Verrel menyadari kebencian Angela sudah melebihi rasa cintanya. Tindakannya waktu itu sudah teramat fatal sehingga menyisakan rasa sakit di hati Angela. Bodoh memang jika menawari Angela dengan harta karena ia sudah memiliki segalanya. Bukankah selama ini Angela pergi karena ingin menjauhinya.
Mungkin sekarang ia bisa memiliki tubuhnya, raganya seutuhnya tapi tidak dengan hatinya. Rasa trauma yang Verrel timbulkan terlalu dalam. Membuat Angela enggan untuk jatuh cinta lagi.
Sekarang yang perlu di lakukan Verrel adalah bagaimana menumbuhkan rasa cinta Angela untuknya. Angela kembali bersikap dingin seperti saat pertama kali Verrel bertemu dengannya. Mereka terikat dalam pernikahan tapi ada kebencian di tengah-tengahnya.
"Kita mulai kembali dari awal, tonggal serumah dan menjalani rumah tangga bersama-sama," ajak Verrel.
Semula Angela tertegun kaget mendengar tawaran dari Verrel, namun tak lama kemudian Angela tertawa sinis. Angela berhara
Angela tampak gelisah, mereka segera meluncur ke Indonesia memakai pesawat jet pribadi Verrel. Tangannya tidak berhenti meremas-remas roknya, ia terlihat sangat cemas. Verrel sedari tadi memperhatikan pergerakan Angela menjadi ikut kasihan. Ia pasti sangat khawatir dengan kondisi ibunya saat ini."Tenanglah, semua pasti akan baik-baik saja," ucap Verrel menggenggam tangan Angela. Untuk kali ini Angela tidak menarik tangannya. Entahlah jika mengenai kondisi mamanya saat ini, ia menjadi lemah tak berdaya. Sederetan awan putih dapat ia lihat melewati jendela pesawat. Tapi hatinya tidak setenang awan putih itu. Hatinya sedang gundah gulana memikirkan bagaimana keadaan mamanya sekarang."Tidak akan terjadi apapun, bersabarlah." Verrel merengkuh kepala Angela agar bersandar di dadanya.Mereka akhirnya tiba di bandara, beberapa pengawal telah menyambut kedatangan mereka. Mobil berwarna hitam langsung menjemput kedatangan mereka. Angela dan Verrel msuk ke da
Angela telah kembali dari upacara pemakaman mamanya. Tubuhnya yang ramping masih berbalutkan dress berwarna hitam, berkacamata hitam dengan rambutnya yang di biarkan terurai begitu saja. Kali ini Angela ingin pulang ke rumah mamanya. Ia ingin melihat semua kenangan yang di tinggalkan mamanya di rumah tempat di besarkannya dulu. Para pelayan juga memakai baju berwarna hitam selepas dari pemakaman. Mereka ikut berduka cita atas meninggalnya Mama Yanti. Semua ikut berkabung dan bersedih, karena Yanti adalah sosok yang baik hati menurut mereka. Ia selalu memperhatikan kebutuhan para pelayan, dan karyawan yang bekerja di perusahaannya. Sedari tadi ada yang hilir mudik mengucapkan bela sungkawa untuk Angela.Para kolega dan staf karyawan datang silih berganti, di sekitar rumah sudah di penuhi dengan karangan bunga yang memadati depan rumah. Angela berjalan lunglai menuju ke kamar mamanya. Ia memandangi foto Yanti beserta dirinya ketika masih kecil. Angela duduk di tepian ranj
"Kenapa kau mengajakku ke sini? Siapa yang mau kau temui?" tanya Angela."Tidak ada, aku hanya ingin memperlihatkan dunia lain dari dunia kita," jawab Verrel.Kakinya terus melangkah menggandeng Angela. Tatapan Angela tertuju pada seorang anak kecil yang sedang mengais-ngais botol plastik dan memasukkannya ke dalam karung. Sinar matahari yang terik membuat peluh keringatnya menetes mengalir ke wajah dan lehernya. Wahahnya tampak kusam dan bajunya penuh tambalan sana-sini."Kasihan sekali anak itu," kata Angela lirih."Bagaimana bisa dunia begitu kejam membiarkan anak itu hidup sebatangkara tanpa memiliki apapun," kata Angela lagi.Verrel tersenyum mendengar perkataan Angela. "Bukannya tidak memiliki apapun, ia memiliki semangat untuk membangkitkan dirinya, mencari sesuap nasi dengan pola pikirnya yang sederhana," kata Verrel."Aku tidak bisa membayangkan bagaimana dia bisa tidur tanpa selimut yang tebal dan rumah yang layak," bal
