Share

BAB 4: Istri pertama

Seorang wanita menatap Bara dengan berdecak pinggang.

Bara mengakat satu alisnya. “Adikmu yang salah.”

“Kalau salah tidak seharusnya kalian memarahinya.” Wanita itu mendekati Bara.

“Hei, adikmu sendiri yang menumpahkan es krim pada suamiku.” Gisel langsung mendorong wanita itu.

“Tidak usah main kasar Tante.” Sambil mendorong Gisel.

“Astaga masalah ini pasti akan semakin panjang,” Batin Wanda melihat mereka bertengkar.

“Tante? Kapan aku menikah dengan Pamanmu bocah?” Gisel membalas dengan mendorong wanita itu.

Dorongan Gisel berakhir dengan menarik rambut satu sama lain. Melihat ada keributan perlahan banyak orang yang berkumpul melihat adegan itu.

Bara terlihat sangat marah, jika berita ini tersebar maka akan mencoreng nama baik perusahaannya.

Diam-diam Bara mengirim pesan pada pengawalnya untuk datang.

Wanda memerhatikan situasinya tidak berniat untuk membantu, sampai tatapannya melihat anak kecil itu yang siam sambil meremas ujung bajunya.

“Seharusnya kamu sadar bahwa kamu salah.” Seru wanita itu.

“Sadar? Kamu yang sadar. Dasar manusia tidak memiliki akal.”

Gisel membalasnya dengan semakin menarik rambut musuhnya.

“Kamu yang tidak masuk akal, semua keluargamu bahkan suamimu tidak masuk akal.”

Wanda malah cemas menyaksikan adu tari menarik rambut di depannya, karena dia mendengar wanita itu menghina Bara. Jika sampai Bara marah besar maka pasti ada pembunuhan.

“Hentikan omong kosongmu.”

“Kenapa? Kamu takut?” tantang wanita itu.

“Aku tidak pernah takut bocah.”

“Kamu pasti takut pengecut?”

“Untuk apa aku takut?”

“Karena suamimu sangat tidak berguna.”

Bara yang mendengarnya langsung maju dan melerai pertengkaran mereka.

Gisel memandang Bara dengan tatapan memuja.

“Hentikan!” seru Bara.

Wanda langsung berdiri di depan wanita itu “Nona sepertinya anda salah paham, adik anda yang tidak sengaja menjatuhkan ice krim ke baju suami saya.”

“Suami,” kagetnya.

Wanita itu memandang ke tiganya, melihat Gisel yang menatapnya tajam, Bara yang hanya diam, dan Wanda yang sangat terlihat tenang.

“Pria jahat ini adalah suamimu,” tanya wanita itu.

Wanda mengangguk.

Menunjuk ke arah Bara. “Kenapa kalian mau di poligami oleh pria seperti itu,”

“Anda sangat tidak sopan Nona,” seru Bara menyeka tangan wanita itu yang menunjukkannya.

Wanita itu cemberut. Merasakan sakunya bergetar wanita itu langsung melihat ponselnya di sana, seusai membaca pesanya wajahnya pucat.

Wanita itu langsung membawa adiknya dan pergi dengan tergesa-gesa.

“Hei, kamu mau pergi ke mana?” Gisel berteriak.

Bara menahan tangan Gisel yang hampir mengejar wanita itu.

Buk…

Bara memandang sepatu yang sudah memukulnya.

Wanda langsung tertawa begitu keras, selama menilah dengan Bara dia tidak pernah membuat ekspresi selucu itu apa lagi setelah sepatu kaca itu mengenai kepalanya.

“Ini tidak lucu Wanda,” serunya.

Wanda memalingkan mukanya menahan tawanya karena dia tau jika Bara sudah memanggil namanya itu artinya dia pasti marah. Bara langsung melihat wanita sang sudah melemparinya dengan sepatu.

“Suami apa kamu baik-baik saja.” Bara menyeka tangan Gisel yang hampir menyentuhnya.

Berlutut dan mengambil sepatunya.

Pengawal datang. “Kenapa kalian lama sekali?” Bara marah karena pengawalnya datang terlambat.

“Maaf tuan tadi di jalan macet.”

Bara langsung berjalan keluar dari lobi.

“Suami kamu mau ke mana?” tanya Gisel.

“Katakan pada Nyonya pertama aku tidak jadi mengunjunginya.” 

