Angela masih berpikir tentang apa yang di katakan oleh Verrel. Ia tahu jika lelaki itu cepat atau lambat tetap saja menginginkan keturunan darinya. Tapi ia perlu menguatkan hatinya dan memberi pemahaman pada dirinya sendiri agar mengubah pola pikirnya yang negatif tentang traumanya memiliki anak.
Angela tidak menyadari jika Verrel sudah berdiri di belakangnya. Ia menepuk pundak Angela yang masih bengong menatap ke depan.
"Aku mau berangkat kerja, apa kau tidak mau melihat keadaan perusahaan mamamu?" tanya Verrel.
"Oh, iya. Tapi kau berangkat dulu tidak apa-apa. Biar ku selesaikan gambar desainku," ucap Angela gugup. Ia tidak ingin Verrel tahu jika dirinya sedang melamun.
"Tidak bisa begitu, aku akan mengantarmu. Bagaimana jika ada pria yang menggodamu?" celetuk Verrel.
Angela lupa jika Verrel pencemburu. Ia pun bangkit dari tempat duduknya. Lalu mengambil baju kerja di lemarinya. Biasanya Verrel selalu mengganggu jika dia sedang berganti pakaian. T
Waktu makan siang telah tiba, seorang pria tampan datang untuk menjemput Clara. Sialnya, saat memasuki kantor Mark juga bertemu dengan Verrel. Keduanya seperti kucing dan anjing yang saling menyindir. Verrel merasa Mark selalu mengganggu ketenangan hidupnya.Padahal ia sudah cukup tenang ketika lelaki itu berpamitan padanya mengatakan jika akan ke luar negeri. Tapi, kenapa pria ini malah ada di kantor istrinya."Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Verrel sinis."Tentu saja menjemput kekasihku," jawab Mark penuh percaya diri."Kekasihmu? Kekasihmu yang mana?" tanya Verrel."Kau tidak perlu tahu, tidak mungkin aku memperkenalkan kekasihku pada orang pikun," nyinyir Mark. Ia kesal pada sahabatnya itu, padahal dulu sudah pernah memperkenalkan kekasihnya tapi kenapa ia mengabaikannya begitu saja."Ya, sudah tidak ada gunanya aku berdebat denganmu." Mark meninggalkan Verrel yang masih berdiri di depannya.Pikiran Ve
Semilir angin menyapu wajah Clara, wanita itu mengetuk-ngetuk sepatunya ke paving trotoar. Mark menyentuh bahu Clara, tetapi wanita itu diam tak bergeming."Jika kau ingin menjadi kekasihku, kau harus menuruti semua yang ku inginkan," ucap Mark.Clara menggerakkan tubuhnya mengarahkan pandangannya pada Mark dengan tatapan kurang bersahabat."Setelah kupikir-pikir, aku sudah tidak berminat lagi menjadi kekasihmu. Akan ku jalani hidupku penuh kebebasan," ujar Clara. Tepat di hadapannya telah berhenti sebuah taksi yang menawarkan tumpangan.Ketika Clara berniat masuk ke dalam Mark buru-buru menarik tubuh Clara."Ini bayaranmu, Pak. Tolong tinggalkan kami," kata Mark mengeluarkan uang lembaran pada sopir taksinya."Tapi, Tuan?" Sopir itu bingung menerima uang dari Mark. Padahal ia belum mengantarkan penumpangnya. Tatapan mata Mark yang dingin ke arah sopir itu, akhirnya menyurutkan niat sopirnya untuk bertanya lagi. Ia memilih
"Desain baju milikku biasanya mengangkat karya seni dan adat istiadat daerah. Apa kau tertarik dengan karya seperti itu?" tanya Amber."Kebetulan sekali, saya tertarik dengan karya Anda sudah cukup lama. Tetapi baru sekarang bisa bertemu dengan desainernya," ucap Angela."Silahkan," kata seorang pelayan yang meletakkan secangkir caramel macchiato panas di depan Angela."Terima kasih," ucap Angela. Sesaat ia menyesap kopi panasnya sedikit lalu meletakkannya kembali dengan hati-hati."Tolong pelajari proposal dariku. Saya ingin berperan aktif memberdayakan anak-anak dari golongan yang tidak beruntung untuk memakai karya ini. Jadi, lebih tepatnya acara ini seperti amal bagi mereka. Namun, jangan khawatir saya tetap akan memberikan imbalan jasa pada Anda," terang Angela."Hemm, menarik sepertinya," ucap Amber manggut-manggut."Tapi, darimana Anda menemukan anak-anak itu?" tanya Amber."Hemm, secara tidak sengaja aku bert
