Nur menatap mobil Wahyu sampai hilang dari pandangannya.
Nur masuk lewat pintu yang ada di samping butik."Assalamuallaikum" Nur mengucap salam begitu membuka pintu."Walaikum salam, diantar siapa Nur?" Tanya Bunda Aira."Kak Wahyu" jawab Nur dengan rona merah di wajahnya."Tumben diantar suami""Karena hujan Bunda, jadi diantar""Ehmm, ayo Nur masuk ke ruanganku. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu" Bunda Aira menggamit lengan Nur."Ada apa ya Bunda?""Jangan tegang dan cemas begitu, ayo duduk" Bunda Aira mempersilahkan Nur untuk duduk di depannya."Begini Nur, butik kita akan meluncurkan produk terbaru, dan aku butuh bantuanmu untuk itu"
"Butuh bantunku bagaimana ya Bunda? Aku kan kerja di sini, sudah pasti aku akan membantu Bunda semampu aku bisa""Ini bukan tentang pekerjaanmu memasang payet, kancing, dan sebagainya, Nur""Lalu tentang apa, Bunda?""Aku ingin kau jadi model produk terbaru butik kitNur pulang ikut dengan Lisna, teman kerjanya yang naik motor. Tapi hujam yang mendadak turun membuat mereka harus berteduh di emperan sebuah ruko. Dan seperti beberapa hari yang lalu, Nur kembali bertemu dengan Raffi di situ. Raffi tidak sendirian, ia bersama Arif temannya. Merekapun terlibat pembicaraan yang mengasyikan, sambil menunggu hujan mulai reda. Tapi, hari mulai gelap, hujan tak kunjung reda juga, justru seperti bertambah derasnya. Nur jadi khwatir kalau Wahyu lebih dulu tiba di rumah sebelum dirinya.Tiba-tiba sebuah mobil berbelok ke halaman ruko tempat Nur berteduh. Nur tahu betul siapa pemilik mobil itu. Nur melangkah untuk mendekati mobil. Dan benar dugaannya, kalau Wahyulah yang berada di dalam mobil itu."Kak Wahyu!""Masuk""Sebentar Kak, aku pamit dulu sama temanku" sahut Nur, Nur berpamitan pada Lisna, Raffi, dan Arif. Setelah itu baru ia masuk ke dalam mobil Wahyu. Nur melirik Wahyu ya
Makan malam mereka berjalan dalam kesunyian, sesekali Wahyu melirik Nur. Ia gemas sekali melihat pipi Nur saat Nur mengunyah makanannya. Pipi itu benar-benar seperti bakpao berwarna coklat saja. Jemari Nur yang pendek dan terlihat gemuk tidak luput dari rasa gemasnya. Rasanya Wahyu ingin menggigitnya.'Argghh, ini semua karena mimpi tadi, kenapa semua yang ada pada Nur jadi terasa menggemaskan. Padahal selama ini aku sukses mengabaikannya, tapi...argghhhh'Tanpa sadar Wahyu menggerutukan giginya, karena kesal pada dirinya sendiri. Niatnya mendekati Nur agar rencananya untuk membuat Nur hamil sebelum 6 bulan terlaksana, tanpa harus ada embel-embel cinta. Tapi sekarang justru hatinya yang mulai liar, tak bisa untuk diperintah otaknya.Nur menjilat bibirnya, lalu meneguk air minumnya. Wahyu menundukan kepalanya, menutup matanya, mengutuki dirinya.'Ya Allah, apa ini hukumanmu atas sikapku
Sesaat hanya kesunyian yang ada di antara mereka, meski Wahyu cukup berpengalaman dalam hal wanita, tapi baginya tetaplah ini menjadi hal yang berbeda. Ia belum sampai pada tahap 'bercinta' dengan teman wanitanya.Nur merapikan rambutnya yang tergerai, digelungnya asal, rambut panjangnya yang hitam bergelombang. Wahyu menolehkan kepalanya. Ditatap dari samping, lekukan bibir Nur terlihat sangat seksi. "Aku kembali ke kamarku ya Kak" pamit Nur pada Wahyu. Ia merasa jengah duduk berduaan tanpa ada yang dibicarakan."Nur" Wahyu menahan lengan Nur yang ingin berdiri. Wahyu menggeser duduknya lebih dekat. Nur menolehkan kepalanya, tangan Wahyu terangkat, dibukanya gelungan rambut Nur, sehingga rambut Nur tergerai kembali. Mata Nur mengerjap gelisah, ia merasa berdebar-debar karena paha Wahyu yang masih terbungkus celana pendek menempel di pahanya yang tertutup daster panjangnya.Jemari Wahyu meraih dagu Nur. Mata Wahyu menatap
Begitu melihat nama orang yang menelponnya, Wahyu memutuskan untuk mengabaikannya. Ia hanya mematikan suara ponselnya. Wahyu kembali naik ke atas ranjang. Sebelumnya ia melepas celananya, mata Nur melotot saat melihat Wahyu yang tanpa busana. Cepat Nur membuang pandangannya, jantungnya berdegup lebih cepat lagi, ia merasa tubuhnya panas dingin jadinya.Wahyu langsung menindih Nur yang masih memakai penutup segi tiganya."Siapa Kak?" Tanya Nur saat tatapan mereka bertemu."Tata" jawab Wahyu singkat."Tata?" Nur mengernyitkan keningnya, karena merasa asing dengan nama itu."Orang yang ingin beli rumah""Kenapa tidak dijawab, Kak""Saat ini, ini lebih penting dari segalanya" Wahyu mengecup bibir Nur, membuat Nur tersipu ka
Nur ke luar dari kamar setelah selesai mandi. Nur mengernyitkan keningnya saat tak melihat siapa-siapa di ruang tengah."Kak!" Nur memanggil Wahyu yang tidak terlihat, ia menuju ruang tamu. Dilihatnya Wahyu menutup pintu pagar dengan payung di tangannya. Nur menunggu Wahyu di teras rumah, Wahyu berjalan mendekatinya."Sudah pulang ya, Kak""Iya""Aku jadi malu, pasti ibu pikir aku ....""Aku sudah jelaskan ke ibu dan nenek, kalau kamu kelelahan karena harus kerja rodi semalam" Wahyu masuk ke dalam rumah diikuti oleh Nur."Kerja rodi?""Hmmm, yang tadi malam""Yang tadi malam?" Nur mendongakan wajahnya dengan kening berkerut menatap Wahyu, ia sungguh tidak mengerti apa yang dimaksud Wahyu dengan kerja rodi.
