Share

6

Aditya mendekat, menyentuh pundak Sarah sembari memanggil nama wanita itu. "Sar, kamu gak mati, kan?"

Namun Sarah bergeming hingga membuat Aditya sedikit dilanda perasaan takut yang bercampur aduk.

Aditya lantas menunduk, membalikkan tubuh Sarah hingga berbaring telentang. Desah lega lolos dari mulutnya saat melihat wanita itu masih bernapas. "Bikin takut aja kamu, Sayang," gerutunya pelan, duduk bersender di bawah ranjang. Tak lama setelahnya, lelaki itu terkekeh kecil sambil menggelengkan kepala.

"CK, sepertinya kamu kecapekan banget, ya? Makanya gitu, tidur kek orang pingsan." Aditya bangkit berdiri, berjalan ke arah koper miliknya, mengambil pakaian yang ia butuhkan, lalu mengenakannya secepat mungkin.

Lelaki itu lantas menyambar kotak rokok, mulai menyalakan salah satunya sembari berjalan ke arah balkon, berdiri di tepinya dengan tatapan lurus ke depan. Ia mengisap pelan dengan tatapan mulai menerawang ke belakang sembari mengingat posisi tidur Sarah.

***

"Saya mohon, Tuan ... jangan lakukan itu," pinta Sarah menghiba sambil menangkupkan kedua tangannya di depan wajah. Air matanya bahkan terus luruh membasahi pipi. Ia bahkan berjalan mundur saat Aditya memangkas jarak bersama seringai serigala tersungging di bibir.

"Kenapa aku harus menuruti perintahmu, jika apa yang akan kita lakukan sebentar lagi akan membuatmu melayang ke langit yang ketujuh." Aditya menolak sekaligus mengejek.

Aditya mulai membuka satu persatu kancing bajunya tanpa memutus kontak mata mereka hingga membuat Sarah semakin beringsut mundur dengan wajah memucat. Ia bahkan menjerit tertahan saat kakinya tersandung tepi ranjang, membuatnya jatuh telentang.

Sarah berusaha bangkit, namun Aditya telah lebih dulu menindih tubuhnya hingga tidak dapat bergerak. Kedua tangannya bahkan disatukan di atas kepala, digenggam kuat menggunakan tangan kanan lelaki itu.

Sarah menggeleng, ia yakin ini semua akan berakhir buruk. Apalagi saat dirinya menghirup aroma alkohol yang menguar kuat dari mulut sang majikan. "Jangan! Saya mohon, Tuan ... tolong hentikan!" pintanya tergugu sambil memalingkan wajah ke kanan dan ke kiri saat Aditya berusaha untuk menciumnya.

Aditya kesal. ia lantas melabuhkan bibirnya pada ceruk leher sebelah kanan saat Sarah memalingkan wajah ke kiri. Lelaki itupun meninggalkan jejak basah di sana bersamaan dengan jerit kuat yang Sarah berikan sebagai bentuk perlawanan. Akan tetapi, tenaganya tidak sebanding dengan lelaki itu.

Bertepatan dengan itu, pintu kamar diketuk dengan kuat oleh seseorang. "Tuan! Tuan Aditya, saya mohon ... tolong lepaskan putri saya!" jerit Marni sambil menepuk-nepuk kuat daun pintu berbahan kayu jati tersebut. Telapak tangannya bahkan kini memerah juga terasa sakit. Namun wanita empat puluh lima tahun itu tidak perduli.

Dirinya lebih mengkhawatirkan keadaan sang putri di dalam sana saat mendengar jerit keras bercampur tangis memilukan Sarah.

"Tuan! Tuan Muda, saya mohon ... tolong lepaskan —" Marni tidak mampu meneruskan ucapannya saat mendengar teriakan kencang akhirnya lolos dari mulut sang putri.

Ia tergugu. Tubuhnya luruh ke lantai bersama tangis memilukan yang juga ikut lolos. Kepalanya bahkan tertunduk dalam. "Sarah ... kasian banget kamu, Nak," ujarnya tidak tega.

Marni masih sesenggukan kecil saat pintu kamar akhirnya dibuka Aditya dari dalam. wanita itu lantas mendongak hingga tubuh setengah polos milik sang majikan terlihat.

"Anak Lo enak banget, Bik Mar. Next time gue pake lagi," seloroh Aditya santai sambil berjalan melewati tubuh lemas Marni yang kembali tertunduk dengan kedua bahu terkulai lemah.

Aditya menghentikan langkah, ia lantas berbalik guna memberikan peringatan. "Oh ya, Lo gak boleh ngasih tau sama Mami Papi soal ini kalo Lo masih pengen anak Lo selamat. Lo tau sendiri, gimana bokap nyokap gue yang anti orang miskin."

"Bukankah Tuan Muda sudah merenggut masa depan Sarah? Lalu ...," Marni mengangkat kepala, menatap tajam bercampur geram pada sang majikan yang balas menatapnya rendah.

"Kenapa saya harus diam jika perbuatan Tuan ini adalah sebuah kejahatan." Marni melanjutkan ucapannya. Ia sadar ucapannya terdengar sangat berani, namun ini bukanlah saatnya untuk menjadi lemah. Ada sang putri yang membutuhkan dirinya kini.

"Apa Lo ... tengah menantang gue, Bik Mar?!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status