'Sebenarnya ini kesempatan emas tapi entah kenapa feelingku tidak enak hari ini,' batin Angela sambil berbicara memakai highheelsnya. Ia menyapu pipinya dengan make up tipis dan memoles bibirnya dengan warna senada bibirnya agar terlihat segar.
Mobilnya meluncur ke perusahaan yang di maksud agensi lomba kemarin. Hadiah utamanya ia terikat kerja dengan perusahaan Glory yang menaungi para desainer. Hati Angela merasa was-was karena baru pertama kali ke perusahaan Glory. Kabarnya perusahaan itu memiliki cabang di Indonesia. Pemimpinnya juga seorang lelaki muda yang tampan.
Langkah Angela terhenti saat berdiri melihat gedung pencakar langit yang menjulang ke atas. Megah tapi tidak meninggalkan aksen budaya Jepangnya. Kaki Angela melangkah masuk ke dalam, ia tampak asing ketika berjalan melewati lobi. Banyak karyawan yang memandanginya dengan tatapan asing. Ya saat ini ia seperti alien yang baru turun dari pesawat piring terbang mendarat di bumi.
Angela menanyakan pa
"Kau tidak akan bisa lari lagi," kata Verrel. Ia mendesak Angela hingga ke dinding. "Apa maumu sebenarnya? Kenapa kau selalu bersikap memaksa," protes Angela. Ia benci di saat Verrel sangat menginginkannya, akan terus memburu seperti mencari buronan. Tapi jika ia bersanding dengannya, maka seenaknya saja Verrel mengabaikannya. Jika ingat itu semua, Angela rasanya sudah muak. “Singkirkan tanganmu ini.” Angela mendorong tubuh Verrel sekali lagi.Verrel seperti seorang yang kehausan, ia membuka kancing blouse Angela, mengeluarkan dua buah benda kenyal milik istrinya yang sudah terlalu lama ia rindukan. Tanpa kompromi ia menyesapnya satu persatu. Angela mengerang, ia merutuki dirinya sendiri kenapa mulutnya mengkhianatinya. Mendengar Angela memberikan reaksinya, Verrel tak tanggung-tanggung menyingkap rok istrinya. Sementara jari-jarinya menyusup ke bagian sensitif yang tersembunyi dalam celana dalam ketat. Lubang itu sangat sempit, menunjukk
Angela melihat dirinya di cermin setelah membersihkan tubuhnya. Air di rambutnya masih menetes di punggungnya. Ia melamun menatap wajahnya di cermin, lagi-lagi dirinya terperangkap dalam jebakan Verrel. Lelaki itu begitu kuat mengikatnya, kemanapun ia pergi sepertinya Verrel selalu menjadi bayangannya.Tak bisa di pungkiri tubuhnya merindukan sentuhan itu, tetapi hatinya kuat menolak pesona lelaki itu. Angela merasa terperosok dalam lubang yang sama. Ia sudah bersikeras berjuang mati-matian untuk melupakan pria yang masih menjadi suami sahnya.Kini ia tidak tahu kejutan apa lagi yang akan menyambutnya di hari esok. Hidupnya semula yang stabil kini akan naik turun lagi seperti roller coaster.Suara perutnya yang keroncongan terdengar lirih, membuyarkan lamunannya. Ia memutuskan untuk ke dapur untuk mencari sesuatu yang bisa di makan. Angela baru ingat jika sejak dari kantor tadi ia memang belum makan apa-apa.Terlebih lagi Verrel memperlakukann
Angela tidak habis pikir kenapa akhir-akhir ini Verrel seperti seorang pengganggu. Ia tidak bisa bergerak leluasa dengan adanya Verrel yang selalu memata-matainya.Hari ini ia melakukan pemotretan dengan Ryugi. Sebelumnya ia sudah pernah bertemu dengan pria itu untuk pertama kalinya. Tapi ia tidak tahu jika Ryugi adalah fotografer handal. Ia sengaja mencari tahu tentang Ryugi, dan menurut Richi sahabatnya bidikan kamera Ryugi selalu menghasilkan karya terbaik."Hajimemashi tte watashi no na mae wa Angela de s," sapa Angela sembari membungkukkan badannya pada Ryugi sebagai tanda hormat."Namaku Ryugi, aku bisa bahasamu," jawab Ryugi tersenyum."Oh, maaf," kata Angela tersipu malu. Susah payah ia melafalkan bahasa Jepangnya pada Ryugi, ternyata lelaki itu malahan bisa bahasanya."Jadi, kita mulai pemotretannya?" tanya Ryugi."Tentu saja jadi, tapi ... sebelum itu saya mohon maaf tentang kejadian yang dulu. Karena saya sudah tidak sopan m
Bayangan Verrel tiba-tiba muncul di benaknya. Ia merasa aneh hari ini lelaki itu tidak membuntutinya. Tapi baguslah, ia dapat membuat rancangan desainnya yang baru tanpa gangguan dari Verrel.Angela mulai menggoreskan pensilnya untuk membuat sketsa pakaian menurut imajinasinya. Saking terhanyutnya dalam menggambar rancangannya, ia tidak menghiraukan jika ada seorang pria yang sudah berdiri memperhatikannya, menunggu pekerjaannya selesai. Verrel melarang karyawan lainnya untuk memberitahukan kedatangannya. Verrel memilih menunggu Angela menyelesaikan pekerjaannya.Tanpa di minta Verrel duduk bersandar di sofa, ia memandangi Angela tanpa berkedip. Sadar ada sepasang mata tengah memandanginya, Angela melirik ke arah samping."Sudah selesai pekerjaanmu?" tanya Verrel.Jantung Angela serasa copot seperti melihat sosok hantu. Verrel menatap tajam ke arah Angela. Tatapan itu seperti busur panah yang ia lesatkan siap menembus hati Angela. Tatapan ding