"Nur" Wahyu melingkarkan tangannya di tubuh Nur, beruntung Wahyu tinggi, dan lengannya panjang, jadi masih bisa melingkari tubuh besar Nur. Didekap Nur dengan penuh kelembutan."Kakak mau apa?" Nur mendongakan wajah, rasa jengah menyergap perasaannya. Sikap Wahyu terasa begitu manis baginya. Membuat bunga terasa bermekaran di dalam hatinya. Membuat senyum, merekah indah di bibir Nur"Mau seperti yang aku bisikin tadi." Wahyu menundukan wajah, digigit puncak hidung Nur dengan gemas."Masih siang, Kak," wajah Nur cemberut, nada suaranya merajuk manja."Memang dosa ya kalau siang-siang begituan, yang pentingkan bukan bulan Ramadhan, Nur," bujuk Wahyu. Ia tak mau menyerah, sebelum keinginannya bisa ia dapatkan."Nanti mandi lagi dong, Kak," Nur masih berusaha menolak."Jangankan harus mandi sekali lagi, seratus kali juga aku tidak keberatan. Asal
"Haah, jadi tadi Kakak mengigau!?""Mengigau? Aku bicara apa, Nur?""Enghh, ehmmm, tidak jelas, Kak, Kakak bicara apa, Kakak mandi dulu, setelah itu kita makan," sahut Nur, wajahnya memerah, ia malu kalau harus mengatakan apa yang diucapkan Wahyu tadi. Nur bangkit dari duduknya."Ayo, Kak, mandi""Ehmm, iya." Wahyu tersenyum, dan senyumnya semakin lebar sambil menatap punggung Nur yang meninggalkan kamar.'Hhh, imageku tetap terjaga sebagai pria cool. Kenapa juga harus kelepasan bicara seperti tadi, memalukan! Untung dapat akal, pura-pura mengigau. Pintarkan aku, hmmm'Setelah mandi, Wahyu menemui Nur yang sudah siap di meja makan, dengan lauk haruan bebanam, cacacapan asam (mangga).Mereka makan dalam diam, hanya Wahyu sesekali melirik istrinya.'Bagaimana tidak gendut, Nur. Makanmu lumayan banyak, tapi tak apalah, bebini lamak nyaman kawa guring kada betilam (beristri gendut, enak bisa tidur tidak pakai kasur)'
Nur sudah masuk kembali ke dalam kamar mandi. Wahyu memijit kepalanya yang terasa sakit.'Ya Tuhan, inikah balasan dariMu, balasan atas kesalahanku, yang sudah mengabaikan istriku selama satu tahun. Baiklah, aku terima semua ini dengan lapang dada, meskipun aku harus menahan rasa sakit di kepala'"Hhhh, rugi deh, sudah minum jamu pakai telur ayam kampung dua biji, eeh lapangannya tidak bisa dipakai main bola, karena becek. Nasiiiib!" Gerutu Wahyu sambil mengelus-elus adiknya.Tiba-tiba ia menyadari, kalau ia sudah polos di bawah selimut, ia langsung menyingkap selimut, dan bermaksud kembali mengenakan pakaiannya. Tapi baru saja Wahyu beringsut ingin turun dari ranjang, Nur ke luar dari kamar mandi, dengan tatapan tertuju langsung ke arah Wahyu."Kak!" Mata Nur melebar menatap Wahyu.'Ya Tuhan, habislah terhempaskan ke cool an ku, aaah sudah terlanjur basah, mandi aja sekalian. Lapangan becek, main aja dipinggir lapangan, bisakan? Tidak dosakan?'