Mereka sudah berada di dalam kamar, Wahyu menatap lekat tubuh istrinya. Nur menggigit bibir bawahnya, wajahnya merah padam. Ia merasa tatapan Wahyu membakar dirinya. Wahyu membungkuk di atas Nur.
Kedua tangan Wahyu meraih tangan Nur, disisipkan jari jemari dikedua tangannya, dengan jari jemari Nur.
"Kak" Nur merintih pelan. Karena gemas dengan dada Nur yang besar, Wahyu menggesekan wajahnya ke permukaan dada Nur. Nur menggeliat kegelian, saat rambut Wahyu menyentuh kulit dadanya."Geli Kak" protes Nur. Wahyu turun makin ke bawah, kali ini perut Nur yang jadi sasarannya. Dikecupnya perut Nur di beberapa tempat, meninggalkan bercak merah di sana. Nur merasa geli, juga merasa ada yang aneh menjalari tubuhnya.
Bibir Wahyu bergeser lagi ke bibir, lalu ke pipi Nur. Dikecup dengan mesra bakpao coklat yang meluber toping strawberrynya, karena terkena api gairah yang membara. Bibir Wahyu turun ke leher Nur, ia mencecahkan kecupan kuatnya di beberapa tempat, m
Wahyu tiba di rumah sakit, ia di sambut Bunda Aira di depan ruang IGD. Mereka bergegas masuk ke dalam ruang IGD. Wahyu mendekati Nur yang terbaring lemah, mata Nur terpejam rapat, wajah dan bibirnya tampak pucat. Ada infus terpasang di tangannya."Dia sudah siuman tadi, tampaknya dia sekarang tertidur""Kenapa Nur sampai pingsan, Bunda?""Kata dokter, lambungnya agak terganggu. Tampaknya Nur mengalami tekanan yang mengakibatkan stress, pola makannya jadi berubah drastis, jadi lambungnya terganggu, itu kata dokter. Bunda tidak ingin ikut campur urusan rumah tangga kalian. Bunda hanya berharap kamu bisa membantu Nur mengatasi tekanan yang tengah ia alami" ucap Bunda Aira."Tekanan apa, Bunda? Aku memang melihat Nur berubah dalam pola makannya, tapi kupikir itu karena dia ingin diet. Padahal aku sudah bilang, jangan dipaksakan, karena aku menerima dia apa adanya. Aku benar-benar tidak tahu kalau Nur sedang tertekan" ujar Wahyu dengan suara pelan, karena takut membangu
Saat Ibu Wahyu, nenek, dan ibu Nur datang membesuk di rumah sakit. Wahyu menceritakan secara jujur kenapa Nur sampai sakit."Ya Allah, maafkan kami ya Nur, kami tidak bermaksud membuatmu jadi tertekan dengan keinginan kami. Itu hanya sebuah keinginan, kami tahu kalian sudah berusaha sangat keras, namun semua memang harus dikembalikan pada Yang di Atas. Allah maha tahu, kapan waktu yang tepat bagi kami untuk menimang cucu" ujar Ibu Wahyu dengan penyesalan yang dalam. Ibu Wahyu tidak menyangka jika Nur sampai tertekan karena keinginan mereka."Bukan cuma keinginan Ibu dan Nenek yang membuat Nur tertekan, tapi mulut si Kuntilanak keponakan Ibu itu yang membuat Nur berusaha diet!" Ujar Wahyu kesal."Kuntilanak? Siapa Wahyu?" Tanya nenek."Henny!""Hhhh, dari dulu kan kita sudah tahu dia bagaimana?""Iya Nek, tapi Nurkan tidak tahu kalau si kuntilanak itu memang begitu sifatnya! Jadilah Nur makan hati, tertekan, stress, karena takut tidak bisa hamil
Wahyu berharap Nur mau bercerita, kenapa ia sampai menangis. Tapi, sampai Nur tertidur, Nur tidak juga bercerita kepadanya. Wahyu tidur di atas sofa di ruang perawatan, Nur tidur di atas ranjang. Nur terbangun di tengah malam, tatapannya ia layangkan ke arah Wahyu yang tidur dengan pulasnya.Dua bulir air mata mengalir begitu saja di sudut mata Nur. Ada rasa takut yang tiba-tiba menyelinap di bilik hatinya.Takut akan terpisah dari Wahyu.Takut Wahyu meninggalkannya.Takut Wahyu berubah sikap.Takut ... takut ....Nur menghapus air mata, tatapannya kini lurus ke langit-langit kamar ruang perawatan. Kejadian tadi siang membayang dalam ingatan, membuat air matanya kembali mengalir dengan deras. Tanpa ia sadar, ia sudah terisak pelan. Nur memiringkan tubuhnya, ia berbaring membelakangi Wahyu. Sekuat tenaga ia berusaha menahan tangis, agar Wahyu jangan sampai terjaga. Bahu Nur bergetar kuat, digigit ujung selimut untuk meredam tangis. Ia sen
