Siang ini Nur, dan semua karyawan butik, ditraktir makan siang oleh Bunda Aira. Karena pencapaian penjualan mereka yang jauh melampaui target, berkat produk terbaru mereka yang modelnya dipercayakan pada Nur. Pakaian buatan butik mereka untuk wanita bertubuh gemuk laris manis. Mereka banyak menerima order, baik itu untuk pakaian santai, sampai gaun pesta, bahkan sampai busana pengantin juga.
Nur duduk di samping Bunda Aira yang menyetir sendiri mobilnya, mereka pergi dengan dua buah mobil. Mobil yang lain disupiri oleh supir Bunda Aira. Mereka bersiap untuk kembali ke butik, setelah makan siang lesehan di Bincau, sebuah tempat wisata pemancingan, dan lesehan yang cukup terkenal di Martapura.
Mata Nur menatapa ke luar jendela, memperhatikan jalan yang mereka lalui. Bunda Aira membawa mobil dengan kecepatan sedang. Saat mendekati lampu merah Sekumpul terjadi kemacetan. Mobil berhenti sesaat, dan mata Nur menangkap sosok yang sangat dikenalnya ke luar dari sebuah rumah ma
Nur masuk ke kamar mandi, Wahyu memilih menyeduh kopi di dapur. Meski hatinya tengah marah pada Nur, tapi ia berusaha meredam rasa marahnya. Setelah membuat kopi, Wahyu duduk di ruang tengah, dinyalakannya televisi. Sesekali matanya melirik ke pintu kamar, menunggu Nur ke luar dari kamar, baru ia masuk untuk mandi. Tapi cukup lama ia menunggu, Nur tidak juga ke luar dari kamar. Sedang sebentar lagi waktunya maghrib tiba. Akhirnya Wahyu memilih mengalah, dibukanya pintu kamar perlahan, tapi Nur tidak ada di dalam kamar. Suara air shower yang jatuh ke lantai kamar mandi masih terdengar dari dalam kamar mandi. Wahyu mengernyitkan keningnya, jika saat datang tadi Nur sudah masuk ke dalam kamar mandi, maka ini sudah terlalu lama baginya berada di dalam sana. Tiba-tiba kecemasan menyusup di dalam hati Wahyu. Wahyu mendekati pintu kamar mandi, diketuknya perlahan, namun tak ada jawabab. Digedornya pintu kamar mandi dengan kuat, sambil memanggil nama Nur dengan penuh kecemasan. Perlahan pin
"Nur, berterus teranglah, jujurlah, katakan ada apa sebenarnya, jangan menyembunyikan sesuatu seperti ini""Kakak yang tidak jujur! Kakak yang menyembunyikan sesuatu! Kakak yang huuuhuuhuu ...." Nur tersedu sedan, bayangan Wahyu dan Lindsy membuat hatinya benar-benar sakit."Nur, aku tidak mengerti maksudmu" Wahyu mengangkat dagu Nur dengan jari telunjuknya. Dihapusnya air mata Nur dengan lembut."Kakak kenapa bohong!""Bohong apa, aku tidak mengerti Nur!""Kakak bilang tidak kenal dengan daging impor itu, tapi ternyata hari ini aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, Kakak ke luar dari rumah makan dengan dia. Kakak bohong, Kakak bohong, huuuuhuuu!" Nur memukuli Wahyu dengan kedua telapak tangannya.Wahyu mengerutkan dahinya.'Daging impor!?'"Kenapa Kakak diam?""Daging impor? Ooh ... Lindsy, masksudmu?""Hoooeek, hoooeek! Jangan sebut namanya!""Ya, ya daging impor, hhhhhh ... biar aku jelaskan, dengark
Nur menatap ke luar butik, ia mengenali mobil yang baru memasuki halaman butik. Itu mobil si 'daging impor' Lindsy. Lindsy datang bersama dua orang temannya. Nur mengambil ponselnya, lalu menelpon suaminya."Assalamuallaikum, Nur""Walaikum salam, Kakak" panggil Nur bernada manja."Ada apa?""Kakak, Kakak sedang repot tidak?""Memangnya ada apa?""Aku ingin makan putu mayang, bisa Kakak belikan tidak. Enghh, tapi kalau Kakak sibuk atau capek tidak usah saja, biar nanti saat makan siang aku cari sendiri saja, maaf ya Kak. Assalamuallaikum""Nur, sebentar aku belikan ya, atau aku jemput kamu, kita makan siang ke luar, bagaimana?""Iya, Kakak""Kamu tunggu di butik saja. Assalamuallaikum""Terimakasih, Kakak. Walaikum salam"Nur mematikan ponselnya, dengan senyum terukir di bibirnya. Hari ini Lindsy harus tahu, kalau Wahyu adalah miliknya."Bagaimana hari ini? Mau makan siang bareng Kak Wahyu lagi nggak?" Tanya salah
