tanyaku lagi dengan mempercepat jalan.Sebuah taksi berhenti tepat di depan kami. Sarah nampak tegang. Dia hanya diam, sementara tangannya sibuk dengan ponselnya. Dia memesan dua tiket Palembang-Jakarta sore ini."Serius ini?" tanyaku lagi.Dia mengangguk. Perlahan bulir air mata jatuh dari kedua matanya. Wajahnya berusaha tegar. Walaupun, terjadi sesuatu yang begitu membuatnya bersedih.Ada apa dengan istriku?
Taksi yang membawa kami dari bandara Sukarno Hatta telah sampai di depan rumah Sarah. Dia memberikan beberapa lembar uang seratus ribu kepada supir taksi.Aku membantu Sarah menurunkan semua belanjaannya. Bi Iyem sudah menanti kami dengan wajah yang sedih."Bik!" panggil Sarah dengan memeluk Bi Iyem.Dua wanita itu berpelukan. Aku hanya bisa memandang mereka dengan tatapan yang kosong. Entah apa yang kurasakan.Hati mana yang tidak akan sakit ketika anak yang menjadi asuhannya diambil oleh ayahnya. Walaupun pria itu adalah ayah kandungnya sendiri. Lalu kemana dia hampir 4 tahun meninggalkan anaknya. Benar-benar pria yang tidak punya hati.Kedua wanita itu langsung masuk ke rumah. Sarah nampak kecapaian. Dia duduk di sofa ruan
Bab 36 Kita memang sudah sehati. Setiap kali aku membayangkan dia, wanita yang telah mengisi hariku pasti langsung menelponku. Aku tersenyum. Sambil rebahan dan mengambil posisi yang enak kuangkat panggilan telponnya. "Iya, Sayang," jawabku lembut. Tidak ada suara yang terdengar. Hanya suara isakan tangis Sarah. Dia menangis tersedu. Belum pernah sekalipun aku mendengar Sarah menangis. " Ada apa, Sayang?" tanyaku terperanjat kaget. Kubetulkan posisi bantal tempatku bersender. " Pram, dia tidak mau mengembalikan Arsya dan Atta. Dia minta uang dariku," katanya sambil terisak. Braaaagh…. Tanganku tanpa sadar memukul meja di samping tempat tidur. Ayah seperti apa dia? Ini sudah pemerasan. Tidak bisa dibiarkan. " Kok bisa?" tanyaku ikut emosi. " Dia kan penjudi dan pemabok berat, Pram. Dia nyuruh aku mentransfer sejumlah uang. Apakah dia tega dengan anaknya sendiri. Hu….hu…"kata Sarah disela isak tangisnya. Sesaat aku menghela nafas panjang. Mencoba untuk menahan emosi yang sudah
Bab 37 Ban belakang mobil Sarah mendadak kempes. Aku sangat panik, begitu juga Sarah. Untung tidak terjadi sesuatu yang fatal. Aku segera turun untuk mengecek kondisi ban belakang mobil Sarah.Aku jongkok mencari tahu kenapa bannya mendadak kempes. Astaga ada sebuah paku yang menempel di ban itu. Untung saja aku tidak ngebut.Wajah Sarah nampak pucat. Berkali-kali dia melihat ponselnya. Ada kecemasan di raut mukanya. "Sayang, kita kayaknya harus panggil mobil derek," kataku pada Sarah."Okay. Aku akan memanggil mobil derek untuk membawa mobilku ke bengkel. Tapi bagaimana dengan anak-anak Pram," ujarnya sedih." Setelah mobil diambil mobil derek, kita bisa naik taksi menuju tempat itu," ujarku.Mo
Bab 38 Penangkapan Zul.Suara tembakan terdengar memecahkan kesunyian di tempat itu. Sarah langsung memeluk kedua putranya. Atta dan Arsya sangat ketakutan.Sekelompok pria berpakaian preman sudah mengepung tempat itu. Zul--ayahnya Aska--mendadak pucat pasi ketika mengetahui ada penggerebekan di tempatnya. Dia menatapku sinis. Aku juga balas menatapnya. Laki-laki pecundang yang baru kujumpai."Ada apa, Pram?" tanya Sarah ketakutan."Ada penggrebekan pemain judi, Mom," jawabku seolah tidak mengerti.Sarah bangkit dan menatap Zul dengan linangan air mata. Entah apa yang wanitaku pikirkan tentang laki-laki brengsek itu."Om!?" teriak Arsya melihat Zul dibawa polisi.