Share

Godaan Verrel

Verrel menuruni anak tangga melihat kedua orang ibu dan anak itu sedang mengobrol. Mereka bercanda tawa, baru kali ini Verrel melihat Angela tertawa lepas, apa selama ini ia hidup satu rumah dengannya merasa terpenjara. Kenapa ia tidak pernah melihat tawa itu.

"Eh, menantu mama sudah bangun. Angela layani suamimu, siapkan sarapannya," kata Yanti lembut.

"Biar saya ambil sendiri, Ma," kata Verrel.

"Eh, jangan. Sudah menjadi tugas istri melayani suami, baik di tempat tidur maupun melayani kebutuhan lainnya," terang Yanti.

"Kok mama bawa-bawa tempat tidur sih, Angel dengarnya agak risih, Ma," kata Angela.

"Kamu ini, sudah menikah jangan seperti anak kecil. Suamimu pria yang tampan, bagaimana jika ada perempuan lain yang mau. Kamu pasti menyesal," kata Yanti.

"Biarin aja, kalau mau ambil, ambil saja."

Tak! 

Angela menaruh piring agak keras. Ia jengkel jika mengingat kata perempuan lain. Jelas-jelas ada perempuan lain dalam kehidupan mereka. Bahkan Verrel telah melakukan kesalahan yang lebih fatal.

"Kamu kenapa sih, kok mendadak cemberut begitu?" tanya Yanti.

"Tidak kok, Ma. Mungkin kurang tidur," jawab Angel.

"Ah, mama tahu. Kalian pasti lembur kan tadi malam," goda Yanti.

Verrel hanya tersenyum mendengar perkataan mertuanya. Ia merasa nyaman di rumah ini. Yanti adalah wanita yang ramah dan suka bercanda. Hal itu membuat Angela berulang kali memasang muka masam karena kesal.

"Apa Angela pernah membuatkan makanan untukmu?" tanya Yanti.

Verrel menggeleng. "Saya yang memasak untuknya."

"Oh, so sweet banget," puji Yanti.

Yanti menyenggol lengan Angela. “Kamu beruntung sayang, suamimu sangat perhatian."

Perhatian apanya, saking perhatiannya anak gadis orang di hamili, batin Angela kesal.

"Ya, sudah mama tinggal dulu ke supermarket. Kalian jaga rumah ya, gak enak mama ganggu pengantin baru," goda Yanti melenggang pergi meninggalkan Angela dan Verrel.

"Angela ikut, Ma!" teriak Angela.

"Tidak usah!" seru Yanti yang sudah sampai di depan pintu utama.

"Sudahlah, mamamu ingin kita segera buat bayi kecil," goda Verrel.

"Apa maksudmu dengan bayi kecil, aku tidak mau punya bayi darimu!" kata Angela tegas. Jarinya menusuk-nusukkan garpunya pada roti sandwich di depannya.

"Kenapa tidak mau, ayolah." Verrel membopong tubuh Angela menaiki anak tangga. Wanita itu meronta-ronta seperti mau di perkosa suaminya sendiri. 

Lalu Verrel menjatuhkannya di atas ranjang yang empuk.

"Apa yang mau kau lakukan!" kata Angela ketakutan.

"Apa yang mau ku lakukan? Seharusnya kau sudah paham apa yang seharusnya di lakukan seorang suami terhadap istrinya.

"Tidak, kau sedang bercanda kan?" tanya Angela.

"Angela, apa aku kelihatan bercanda? Aku sedang menginginkanmu," goda Verrel merayap di atas tubuh Angela.

"Tidak! Aku tidak mau!" Angela berusaha memberontak, tapi Verrel memegang kedua tangannya. 

Tiba-tiba Verrel mengecup punggung tangan Angela. “Aku minta satu hal."

"Tidaak! Aku tidak mau!" tolak Angela. Ia terus saja meronta, rambutnya tergerai berantakan.

"Ku mohon, panggil namaku, aku ingin mendengarnya. Aku ingin kita terlihat dekat," kata Verrel.

"Untuk apa aku memanggil namamu! Aku sangat membencimu!" jawab Angela.

"Kau benci aku, karena Hellen. Kau cemburu padanya?" tanya Verrel.

"Tidaak!" Angela memalingkan wajahnya ke pinggir. Ia memang tidak ingin terlibat perasaan mendalam dengan Verrel. Karena ia tidak ingin terluka, itulah alasannya kenapa Angela ingin segera bercerai dengan Verrel.

Sebelum cinta itu bersemi lebih besar,  ia harus mematikan benih-benih cinta itu secepatnya.

"Angela, panggil nama suamimu!" perintah Verrel.

