Share

BAB 6 : Shen

Wanda meminum wiski, matanya masih terpaku pada layar film yang menunjukkan hantu itu menyeret seorang siswa ke dalam kamar mandi. Sahabatnya ketakutan dan memukul pintu mendadak terdengar seperti sebuah tulang yang retak dan wanita itu melihat seorang wanita yang berada di sudut atas tembok melompat ke bawah.

Wanda langsung memakan kripiknya dengan cepat, merasa haus dia menggambil menumannya. Di layar menampilkan hantu yang membuka mulutnya mengeluarkan suara menakutkan.

Sontak saja wiski yang di minum Wanda jatuh membasahi bajunya.

Jantungnya semakin berdebar setelah mendengar suara seseorang memakan kripiknya. Wanda menutup matanya dan berbalik ke sisi yang berlawanan.

Tapi sebuah lengan memegangnya.

“Aku bukan setan,” ucapnya.

Wanda langsung berbalik, melihat Bara yang menatapnya dengan tatapan mengejek.

“Kenapa kamu di sini?” tanya Wanda balik.

Bara langsung  menatap film di depannya sambil memakan kripik milik Wanda.

Sangat jarang sekali Bara mau mengunjunginya tanpa ada kemauan.

“Aku yang membeli rumah ini jika kamu lupa.”

Wanda masih menatap Bara dengan intens.

Bara melirik Wanda. “Apa aku setampan itu?”

Wanda mengalihkan pandangannya, dia sangat lemah melihat pria tampan seperti Bara. Wajahnya yang terlihat sempurna, apalagi terkena sinar dari layar membuat kulitnya terlihat indah di matanya. Wanda menarik nafas mencoba mengatur jantungnya yang berdetak tidak karuan.

“Suami.” Panggil Wanda lembut.

Bara menatap Wanda aneh. “Sepertinya kamu mabuk?”

“Aku belum mabuk,” balas Wanda.

Bara hanya mengangguk dan memfokuskan pandangannya pada layar film.

“Aku dengar kamu bertengkar dengan Jihan?”

Wanda memakan popcron. “Benar.”

“Apa kamu mau memarahiku seperti Jihan?”

“Tidak ada gunanya aku memarahimu.”

“Apa hanya itu yang ingin kamu tanyakan?”

Bara mengeluarkan sebuah ponsel dan menyerahkannya kepada Wanda.

Wanda membacanya. “Berita kamu menikah lagi itu benar?”

“Belum tentu, aku ingin kamu hadir di acara ulan tahun perusahaan sekaligus hadir di acara jumpa pers dan aku tidak ingin mendengar kamu memiliki konflik dengan istriku yang lain.”

Wanda sama sekali tidak marah.

“Dan ajaklah anak-anak ke acara itu.”

Wanda mengembalikan Ponsel Bara.

“Tumben, di acara tahun kemarin kamu tidak menyuruh mengundang anak-anak.”

Bara meneguk wiski milik Wanda dan menatap Wanda dengan intens membuatnya agak gugup.

“Itu karena berita tentang rumah tanggaku yang tidak sempurna dan itu bisa membuat saham perusahaan turun empat persen.”

Wanda mengalihkan pandangannya. “Aku mengerti.”

Beberapa menit berlalu tanpa mereka bersuara, hanya terdengar suara jeritan dari layar film. Wanda memberanikan diri memegang lengan Bara.

“Apa?” tanya Bara.

“Aku ingin memindahkan anak-anak ke rumah agar tidak menginap di sekolah.”

Bara langsung menatap Wanda.

“Bukanya kamu sendiri yang memasukkannya ke asrama.”

Wanda merasa agak bersalah.

“Aku tau, makanya aku ingin membuat mereka tinggal di sini.”

“Terserah.” Bara mengalihkan pandangannya ke layar film.

“Baiklah.” Wanda mengangguk.

“Kamu tau istriku?” Wanda menatap Bara, sangat jarang Bara memanggil dengan sebutan ‘Istriku’

Bara menatap Wanda lalu melirik ke dada Wanda.

“Warna merah lebih cocok untukmu.” Bara langsung menatap layar film.

Wanda langsung sadar saat pakaian dalam berwarna ping terlihat transparan di balik warna pakaiannya.

Dengan wajar memerah Wanda langsung berlari pergi, Bara yang melihatnya hanya tersenyum tipis.

Shen terlihat memungut sampah, dia masih menggunakan piyama abu-abu meski sekarang sudah jam tuju pagi karena sebentar lagi kelas akan di mulai.

Beberapa siswa pria tertawa melihat Shen yang memungut sampah. Tanpa ekspresi Shen hanya diam tidak mau membalas ucapan mereka meski ada beberapa orang yang berbisik-bisik saat melihatnya.

Shen membawa setumpuk buku yang sudah basah akibat terkena kuah sup bahkan beberapa sayuran busuk. Tanpa ekspresi Shen berjalan menuju asrama.

“Siswa Shen!” seru Guru.

“Apa kamu gila sehingga berjalan di koridor dengan pakaian seperti ini?”

Shen memilih diam tanpa membalas ucapan Guru yang memarahinya.

“Siswa Shen!” Guru menahan amarahnya melihat Shen yang mengabaikannya, dia pasti akan melaporkan perilaku Shen ke kepala Sekolah.

Sampainya di asrama Shen mencoba membuka pintu tapi sayangnya pintu itu terkunci, Shen mencari kunci di sakunya tapi dia lupa tidak membawanya.

Beberapa menit Shen duduk di sana dan benar saja seorang guru datang.

“Shen,” ucap Guru itu.

“Bu Cika.”

“Ikut aku.” Shen berdiri dan mengikuti Guru Cika.

Shen menatap lurus ke bawah tanpa bertanya apa-apa karena Shen sudah menebak pasti kepala sekolah akan menasihatinya lagi atau yang paling parah menyuruhnya untuk mengundang walinya.

“Jangan membuat masalah lagi Shen,” ucap Guru Cika.

Shen meremas bukunya. “Aku—”

“Shen, kekerasan di sekolah di larang apa lagi perundungan.”

“Aku mengerti Bu.”

“Bagus kamu mengerti, aku akan menghukum orang yang membulliymu.”

Shen menundukkan kepalanya dan tersenyum mengejek, sudah berkali-kali dia mendengar kalimat itu tapi nyatanya tidak ada hal yang berubah dan semua sama saja.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status