Bab47"Kamu menyembunyikan sesuatu dariku, Nara?" tanya Angkasa, pada wanita yang coba dia cintai.Nara masih terdiam tanpa suara, dia hanya menunduk, tanpa berani menatap Angkasa."Kupikir kamu sudah mau membangun rumah tangga bersamaku, nyatanya ...." Usai berkata, Angkasa bangkit dari duduknya dan meninggalkan Nara yang tidak bereaksi apapun.Melihat Nara hanya terdiam, membuat Angkasa merasa pupus harapan."Rupanya dia masih menyimpan rasa pada lelaki itu," gumam Angkasa, sambil duduk di taman mini, yang ada di depan kamarnya. Disaat Angkasa merenung, tiba- tiba pesan singkat dari orang tidak ada dikontak masuk ke ponselnya.Angkasa mengernyit, ketika membuka pesan itu."Ini istrimu?" Begitulah tulisan chat singkatnya, disertai beberapa gambar, yang memperlihatkan tangan Nara digenggam erat oleh Abimanyu.Mereka nampak terlihat manis di foto itu, bahkan pemandangan dari foto itu, nampak memperlihatkan mereka sedang berada di dalam sebuah kamar Hotel.Angkasa menggenggam erat pons
Bab48Angkasa menatap datar wanita yang kini berada di dalam kolam renang itu.Meskipun hari sudah malam, Angkasa tidak segan- segan melakukan hal gila pada Nara. Rasa sakit hati menutup mata lelaki itu dengan sempurna, sehingga tidak tersisa sedikitpun rasa kasihannya pada Nara, wanita yang dia anggap sebagai pengkhianat.Nara menangis di dalam kolam, dan Angkasa hanya terdiam memandanginya."Kenapa kamu begitu kejam padaku," lirih Nara."Kau pikir perbuatanmu tidak kejam?" bentak Angkasa. Lelaki itu melepaskan semua pakaiannya, dan hanya menyisakan celana pendek di tubuhnya, kemudian ikut masuk ke dalam kolam.Nara memundurkan diri, memberi jarak antara dia dan Angkasa.Namun Angkasa dengan cepat menarik tangannya, kemudian menautkan bibir mereka. Begitu kejamnya ciuman lelaki itu, hingga membuat bibir Nara bengkak, bahkan mengeluarkan darah."Ya Allah, sakit," lirih Nara, ketika ciuman itu Angkasa lepas."Itu hukuman, untuk orang yang seenaknya berbicara. Kau seharusnya sadar, aku
Bab49"Misi berhasil," bisik nyonya Rengganis pada Monalisa, ketika mereka menuruni anak tangga."Hihihi, akhirnya semua yang kita usahakan berhasil. Semoga setelah ini, Angkasa mau bersama aku lagi, Tan." Monalisa begitu bahagia. Karena rencana mereka berjalan dengan lancar dan sesuai harapan.Bi Aya mendengar sekilas ucapan mereka, namun dia berpura- pura sibuk dengan pekerjaannya, ketika nyonya Rengganis menatap ke arahnya."Kamu!! Dimana Nara?" tanya nyonya Rengganis pada bi Aya, wanita bertubuh tambun itu sengaja bertanya, seakan tidak tahu apa- apa, padahal dia lah dalang dibalik semua yang terjadi."Saya juga kurang tau, Ibu bos," jawab bi Aya dengan wajah tertunduk, tanpa berani bersitatap dengan mata nyalang wanita kaya itu."Tidak tahu bagaimana? Aneh sekali, kamu pembantu rumah ini, tapi tidak tahu kemana perginya wanita sialan itu?" "Saya baru datang hari ini, sebelumnya sudah tidak bekerja di rumah ini lagi, Bu.""Ah, nggak masuk akal," ujar nyonya Rengganis, berlalu per
Bab50"Oma tidak pernah setuju, dengan hubungan Mona dan Angkasa, Bu," jelas Mona dengan wajah yang nampak dibuat sedih.Nyonya Rengganis mengernyit."Apa alasannya?" tanya nyonya Rengganis.Monalisa menggeleng lemah."Tidak tau, Bu." Mona menunduk."Kamu tenang saja, nanti Ibu yang akan urus hal itu. Yang penting, sekarang wanita miskin itu pergi." Nyonya Rengganis tersenyum penuh kemenangan."Mona gantungkan harapan besar pada Ibu," ujar Mona. Keduanya pun tersenyum sambil menikmati hidangan yang sudah tersaji.*********"Angkasa, dimana Nara?" tanya nenek Asia, ketika memasuki rumah utama kediaman keluarga Tantaka.Angkasa, tuan Tantaka, dan nyonya Rengganis terdiam."Angkasa, ada apa? Apakah terjadi sesuatu?" tanya nenek Asia dengan curiga, sambil memindai sekeliling rumah.Perasaan wanita tua itu sudah tidak nyaman, bertahun- tahun dia merindukan Nara, tapi nomor ponsel wanita itu tidak pernah bisa dia hubungi. Demi kesembuhannya, dia harus menahan diri dan fokus pada kesehatanny
