"Chika!" panggil Saga.
Chika menoleh, pria tampan itu keluar dari mobilnya berjalan ke arah Chika. Rasanya Chika ingin berlari kencang, tapi entah kenapa tubuhnya seolah membeku tidak bisa bergerak.
"Maaf atas kejadian kemarin," ucap Saga.
"Tak ada yang perlu di maafkan. Istrimu benar, dia berhak marah padaku. Mungkin kalau aku yang di posisinya aku akan marah juga," kata Chika. Ia berusaha bersabar dengan keadaan yang di alaminya.
"Chika, kau tahu aku hanya mencintaimu. Hanya saja aku belum bercerai dengan Luna. Kumohon mengertilah," ucap Saga sedikit memelas.
"Aku tidak ingin menjadi penyebab perceraian kalian. Kalau perlu aku akan pergi sejauh mungkin agar kalian bisa kembali bahagia," terang Chika. Bagaimanapun perkataan Luna sudah melukai hatinya, ia memang bukan wanita kaya tetapi ia punya harga diri.
"Kumohon jangan pergi aku akan menyelesaikan semua ini agar kita bisa bersama," kata Saga.
Chika menggeleng, ia tidak setuj
Pesta pertunangan telah usai, hari kemarin adalah hari yang membahagiakan sekaligus melelahkan. Dua bulan lagi Viona akan menikah. Namun ada sebuah ganjalan yang mengganggu pikiran Angela. Yaitu kebahagiaan putranya, Saga.Dulu ia di nikahkan dengan Verrel tanpa dasar rasa cinta namun bisa saling mencintai hingga sekarang. Saga tidak bisa mencintai Luna seperti yang di harapkan oleh Angela. Luna tidak dapat meluluhkan hati Saga karena perilakunya yang sering membuat Saga kesal."Saga, tolong antar mama belanja," pinta Angela."Kalau soal belanja mendingan ajak Luna saja, Ma. Dia ratunya belanja," jawab Saga."Luna sudah pergi sejak tadi pagi. Apa kamu tidak ingin meluangkan waktu untuk mamamu?" tanya Angela.Mendengar Angela bersikeras akhirnya Saga mengiyakan permintaan mamanya. Ia juga tidak ingin membuat mamanya kecewa. Akhirnya mereka berdua pergi juga. Kebetulan Verrel sudah berangkat ke kantor. Viona berlibur dengan Devan.Saga h
"Nyonya, mengapa kita ke rumah sakit?" tanya Chika penasaran."Suamiku sedang di rawat di rumah sakit ini. Tapi, sebelum itu bolehkah aku tahu golongan darahmu? Karena dia membutuhkan transfusi darah golongan O," terang Clara."Kalau begitu kebetulan sekali, saya juga golongan darahnya O tapi agar tidak terjadi kekeliruan bisa di cek dulu," kata Chika. Ia senang jika bisa membantu wanita sebaik Clara."Semoga saja ada kecocokan, ayo kita temui dokternya," kata Clara.Setelah melakukan berbagai pemeriksaan di ketahui golongan darah Chika dan Mark memiliki kesamaan. Akhirnya transfusi darah di mulai. Chika merasa bangga setidaknya dirinya masih berguna untuk orang lain. Meskipun ia tidak bisa memberikan sumbangan materi namun ia berharap transfusi darah kali ini bisa bermanfaat bagi kehidupan orang."Sayang, hari ini kau akan bertemu malaikat kita," bisik Clara di telinga suaminya."Apa maksudmu, sayang?" tanya Mark tak mengerti."Tungg
Chika di kagetkan dengan berbagai kiriman paket yang silih berganti berdatangan ke apartemennya. Ia takut jika seseorang telah salah mengirimkan ke apartemennya. Namun jika di tanya memang benar adanya, paket itu buat dirinya.Frans bersorak riang menyambut berbagai hadiah yang datang ke apartemennya. Mulai dari mainan, pakaian, makanan dan perabotan kelengkapan rumah. Ia tidak sabar untuk membongkar bungkusan paketannya satu persatu."Tunggu Frans, bagaimana kalau bukan untuk kita?" Chika takut barang itu salah kirim. Karena sepengetahuannya ia tidak membeli apapun. Terlintas di benak Chika jika semua barang yang di kirim ke apartemennya berasal dari Saga."Tunggu sebentar, mama akan memastikannya dulu. Jangan di buka sebelum mama tahu siapa pengirim semua barang-barang ini," ucap Chika. Ia merogoh ponsel di sakunya lalu menekan tombol nomor ponselnya.Saga kaget mendengar ponselnya berdering, pasalnya tidak biasanya Chika meneleponnya.
