Share

93

Benar saja, Pak Rama datang tak lama kemudian, membawa nampan berisi dua gelas besar susu, padahal aku mintanya teh. Pak Rama sedikit membungkuk saat meraih satu gelas lalu meletakkannya di meja hadapanku, setelah itu dia duduk di sofa seberangku. Ya Allah, tubuhku sampai gemetaran panas dingin begini. Pak Rama terdiam memandangku.

"Silakan diminum," ucapnya dengan tangan bergerak mempersilakan.

"Te-terima kasih, Pak," ucapku gugup.

Dia mengangguk. "Teh ternyata habis, jadi saya buat susu."

Aku mengangguk kecil dengan jantung berdetak kencang gak karu-karuan. Yaaa Allah. Aku menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan untuk mengusir gugup. Pak Rama menatap ke arah pintu yang terbuka lebar, tampak kilat menyambar-nyambar di kaki langit abu-abu pucat. Hujan mengguyur dengan deras, sungguh membuatku takut. Pak Rama kini menatap ke arah jam dinding.

"Kamu sudah makan?" tanyanya.

"Sudah, Pak," sahutku. Tapi, kriuuuuk, perutku malah bunyi. Tampak Pak Rama menahan tawa, dan akhirnya
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status