"Kalau aku sudah memanggilmu apa yang akan ku dapatkan?” tanya Angela.

"Apa yang kau inginkan?" tanya Verrel.

"Satu-satunya yang ku inginkan adalah perceraian, dengan begitu aku bebas," ucap Angela.

"Hanya itu?" tanya Verrel lagi.

"Iya," jawab Angela.

"Hanya itukah yang ada di pikiranmu, sementara aku berusaha mempertahankanmu di sisiku? Angela hatimu terbuat dari apa? Apakah kau tidak merasakan sama seperti yang aku rasakan?" tanya Verrel. Ada guratan kekecewaan yang timbul di sana.

"Tidak, jadi tolong lepaskan aku Tuan Verrel. Kau jalani hidupmu dengan baik bersama kekasihmu yang sebentar lagi melahirkan anakmu," kata Angela. Entah kenapa ia merasakan hati yang sakit teramat sangat setelah selesai mengucapkannya.

"Dan kau ingin kembali pada mereka yang memujamu? Tidak akan kubiarkan!" Verrel melumat bibir Angela dengan kasar. Ada rasa yang menunjukkan kepemilikan di sana. Verrel selalu ingin menguasai Angela.

Angela mendorong tubuh Verrel. “Kau tidak bisa berbuat seenaknya padaku!" 

Ia bangkit dari ranjang dan segera menarik hendel pintunya. Tapi tubuh Verrel sudah keburu berdiri di depan pintu menghadangnya.

"Apa aku seperti hantu menyeramkan? Kenapa kau selalu takut dan menghindariku," kata Verrel. Lelaki itu merengkuh pinggang Angela dengan cepat. Ia memeluk Angela erat,"Tolong, jangan pergi dari sisiku."

Angela merasa aneh Verrel memohon padanya. Tidak biasa ia bersikap selemah itu. Ia tidak melakukan apa-apa selain memeluk Angela. Akhirnya Angela melemah, ia tidak memberontak lagi tangannya membalas merengkuh pinggang kekar Verrel.

Lelaki itu menyandarkan kepalanya di pundak Angela. 

"Percayalah, aku akan menyelesaikan masalahku dengan Hellen. Tapi kau harus di sisiku," pinta Verrel lirih. Ia melonggarkan pelukannya mengecup dahi Angela. Lagi-lagi jantung Angela seakan lari maraton. Ia merasakan degupan yang cukup kencang. Belum pernah ia merasakan perasaan ini pada Yohan. 

Angela berdiri mematung setelah Verrel melepaskan pelukannya. 

"Hei, kenapa kau diam?" Verrel menekan hidung mancung Angela.

"Apaan sih!" Angela mencubit pinggang Verrel.

"Gadis bar-bar, kau selalu mendorongku bahkan bersikap kasar pada suamimu. Menurut hukum pemerintah yang berlaku, itu sudah termasuk kekerasan dalam rumah tangga," sindir Verrel.

"Kau mau melaporkan aku? Laporkan saja, siapa takut." kata Angela mendengus kesal.

"Aku hanya ingin melaporkan kenapa istriku selalu menolakku? Apa aku pria homo?" goda Verrel.

"Mungkin, karena kau sangat menyebalkan," jawab Angela malu-malu. Ada semburat merah di pipinya. 

Ah, sial kenapa kau luluh lagi Angela, gerutu Angela dalam hati.

"Apa seharian kita akan di kamar bermain kucing-kucingan?" tanya Verrel.

"Tidak, hari ini aku mau keluar jalan-jalan. Terserah kalau kau mau ikut atau berdiam diri di kamar saja," kata Angela.

"Ikut, dong sayang," Verrel menarik kembali tubuh Angela.

"Verrel! Lepaskan tanganmu!" perintah Angela.

"Hemm, kau sudah fasih memanggilku. Aku jadi senang mendengarnya," puji Verrel.

"Sebenarnya aku rasanya pingin muntah saat memanggilmu, kau seperti virus yang susah di hilangkan," kata Angela.

"Ya, mungkin aku sudah menjadi virus di hatimu," goda Verrel lagi.

"Verrel!" peringat Angela. Ia bertambah kesal kenapa hari ini Verrel sangat cerewet sekali.

"Aku mau ganti baju, minggirlah dan jangan mengintip," kata Angela.

"Kau bisa ganti baju di sini dan kita bermain-main sebentar," goda Verrel.

"Verrel, bisa tidak kau cuci otak mesummu itu!" 

Braak! 

Angela menutup pintu kamar mandinya.

"Dasar gadis bar-bar!" 

---Bersambung----

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status