Angela tampak letih setelah pulang dari kantor, hari ini ia memutuskan pulang terlebih dahulu karena tiba-tiba kepalanya pusing. Sebelumnya, ia sudah mengirimkan pesan pada Verrel jika ia pulang terlebih dahulu. Karena, biasanya Verrel selalu mengkhawatirkannya.Dan benar, Verrel sudah berdiri di ambang pintu melihat istrinya yang sudah tertidur pulas di ranjang. Wajah lelah Angela membuatnya kasihan. Ia lalu memilih membersihkan tubuhnya di kamar mandi.Kucuran air shower gemerciknya air terdengar dari luar. Suara itu membuat Angela terbangun dari tidurnya. Perlahan ia membuka matanya, melihat tas kerja Verrel yang di letakkan di atas kursi ia tersenyum. Pertanda Verrel memang sudah pulang kerja. Tapi kelelahan Angela membuatnya malas untuk bangun dari ranjangnya. Ia memeluk guling empuknya erat dan maranya kembali terpejam.Tiba-tiba ia merasa sesuatu yang dingin dan kenyal menempel di dahinya. Ia tahu jika Verrel yang mencium keningnya. Ke
BRUGH!"Maaf, saya tidak sengaja," kata Clara. Ia langsung merunduk ikut memungut belanjaan yang tercecer di lantai supermarket."Its okay, no problem," ucap wanita paruh baya yang di tabraknya."Terima kasih." Amber menerima kembali sekantung plastik belanjaan dari Clara."Sekali lagi, maaf." Clara membungkukkan badannya.Amber merasa tidak asing melihat wajah Clara. Tapi entah di mana ia melihat wajah itu?"Tunggu? Apakah kita pernah saling mengenal sebelumnya?" tanya Amber."Anda mungkin salah orang, Nyonya. Kita baru bertemu hari ini," ucap Clara."Permisi." Clara berpamitan berjalan ke arah lain meninggalkan Amber yang masih terhanyut dengan pikirannya.Clara keluar dari supermarket seorang pria tiba-tiba menepuk pundaknya."Hai, lama tidak bertemu," sapa lelaki itu.Clara menatapnya dan mengangkat sebelah alisnya. "Apa kita pernah saling mengenal?" tanya Clara bingung."Kau mungkin
"Kejam sekali kau, sedari tadi aku menunggumu memberiku minum. Tapi kau tidak kunjung datang," ucap Mark meletakkan gelas minumannya yang telah kosong."Memang aku sengaja membuatmu tidak betah di sini. Kehausan dan kelaparan, supaya kau cepat pulang," kata Clara sinis."Tidak masalah jika kau tidak memberiku makan. Aku bisa memakan tubuhmu sekarang. Jika kau tidak memberiku minum, aku juga bisa meminum ini." Mark mengusap dada Clara.Wanita itu mengerang lirih ketika Mark menyentuhnya. "Dasar otak mesum," balas Clara."Sebentar lagi kau akan menjadi istriku, jadi kau harus terbiasa dengan otak mesumku." Mark tersenyum nakal.Clara memilih menyingkir dari hadapan Mark. Ia mengambil piring-piring sajiannya. Menatanya satu persatu dan meletakkannya di meja. Mark memperhatikan gerak-gerik Clara.Ia malas menanggapi perkataan Mark. Lelaki itu baginya terlalu mudah mengatakan janji-janjinya."Kau tidak menawarkanku makan?" tanya Mark
Angela mengutarakan keinginannya menjadikan Clara menjadi sekretarisnya. "Bagaimana, apa kau bersedia?" tanya Angela."Tapi, saya kurang berpengalaman jika menjadi sekretaris. Karena, biasanya saya hanya bekerja sebagai staf biasa," ujar Clara."Tenang, semua bisa di pelajari perlahan," kata Angela."Gajimu akan naik tiga kali lipat dari biasanya. Kamu juga akan mendapatkan fasilitas mobil. Dan mobil itu akan menjadi milikmu jika kau mau bekerja denganku," tawar Angela.Clara berpikir sejenak, ia memang sudah lama ingin memiliki sebuah mobil. Setiap hari berangkat menggunakan bus, terkadang juga taksi membuatnya sedikit repot tidak bisa memburu waktu kerjanya."Bagaimana?" tanya Angela.Clara mengangguk mengiyakan. Lagi pula ia butuh kenaikan gaki itu untuk membayar angsuran apartemennya. Selain itu juga ia ingin hidup lebih layak. Tidak harus selama sebulan terakhir mengonsumsi mie instan untuk penghematan pengeluaran."Bagus, sekara
Angela tidak habis pikir dengan pemikiran Verrel. Seharusnya ia melaporkan masalah itu pada pihak berwajib. Mengingat nyawa Verrel yang menjadi taruhannya. Angela takut jika masalah ini terulang kembali di luar sepengetahuannya, nyawa Verrel bisa terancam."Kita ke rumah sakit sekarang, untuk mengobati luka-lukamu," ajak Angela."Tidak usah, sebaiknya kita pulang dulu," jawab Verrel."Oke." Angela membantu Verrel berdiri. Ia mengambil kotak obat yang ada di kantor. Lalu mengobati luka-luka Verrel. Baru kali ini melihat Verrel babak belur. Ia merasa kasihan tiap kali Verrel menahan sakit saat dirinya mengoleskan obatnya."Tahan dulu, mungkin ini akan sakit," ucap Angela.Setelah selesai mengoleskan luka Verrel dengan obat, Angela membantu Verrel bersandar di sofa."Kita tidak usah makan di luar, akan ku pesankan makanan saja," lanjut Angela. Verrel hanya mengangguk pasrah. Badannya masih terasa sakit semua."Apa benar Felix