Sudah 1 bulan sejak Nur keluar dari rumah sakit. Nur kembali bekerja seperti biasanya, tapi kali ini ia tak lagi menggunakan sepeda, karena Wahyu membelikan motor matic untuknya.Hari ini Bunda Aira menyerahkan butik kepada Nur, karena beliau harus pergi ke ibu kota. Sebuah mobil berhenti di depan butik, 4 orang wanita cantik dengan usia sekitar 20-25 tahun keluar dari dalam mobil. Nur menyambut mereka bersama pegawai butik lainnya. Nur menemani mereka melihat-lihat produk dari butik Bunda Aira. "Menurutmu, Mas Wahyu itu pria yang bagaimana, Fe?" Tanya salah satu wanita yang mengenakan dress merah tua."Sempurna!" Seru yang ditanya sembari tertawa."Tapi kasihan ya dia, katanya istri Mas Wahyu itu jelek, gendut, mantan pemulung lagi. Kalau tidak dijodohkan orang tuanya, mana mau Mas Wahyu menikahi wanita yang bukan levelnya" sahut wanita yang lainnya. Wanita yang satu ini sepertinya punya darah bule."Kalau kamu suka, pepet terus aja Lindsy, k
'Sabar Wahyu, sabar! Nur saja bisa sabar menerima tingkah buruk dan ucapan ketusmu kepadanya selama satu tahun. Kenapa Nur baru diam beberapa jam saja kau sudah putus asa. Tunjukan kalau kau bisa sabar juga menghadapinya, buat dia nyaman agar ia bisa percaya padamu untuk menceritakan apa yang ia rasakan. Bangun kepercayaannya terhadap dirimu Wahyu, agar tak ada lagi yang ingin ia sembunyikan darimu!'Batin Wahyu mengingatkan Wahyu yang mulai merasa kesal dengan sikap Nur. Wahyu bukan orang yang bisa berpura-pura baik. Kalau tidak suka ia akan mengatakannya, hanya saja kalau ia yang suka ia akan berusaha menyimpannya, sampai ia benar-benar siap dan yakin akan perasaannya, baru ia ungkapkan isi hatinya. "Nur, jangan cemberut begitu dong. Bakpao coklatku nanti jadi lembek kalau terlalu banyak dituangi air mata," Wahyu mengangkat dagu Nur, mata mereka bertemu, Wahyu menghapus air mata Nur dengan kecupan bibirnya. Dan menenggelamkan hidungnya di atas pipi t
"Jangan menangis lagi dong Nur. Nanti habis air matamu, sayang air mata dibuang-buang untuk hal yang tidak perlu. Dan itu, siapa tadi nama yang kamu sebut tadi. Aku saja baru satu kali ini mendengar nama itu, siapa dia itu, Nur?" Wahyu mengusap punggung Nur dengan lembut. Nur mengangkat wajahnya dari dada Wahyu. Ditatapnya lekat bola mata Wahyu, Wahyu menaikan alisnya dengan gaya jenaka. Wajah Nur jadi cemberut, dicubitnya dada Wahyu kesal."Awww, sakit Nur. Sumpah Nur, aku tidak pernah kenal dengan wanita yang namanya kamu sebutkan tadi" Wahyu mengangkat dua jarinya."Tapi, mereka bilang mereka makan siang dengan Kak Wahyu, mereka bilang Kak Wahyu suka menatap si Lindsy itu. Lindsy itu bule, daging impor, sedang aku mereka bilang cuma ikan asin!" Seru Nur dengan nada lebih tinggi dari biasanya. Mata Wahyu membesar mendengar muntahan kata yang keluar dari sela bibir Nur."Lindsy? Daging impor? Ikan asin? Ini kita sedang membicarakan apa sih, Nur? Aku bing ...."
Wahyu mendekatkan bibirnya ke telinga Nur."Henny" bisik Wahyu dengan mulut usilnya."Enghhh" mata Nur melotot menatap Wahyu, keningnya berkerut dalam, mulutnya terkatup rapat. Ia berusaha menahan mual perutnya. Tapi, Nur tak tahan juga, begitu Henny mendekat, ia langsung masuk ke dalam rumah, dan masuk ke kamar mandi di dekat dapur. Ia memuntahkan sebagian makan malamnya di sana.Nur menarik napas lega setelah ia berkumur, lalu ia ke luar dari kamar mandi, dan betapa terkejutnya ia saat Henny tiba-tiba berdiri di hadapannya."Kamu kenapa, Nur. Takut melihat....""Hoeeekk!!" Nur tak mampu menahan muntahnya, muntahnya muncrat dan mengenai baju, celana, dan kaki Henny. Spontan Henny berteriak dengan histeris, dan Nur semakin banyak memuntahkan isi perutnya.Semua orang yang duduk di teras berlari masuk ke dalam. Sementara yang lain berdiri terpaku dalam kebingungan, Wahyu justru tertawa dengan suara sangat nyaring."Sudah aku duga, ee
"Nur hamil?" Tanya ibu Henny, membuat semua yang tengah mengerubungi Nur mengalihkan fokus mereka."Iya" sahut nenek dengan nada bahagia. Melihat Henny yang berdiri di ambang pintu kamarnya, Nur segera memutar badannya, dan masuk ke dalam kamar mandi. Nur lagi-lagi harus berhoek-hoek ria. Wahyu mengusap punggungnya lembut."Sebaiknya kamu pulang, Henny" ujar Ibu Wahyu sambil mendekati Henny dan kedua orang tuanya."Tante mengusir aku?" Tanya Henny gusar. Pakaiannya tampak basah, karena baru dibersihkan dari muntahan Nur."Bukan begitu, Henny. Si Nur itu tidak bisa melihat wajahmu, jangankan melihat wajahmu. Mendengar orang menyebut namamu saja dia sudah mual""Apa!? Memangnya aku ini sampah yang bau apa!?""Tidak perlu marah begitu Henny. Dalam keluarga kami, hal seperti itu memang selalu terjadi dimasa kehamilan, bahkan sampai melahirkan. Jadi saranku, kalau kamu tidak mau dimuntahin Nur, ya jangan menampakan diri di depannya" Jawab ibu Wahyu membela