Clara berniat membawa Chika dan Frans hidup bersama di Jakarta. Namun sebelum itu mereka menawarkannya terlebih dahulu pada Chika. Ia tidak ingin terlalu memaksakan kehendaknya pada putrinya. Clara tidak ingin Chika merasa tidak nyaman."Horee kita mau pindah," kata Frans melonjak kegirangan.Berbeda dengan Chika ia terlihat bingung jika harus kembali ke Jakarta. Pertama ia masih terlibat kontrak dengan restoran dengan tempatnya bekerja. Tentunya jika keluar secara tiba-tiba ia harus membayar dendanya. Alasan kedua, ia takut jika kembali ke Jakarta akan bertemu kembali dengan Saga.Susah payah dirinya pergi dari Saga, ia takut di sebut pelakor suami orang. Namun melihat wajah putranya yang senang sekali akan tinggal bersama neneknya. Apalagi di tambah Clara yang menunggu keputusannya penuh harap."Sayang, jika kau pindah ke Jakarta bagaimana sekolahmu? Mama juga masih kerja di restoran itu," kata Chika kemudian.Clara menggenggam tangan Chika
Chika tidak bisa menghindari kerja sama dengan Saga. Hari ini ia harus datang ke perusahaan itu lagi, andai saja Chika bisa menghindarinya mungkin akan segera ia lakukan. Tapi, ia membawa nama perusahaan orang tuanya. Jadi tidak mungkin ia bisa menghindarinya lagi."Apa Tuan Saga ada di tempat?" tanya Chika."Maaf, ada perlu apakah Anda mencari CEO?" tanya resepsionis."Saya Nona Axella dari perusahaan properti yang menjalin kerja sama dengan perusahaan ini," terang Chika."Oh, Nona Axella. CEO tadi juga berpesan jika Anda datang di suruh menunggu sebentar di ruangannya. Karena Tuan Saga sedang keluar sebentar," ucap resepsionis."Baiklah, terima kasih atas informasinya. Dengan anggunnya Chika meninggalkan resepsionis."Tunggu!" seru seorang wanita dari belakang. Chika merasa tidak asing mendengar suara wanita itu."Siapa kau?" tanya wanita itu mengitari Chika.Luna mengamati Chika dari atas hingga bawah, sialnya ia
Wajah penuh amarah menatap tajam pada Luna. Wanita itu sedikit takut menatap Saga."Apa keperluanmu ke kantor?" tanya Saga.Karena yang ia tahu setelah Luna menikah dengannya wanita itu tidak pernah tertarik dengan pekerjaan kantor. Yang ada ia selalu bersenang-senang dengan teman-temannya."Itu karena aku ingin tahu apa benar kau membatasi kartu kreditku?" tanya Luna."Iya, kau bisa menghabiskan seluruhnya jika aku tidak membatasimu!" kata Saga."Dasar pelit! Bukankah aku juga salah satu pemilik sah perusahaan ini!" keluh Luna."Sebenarnya bukan aku pelakunya, tapi papamu yang melakukannya," cibir Saga."Hah, tidak mungkin aku tidak percaya!" bantah Luna."Sudah ku duga kau tidak akan mempercayainya. Orang yang selama ini memanjakanmu saja mulai takut dengan kebiasaan belanjamu!"Luna tidak mau mendengarkan sindiran Saga, ia langsung mencari ponsel di tasnya dan menelepon papanya."Pa, apa benar papa
Sayang, mama berencana mengajakmu ke rumah teman mama," kata Clara."Mereka sudah mama anggap seperti saudara. Kamu mau kan?" tanya Clara."Iya, Ma.""Kapan kita akan kesana?" tanya Chika."Sekarang, bersiap-siaplah. Mumpung hari ini kita weekend," kata Clara."Baik, Ma. Chika juga akan menyiapkan Frans."Tidak memakan waktu lama Chika dan Frans sudah siap. Mereka masuk ke dalam mobil bersama Mark juga. Frans melihat orang di mobil satu persatu. Lalu ia tiba-tiba tertawa."Hei, kenapa kamu tertawa, sayang?" tanya Clara."Bukan begitu, Nek. Hanya saja kalian terlihat lucu," jawab Frans."Lucu? Apa kami seperti badut kesukaanmu itu?" tanya Mark."Hahaha, kakek bisa saja. Frans lihat kalian kalau diam saja berwajah tegang terlihat lucu," terang Frans."Kamu ini." Clara memencet hidung mancung Frans dengan gemas.Sesampainya di kediaman Verrel, mereka di sambut hangat oleh mereka. Frans dengan malu
Angela merasa kasihan mendengar cerita Chika. Ia bisa menyimpulkan jika Chika belum menikah dengan Saga. Terlebih Verrel ia justru merasa terpukul karena wanita yang di telantarkan Saga adalah putri sahabatnya sendiri.Melihat wajah polos Frans kecil mengingatkan Verrel pada Saga di waktu kecil. Anak itu tidak bersalah, seharusnya dulu ia mendengarkan permintaan Saga untuk tidak menikahi Luna. Ia yakin putranya itu tidak pernah mencintai istrinya."Kemarilah, Nak. Ini juga kakekmu. Peluk kakek," kata Verrel. Tak terasa air matanya meleleh.Frans sedikit ragu ia melihat sebentar ke arah mamanya seperti meminta persetujuan. Chika menganggukkan kepalanya."Pergilah, mereka juga kakekmu," kata Chika.Verrel memeluk erat Frans kecil. Ia mengecup pipi chubby bocah itu. Seluruh rasa bersalahnya seakan membebani pundaknya. Verrel bahagia, tapi ia juga merasa kasihan dengan Frans.Angela mengusap air matanya, ia memeluk Frans penuh