"Bagaimana jika butikmu yang di Jepang kau mempercayakannya pada asistenmu di sana? Bukankah di sini ada perusahaan almarmarhum mamamu yang harus kau urus," kata Verrel di sela-sela makan."Aku pikir juga begitu, tapi aku juga harus menambahkan tenaga ahli tambahan di sana. Karena aku kasihan jika mereka kewalahan tanpaku," jawab Angela."Akan ku bantu mengurusnya," imbuh Verrel menyelesaikan makanan terakhirnya."Terima kasih," ucap Angela. Ia tidak menyangka pria yang selalu menjadi musuhnya sekarang malahan mendukungnya.'Apa memang benar pendapat mama mengenai Verrel, dia pria terbaik untukku?' batin Angela.Lelaki bertubuh tegap itu menggeser kursinya ke belakang. Tidak lupa mengelap mulutnya memakai tisu dan menghabiskan minuman jus yang tersedia di dalam gelas kristal berkaki."Lanjutkan saja makanmu, aku mau ke ruang kerja dulu," kata Verrel. Angela hanya menjawabnya dengan anggukan.Verrel naik ke lantai atas ter
"Tentu saja aku datang ke sini untuk mengobatimu, bukankah sudah menjadi tugas seorang dokter," ucap Frans."Kehadiranmu tidak ku inginkan," kata Verrel dingin.Frans tidak mengambil hati perkataan sahabatnya itu, ia sudah terbiasa dengan sikap Verrel yang terkadang berbicara seenaknya."Tunggu sebentar biar aku memeriksamu, jangan banyak bicara," kata Frans mengeluarkan stetoskopnya."Sepertinya kau hanya kelelahan dan kurang asupan makanan. "Apa kau sekarang menjadi miskin sampai tidak bisa membeli makanan yang enak?" kata Frans sembari membereskan peralatannya."Bicara sekali lagi, ku pecat kau jadi dokter pribadiku," ancam Verrel."Hemm, suatu kehormatan bagiku di pecat olehmu. Aku seperti mengobati singa yang tengah lapar, hahaha," kata Frans tertawa.Memang selama ini menjadi dokter pribadi Verrel, hidup Frans sudah terbilang melebihi cukup. Gaji bulanan yang di berikan Verrel cukup tinggi, belum lagi di tambah
Wajah Verrel masih di penuhi oleh amarah. Angela menundukkan kepalanya. Kalau saja Verrel tidak sedang sakit, ia pasti sudah marah karena sikap Verrel yang main serobot saja."Kenapa dia meneleponmu? Apa kalian saling merindukan?" kata Verrel sinis.Dalam hatinya sebenarnya ia takut Angela berpaling ke laki-laki lain. Kecemburuannya tidak dapat di tutupi lagi. Setelah sekian lama berpisah apakah harus bertengkar masalah ini. Verrel sudah muak dengan Mark yang selalu mendekati Angela."Kamu kenapa merebut teleponku? Sudah kubilang di antara kami tidak ada apa-apa," jelas Angela. Dia merapikan bajunya yang berantakan dan mengikat rambutnya ke atas."Itu menurutmu, bagaimana dengan dia. Mark masih saja terus memikirkanmu. Apa aku bisa mengendalikan pikiran seseorang?" gerutu Verrel."Kalau begitu biarkan saja. Tolong jangan jadikan ini masalah baru agar kita bertengkar lagi. Kau sedang kurang sehat. Pikiranmu bermacam-macam, jadi lebih baik isti
Saat mereka sedang asyiknya menikmati masakan Angela, tiba-tiba seorang asisten rumah tangga tergopoh-gopoh datang menghampiri Verrel."Ada apa?" tanya Verrel di sela makannya."Tuan Mark ada di depan," jawab asisten rumah tangga."Suruh pulang saja," kata Verrel ketus. Angela mengaduk-aduk makanannya. Ia tidak berani melarang tindakan Verrel karena buntutnya pasti selalu bertengkar."Tapi ... Tuan Mark bersama wanita cantik ke sini, sepertinya itu kekasihnya," lanjut asisten rumah tangga itu memberanikan diri.Verrel meletakkan sendok makannya. Ia terdiam dan terlihat berpikir sejenak."Ya sudah, suruh masuk," ralatnya.Angela bernafas dengan lega, karena Verrel berubah pikiran. Selama ini Angela merasa bersalah pada mereka karena seperti menghancurkan hubungan persaudaraan keduanya.Verrel segera menyelesaikan makannya, begitu juga dengan Angela. Mereka bersiap untuk ke ruang utama menemui Mark.Terlihat Ma
Mark membawa Clara ke apartemennya, ia mempersilahkan Clara untuk duduk."Terus terang, aku memang belum mencintaimu," kata Mark meneguk minumannya.DEGHRasanya hati Clara sakit mendengar pengakuan Mark. Tetapi bukankah dari awal dia memang tahu jika Mark tidak mencintainya."Jadi, kau memperalatku?" tanya Clara tanpa basa-basi."Bukan memperalat tetapi meminta tolong agar kau membantuku," lanjut Mark."Cih, sama saja," desis Clara."Apa imbalannya?" tanya Clara lagi. Padahal jika Mark tidak mencintainya tidak apa, asal ia bisa bersamanya. Tapi mulutnya berkata lain ketika Mark mengungkapkan kenyataan pahit itu."Kau bisa jadi istriku, aku juga ingin belajar melupakan masa laluku," kata Mark menatap kosong ke depan."Bayarannya mahal, aku takut kau tidak akan sanggup membayarnya," jawab Clara."Menjadi istriku, kau tidak akan kekurangan apapun. Jadi bagaimana? Kau setuju?" tanya Mark.Clara berpikir