Bab51Tahun- tahun berlalu, nenek Asia tidak lagi meributkan tentang kepergian Nara, tetap sebaliknya, dia prihatin dengan kondisi Angkasa yang kini bagaikan robot.Kehidupan lelaki itu kini disibukkan dengan bekerja keras, hingga kekayaannya semakin berlimpah, dan memiliki pengaruh terkuat di berbagai kota.Namanya begitu terkenal di kalangan pengusaha, dari pengusaha terkecil, hingga pengusaha besar, mengenal siapa Angkasa, lelaki dengan yang memiliki bisnis- bisnis besar.Sedangkan keluarga Baskoro semakin kesulitan."Bagaimana ini, Yah? Lama- lama mati kelaparan kita begini," keluh mama Lida, yang keadaan kondisi ekonomi mereka semakin tercekik, setelah Angkasa memutuskan untuk berhenti membiayai hidup mereka."Ini semua karena Nara sialan itu! Kenapa juga tuan Angkasa harus memilih Nara? Aku jauh lebih cantik," ujar Mouren, merasa kesal dengan keadaan mereka saat ini, yang dia anggap, sebagai kesalahan dari Nara."Seharusnya kamu bekerja, memiliki karir yang bagus! Percuma lulusa
Bab52Nara terdiam membeku, ketika melihat Bramantio dengan semangatnya berjalan menuju Angkasa.Meskipun dia tahu mengenai status keluarga antara Bram dan Angkasa, tetapi dia tidak mengharapkan adanya pertemuan semacam ini."Lama tidak berjumpa, bagaimana kabar kamu?" tanya Bramantio apa adanya. Angkasa tersenyum sinis, seakan mengejek pertanyaan Bram."Kabarku baik, kamu datang ke Indonesia tanpa memberi kabar kepadaku, kupikir kamu sudah lupa, bahwa kamu mempunyai sepupu.""Kata Nenek kamu selalu sibuk dan nyaris tidak pernah ada di rumahmu. Padahal dari awal aku datang ke Indonesia, aku ingin sekali bertemu kamu, terutama jagoan kecil, Baskara."Angkasa mengernyit, dengan tatapan pertanyaan."Aku tahu dari Nenek, katanya kamu sudah menikah dan memiliki seorang anak laki- laki yang tampan. Kapan- kapan, aku ingin bertamu ke rumah kamu, makan malam gitu." Angkasa terkekeh."Tak usah, aku tidak ingin membuat kamu bahagia."Bramantio mengernyit, mendengar jawaban sarkas Angkasa."Aku
Bab53Dengan semangat yang tersisa hanya setengah, Nara pun membukakan pintu ruang kerjanya."Ada apa, Wi?" tanya Nara, kepada pegawainya yang bernama Dwi."Ada seseorang yang ingin bertemu dengan anda, Bu. Apakah Ibu mau menemuinya? Katanya ada hal penting yang harus dibicarakan. Jika Ibu menolak, dia akan meminta orang merusak restoran kita."Nara mengeryit."Siapa? Kamu sudah tanyakan namanya?""Pak Angkasa Tantaka, Bu."Mendadak tubuh Nara menjadi gemetar hebat, mendengar nama lelaki itu. Lelaki yang dia rindukan, dia benci dan sekaligus lelaki yang selalu dia hindari selama bertahun- tahun, hingga segumpal kekuatan menariknya kembali dengan berani.Sebelum Nara menjawab, tiba- tiba suara lembut terdengar."Mamah ...." suara kecil anak lelaki itu membuat Nara dan Dwi menoleh ke empu suara.Seorang anak lelaki tampan itu tersenyum, dengan mata yang berkaca- kaca, menatap ke arah Nara.Bola mata kecoklatan itu memancarkan percikkan kerinduan yang mendalam."Mamah, Baskara sudah besa
Bab54Merasa mendapat tuduhan yang tidak mengenakkan, nenek Asia pun membantahnya."Nenek tidak mungkin melakukan hal itu, Angkasa," jawab nenek Asia dengan suara bergetar."Tapi fakta yang berkata seperti itu. Diam- diam, nenek berhubungan dengan Nara. Padahal Nenek tahu, aku nyaris gila karena dia tinggalkan. Dan Baskara ikut menanggung lukanya. Padahal, dia tidak tahu apa~apa, yang dia tahu Nara pergi dari kehidupannya." Angkasa berkata dengan suara serak, membuat tangis Baskara menjadi pecah."Nenek, Baskara mohon," lirih anak lelaki itu. Membuat dilema nenek Asia."Baiklah, Nenek minta maaf pada kalian, jika Nenek memilih diam dan menyembunyikan keberadaan Nara. Semua Nenek lakukan, atas permintaan Nara, yang tidak ingin terhubung lagi dengan kamu, Angkasa.""Dan Nenek mau menurutinya, membiarkan cucu Nenek sendiri menderita? Dan cicit Nenek menjadi anak broken home, anak malang yang terlahir dari keluarga yang berantakkan?"Nenek Asia meneteskan air mata, merasa tertekan dengan