Gisel langsung memegang tangan Wanda. “Bagaimana ini Wanda aku takut pada nyonya pertama?”

“Tenang biar aku saja yang menjelaskannya.” Gisel mengangguk. Wanda melirik ke arah Bara yang sudah pergi di ikuti pelayan, bahkan Jav pelayan yang di tugaskan untuk menjaganya malah melalaikan tugas.

Mereka langsung menuju ke tempat nyonya pertama berada, tanpa memedulikan  kerumunan tadi yang menonton.

“Astaga ini sangat tidak seru jika Tuan Bara tidak marah.” ucap seorang Pria yang melihat dari kejauhan.

Pintu ruangan terbuka menampakkan wanita dengan gaya China klasik duduk menikmati teh. Ruangan yang di dekorasi dengan plum merah dengan lukisan ikan koi yang besar.

Wanita itu menggunakan sebuah baju cheongsam kuning yang di bordir oleh benang emas dengan sanggul rambut yang harganya tidak ternilai karena berasal dari kerajaan kuno.

“Selamat siang Nyonya pertama,” ucap keduanya.

“Masuklah.” Mereka duduk berhadapan dengan nyonya pertama.

Nama asli dari nyonya pertama adalah Jiang Lee dia berasal dari China tapi setelah menikah dengan Bara namanya dia ubah menjadi Jihan dan pindah mengikuti Bara.

“Di mana suamiku?” ucapnya.

Jihan menuangkan teh pada Wanda dan Gisel.

Saling berpandangan lalu Wanda batuk. “Tuan sedang ada urusan mendadak.”

Jihan berhenti menuangkan teh lalu menuangkan teh kembali, seorang pelayan langsung datang membisikan sesuatu pada Jihan.

Pyar…

Wanda terbatuk saat merasakan tehnya sangat panas. Sedangkan Gisel tidak sengaja terkena percikan teh yang panas karena kaget saat Jihan membanting teko tehnya.

Wanda merinding saat melihat Jihan tersenyum lebar. Dia mengingat berita nyonya ke dua dulu yang di kabarkan meninggal karena di bunuh oleh Jihan sebelum Bara menikah lagi dengan Gisel dan Wanda.

“Aku bertanya, di mana suamiku?”

Wanda menarik nafas. “Aku rasa tanpa aku beritahu nyonya pertama sudah tau kejadiannya.”

“Lancang sekali kamu.” Gisel hanya berpura pura minum meski tehnya sangat panas tidak mau terlihat pertengkaran antara Wanda dan Jihan.

“Aku hanya berkata benar nyonya pertama,” ucap Wanda.

Brak…

Jihan memukul meja dengan keras menyebabkan perabotan yang ada di sana bergoyang sebentar.

“Pengawal!” serunya.

Melihat banyaknya pengawal yang masuk Wanda diam-diam mengirim pesan yang berisi kata SOS pada Jav. 

“Kurung dia di ruang bawah tanah.”

Pengawal itu langsung memegang kedua tangan Wanda di sisi kiri dan kananya.

“Nyonya tolong maafkan perilaku tidak sopan nyonya ke tiga.” Gisel memegang lengan Jihan.

“Tuan akan sangat marah jika ada pertengkaran di antara kita, apa lagi mengenai berita tentang Tuan sedang mencari istri baru.” Gisel masih mencoba membantunya.

“Jihan berpikir merasa apa yang di sampaikan Gisel ada benarnya. “Baikalah,” ucapnya membuat Gisel tenang.

“Tapi ciumlah kakiku.” Mendengar ucapan dari Jihan membuat marah Wanda.

“Tapi Nyonya pertama,” ujar Gisel.

“Aku tidak akan tunduk pada siapapun Nyonya.”

Jihan marah dia mengambil gelas dan menyiramkan airnya ke kepala Wanda, wajahnya memerah saat terkena teh, untung saja teh itu hangat bukannya panas seperti yang dia tadi minum.

Wajah Wanda memerah karena sangat marah, Gisel yang melihat kejadian itu menutup mulutnya kaget.

“Ini hanya peringatan istri ke tiga, jika kamu masih melawanku akan aku pastikan kamu akan menderita lebih dari ini.”

Mencengkeram rahang Wanda dan melemparkannya ke samping. Jihan langsung duduk sambil menyilangkan kakinya.

“Pengawal usir dia,” ucapnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status