Angela merasakan telapak tangan menutup kedua matanya dari belakang."Siapa ini!" katanya gugup. Tidak mungkin kan jika di sini ada seorang pencuri yang masuk."Kau sangat cantik," bisik pria itu perlahan membuka telapak tangannya. Angela mengenali pemilik suara itu, siapa lagi kalau bukan Verrel.Lelaki itu memutar tubuhnya melihatnya dari atas hingga ke bawah. Sudah lama ia tidak melihat Angela memakai lingerie seksi. Sepertinya ia cukup puas dengan gagasannya memberikan lingerie pada Angela. Warna hitam pekat terlihat kontras dengan kulit Angela yang putih bersih. Apalagi ukuran dada Angela yang membulat sempurna dengan ujung puncaknya yang terlihat samar-samar di balik lingerie hitam. Membuat Verrel makin bergairah.Angela tidak menyadari sejak kapan Verrel telah membaringkannya di atas ranjang. Tangan Verrel terlalu asyik menikmati benda kenyal di depannya. Sesekali Angela mengerang ketika jari Verrel menggelitik bagian pusatnya.&nb
Verrel menyadari kebencian Angela sudah melebihi rasa cintanya. Tindakannya waktu itu sudah teramat fatal sehingga menyisakan rasa sakit di hati Angela. Bodoh memang jika menawari Angela dengan harta karena ia sudah memiliki segalanya. Bukankah selama ini Angela pergi karena ingin menjauhinya.Mungkin sekarang ia bisa memiliki tubuhnya, raganya seutuhnya tapi tidak dengan hatinya. Rasa trauma yang Verrel timbulkan terlalu dalam. Membuat Angela enggan untuk jatuh cinta lagi.Sekarang yang perlu di lakukan Verrel adalah bagaimana menumbuhkan rasa cinta Angela untuknya. Angela kembali bersikap dingin seperti saat pertama kali Verrel bertemu dengannya. Mereka terikat dalam pernikahan tapi ada kebencian di tengah-tengahnya."Kita mulai kembali dari awal, tonggal serumah dan menjalani rumah tangga bersama-sama," ajak Verrel.Semula Angela tertegun kaget mendengar tawaran dari Verrel, namun tak lama kemudian Angela tertawa sinis. Angela berhara
Angela tampak gelisah, mereka segera meluncur ke Indonesia memakai pesawat jet pribadi Verrel. Tangannya tidak berhenti meremas-remas roknya, ia terlihat sangat cemas. Verrel sedari tadi memperhatikan pergerakan Angela menjadi ikut kasihan. Ia pasti sangat khawatir dengan kondisi ibunya saat ini."Tenanglah, semua pasti akan baik-baik saja," ucap Verrel menggenggam tangan Angela. Untuk kali ini Angela tidak menarik tangannya. Entahlah jika mengenai kondisi mamanya saat ini, ia menjadi lemah tak berdaya. Sederetan awan putih dapat ia lihat melewati jendela pesawat. Tapi hatinya tidak setenang awan putih itu. Hatinya sedang gundah gulana memikirkan bagaimana keadaan mamanya sekarang."Tidak akan terjadi apapun, bersabarlah." Verrel merengkuh kepala Angela agar bersandar di dadanya.Mereka akhirnya tiba di bandara, beberapa pengawal telah menyambut kedatangan mereka. Mobil berwarna hitam langsung menjemput kedatangan mereka. Angela dan Verrel msuk ke da
Angela telah kembali dari upacara pemakaman mamanya. Tubuhnya yang ramping masih berbalutkan dress berwarna hitam, berkacamata hitam dengan rambutnya yang di biarkan terurai begitu saja. Kali ini Angela ingin pulang ke rumah mamanya. Ia ingin melihat semua kenangan yang di tinggalkan mamanya di rumah tempat di besarkannya dulu. Para pelayan juga memakai baju berwarna hitam selepas dari pemakaman. Mereka ikut berduka cita atas meninggalnya Mama Yanti. Semua ikut berkabung dan bersedih, karena Yanti adalah sosok yang baik hati menurut mereka. Ia selalu memperhatikan kebutuhan para pelayan, dan karyawan yang bekerja di perusahaannya. Sedari tadi ada yang hilir mudik mengucapkan bela sungkawa untuk Angela.Para kolega dan staf karyawan datang silih berganti, di sekitar rumah sudah di penuhi dengan karangan bunga yang memadati depan rumah. Angela berjalan lunglai menuju ke kamar mamanya. Ia memandangi foto Yanti beserta dirinya ketika masih kecil. Angela duduk di tepian ranj