18++Wahyu sudah menjalankan mobilnya, sesekali ia melirik istrinya yang duduk di sebelahnya, dengan diam bak patung saja."Kamu kenapa, Nur?"Nur menolehkan kepala, lalu kepalanya menggeleng pelan."Apapun yang mereka katakan, jangan membuatmu sakit hati. Kalau kamu sakit hati, kasihan anak kita yang ada di dalam kandunganmu.""Heum" Nur menganggukan kepala. Sejujurnya, ia masih syok dengan kejadian tadi. Nur tidak menyangka, kalau Tata, dan Lindsy bekerja sama untuk memisahkannya dari Wahyu. Kejadian tadi baginya bagai adegan di sinetron saja, seperti bukan kejadian yang benar-benar nyata.Nur melirik ke arah suaminya, diamatinya dalam diam wajah suaminya, yang sesaat tadi baru saja jadi obyek rebutan dua orang wanita.'Kak Wahyu ganteng, gagah. Ehmm seperti artis sinetron Anjasmara waktu muda. Eeh, sampai sekarangkan Anjasmara masih terlihat muda. Wajar saja kalau banyak wanita yang menyukainya. Aku beruntung punya suami seperti dia,
Wahyu tiba kembali di kantor."Kak!" Bayu menyongsong kedatangan Wahyu di kantor mereka."Ada apa?""Aku dengar tadi Tata bertengkar dengan Lindsy di rumah makan. Kabarnya Kakak yang jadi penyebab pertengkaran mereka. Kok bisa, Kak?""Kamu tahu dari mana?""Tris, ada di sana juga tadi. Mungkin Kakak tidak melihatnya. Kenapa Kakak bisa jadi penyebab pertengkaran mereka, Kak?""Kamu tahukan, Kakakmu ini pria paling cool sedunia? Jadi wajarlah kalau diperebutkan wanita" Wahyu membentangkan tangannya dengan gaya bak pria terganteng sedunia.Bayu tertawa melihatnya."Ganteng, tapi sudah punya istri. Itu dua wanita kenapa bisa mengejar Kakak. Bukannya mereka tahu Kakak punya istri, atau Kakak mengaku bujangan sama mereka?""Ehhh, aku bukan tukang tipu ya. Aku jujur kalau aku punya istri, nih lihat, tanpa aku bicarapun orang pasti tahu kalau aku punya istri. Nur sudah memberi stempel dengan jelas di leherku. Si Tata dan si Lindsy itu saja yang
Wahyu tiba di depan pagar rumahnya, ia ke luar dari dalam mobil, ia membuka gembok yang tergantung di pintu pagar. Dibuka pintu pagar selebarnya. Dengan perlahan dimasukan mobilnya ke halaman, lalu ia kembali ke luar dari mobil. Ditutupnya kembali pagar, dan langsung ia gembok kembali seperti semula.Baru dibuka pintu garasi yang memang tidak dikunci, sebelum mobil Wahyu masuk ke sana. Dahi Wahyu berkerut dalam, motor matic Nur tidak ada di dalam garasi. Perasaan Wahyu langsung tidak enak, ia batal memasukan mobilnya ke dalam garasi. Bergegas ia membuka kunci pintu rumah, dibukanya pintu dengan tergesa."Nur!" Seru Wahyu begitu pintu terbuka. Dengan langkah lebar ia masuk ke dalam rumah, kamar tidur mereka adalah tempat pertama yang di datanginya."Nur!" Jantung Wahyu berdegup lebih cepat dari biasanya, ia memeriksa ke dalam kamar mandi, dan tidak menemukan Nur di sana. Wahyu ke luar dari kamar, ia mencari Nur sampai ke dapur. Tapi Nur tidak juga ia temukan.
Wahyu menatap Nur yang duduk di tepi ranjang dengan memeluk bantal. Sesekali terlihat ia menyusut air mata, dan ingusnya dengan tissue. Keranjang sampah yang terlihat dipenuh tissue berada tidak jauh dari kaki Nur yang menjuntai ke lantai.Wahyu duduk di samping Nur, Nur menggeser duduknya menjauh."Nur" Wahyu menatap wajah Nur dari samping, Nur menolehkan kepalanya ke arah berlawanan. Ia menarik tepi hijab di sisi pipinya lebih ke depan, agar Wahyu tidak bisa melihat wajahnya yang sembab, karena menangis terus menerus.Andai hal ini terjadi beberapa bulan lalu, Nur yakin ia tidak akan ambil pusing. Karena Wahyu sendiri membencinya. Rasa kecewa di hati Nur tumbuh, karena harapan, dan ungkapan cinta Wahyu yang ternyata sudah dihianati oleh Wahyu sendiri."Aku tahu aku salah, Nur. Aku tidak mengabarimu kalau akan pulang terlambat. Tapi itu tidak aku sengaja Nur, ponselku ketinggalan di atas meja ruanganku. Aku lupa membawanya ke lokasi. Andai Ayah, atau
18++Wahyu menelpon Bayu dengan ponsel Nur, meminta Bayu membawakan pakaian ganti untuknya dari rumah orang tua mereka. Setelah Wahyu mandi dan sholat. Mereka makan malam di rumah ibu Nur."Kita pulang ya Nur""Motorku bagaimana, Kak?""Motormu biar besok diantarkan Udin ke rumah," jawab Wahyu. Udin adalah salah satu karyawan di perusahaan Wahyu."Terserah Kakak saja" Nur tersenyum menatap suaminya.Mereka berpamitan pada Ibu Nur, untuk pulang malam itu juga. Ibu Nur sempat berpesan pada keduanya, agar jangan cepat terbawa emosi, dan harus selalu lancar dalam berkomunikasi.Wahyu menjalankan mobilnya dengan pelan saja menyusuri jalan A. Yani menuju pulang ke rumah mereka di Banjarbaru.Nur mengernyitkan keningnya saat Wahyu membelokan arah mobilnya ke sebuah hotel paling besar yang ada di sana. Hotel yang posisinya berseberangan dengan landasan pacu bandara."Mau apa ke sini, Kak?" Tanya Nur bingung."Numpang ti