Share

7

Marni perlahan berdiri. Kedua tangannya terlihat saling mengepal di kedua sisi tubuhnya. Gemuruh amarah bahkan menerpa sekujur tubuhnya hingga kulit sewarna zaitun itu memerah.

"Tuan Muda boleh menghina saya atau memukul saya. Tapi, saya tidak akan pernah memaafkan orang yang telah menyakiti putri saya," tuturnya geram sambil menatap nyalang pada lelaki arogan di hadapannya.

Aditya terkekeh sarkas mendengar ucapan berani yang Marni lontarkan. Lelaki itu lantas memangkas jarak hingga Marni terpaksa mendongak. "Lo pikir, Lo siapa? Berani-beraninya Lo ngancem gue," tegur nya dingin.

"Saya bukan siapa-siapa. Saya hanya seorang ibu dari anak ga dis yang kegadisannya baru saja Tuan Muda renggut." Marni berucap penuh keberanian. Ia bahkan tak segan semakin menatap tajam pada Aditya.

Aditya terpana beberapa detik, kagum dengan keberanian sang pelayan. Namun, detik berikutnya seringai lebar kembali terbit di wajahnya. "Ok, gue jabanin." Lelaki itu lantas mengayunkan langkah, kembali ke arah kamar, lau menutup pintunya dengan kuat hingga terdengar bunyi berdebum nyaring sebelum Marni sadar akan maksud ucapan sang majikan.

Begitu dirinya sadar, semuanya sudah terlambat karena jeritan Sarah yang kesekian kalinya kembali terdengar dari dalam.

Sarah hanya bisa menangis tersedu-sedu di sudut kiri ranjang dengan penampilannya yang sangat jauh dari kata rapi sembari memegangi ujung selimut agar tubuh polosnya tidak terlihat.

Sementara itu, Aditya yang tengah berbaring telentang tanpa perduli tubuh polosnya terlihat, justru mengubah posisinya menjadi berbaring miring menghadap Sarah. Tangan kanannya terulur, menyentuh siku Sarah hingga membuat gadis bukan perawan itu berjengit kaget.

"Ck! Lo nolak gue?!" tanya Aditya kesal sembari beringsut duduk. Ia bahkan merangkak guna memangkas jarak kembali.

Sarah mengkerut. Tubuhnya bahkan kembali bergetar hebat. Ia benar-benar ketakutan jika sang majikan kembali memaksakan kehendaknya, sementara tubuhnya sendiri kini sedikit sulit ia gerakkan akibat serangan bertubi-tubi lelaki itu beberapa saat yang lalu.

"Hei!" panggil Aditya, kembali menyentuh lengan atas Sarah, saat Sarah berusaha menariknya, Aditya justru mencengkram kuat hingga usaha Sarah pun gagal total.

"J-jangan, Tuan Muda ..., saya mohon," pinta Sarah sambil menatap mata Aditya dengan sorot menghiba. Wajahnya bahkan begitu sembab dengan hidung memerah akibat tiada henti menangis.

"Jangan apa, Sayang?" tanya Aditya mengejek sembari semakin memangkas jarak mereka hingga wajah keduanya hampir bersentuhan. Mata lelaki itu menatap penuh gairah pada bibir Sarah yang membengkak berkat ulahnya.

"Tu—,"

"Sstt!" titah Aditya sembari meletakkan jari telunjuk pada bibir Sarah hingga membuatnya terdiam. "yah, diam lebih baik, Sayang. Kamu cukup ikuti semua kemauan ku. Maka, kamu akan mendapatkan lebih," tukasnya senang karena Sarah menurut.

"Maksud, Tuan Muda?" tanya Sarah memberanikan diri saat telunjuk Aditya turun ke lehernya hingga membuatnya semakin bergetar. Ia bahkan harus memejamkan mata saat jemari lelaki itu menurunkan ujung selimut hingga memperlihatkan tubuh bagian depan miliknya yang penuh dengan bekas kemerahan.

"Indah ... sungguh indah," puji Aditya. Matanya menatap penuh hasrat dada Sarah yang sesuai dengan ukuran favoritnya. Telunjuknya bahkan menyentuh ujungnya hingga membuat Sarah berjengit, namun bertahan untuk menutup mata juga tidak bergerak sedikitpun.

Aditya mengalihkan pandangannya, menatap wajah cantik di hadapannya sembari tersenyum lebar. "Aku mempunyai sebuah penawaran untukmu," tukasnya sembari mencuri sebuah kecupan di sudut bibir Sarah.

Sarah berjengit kembali sembari membuka mata. Ia terbelalak saat melihat wajah tampan itu tiada berjarak. Dirinya berniat mundur, namun Aditya justru menekan tubuhnya pada kepala ranjang tanpa memundurkan tubuhnya. "Tu—"

"Puaskan aku. Jika kamu berhasil, maka aku akan membebaskan dirimu. Tapi, jika kamu gagal? Maka, kamu tidak akan pernah aku ijinkan keluar dari kamar ini untuk selamanya."

Mata Sarah semakin terbelalak. Ia lantas menoleh cepat pada wajah innocent sang majikan, namun hal itu justru membuat Aditya melabuhkan bibirnya di sana. Sarah tercekat, ia berniat mendorong tubuh besar itu, akan tetapi Aditya telah lebih dulu mendorongnya ke kiri hingga keduanya jatuh telentang tanpa memutus tautan bibir mereka.

Aditya bahkan menggigit pelan bibir bawah Sarah hingga dirinya terpaksa membuka mulut. Jeritannya bahkan teredam saat Aditya tiada hentinya mengajaknya salin memilin di dalam sana. Sementara tangan lelaki itu mulai bergerilya kemana-mana.

Aditya sedikit menarik diri saat Sarah harus mengisi paru-parunya yang terasa kosong. Namun kedua lengannya bertahan untuk mengungkung ga dis yang telah membuatnya candu sejak pertama kali disentuh.

"Ayo, Sayang, puaskan aku!" titahnya kembali sembari berguling ke kiri, sama-sama berbaring telentang.

"Saya ... tidak bisa, Tuan," sahut Sarah, merasa malu tubuhnya terpampang sempurna. Namun dirinya tidak diijinkan mengambil selimut yang jatuh ke atas lantai.

"Tidak masalah. Karena itu berarti kamu ingin berada di dalam kamar ini untuk selamanya. Jujur, aku justru lebih senang seperti itu. Jadi, setiap kali aku butuh pelampiasan? Aku bisa segera pulang ke rumah, lalu mengajakmu ber cin ta gi la - gi la an.

Mungkin kita bisa mencoba berbagai macam gaya, biar nanti aku ajak kamu menonton film bersama," timpal Aditya santai sembari menarik Sarah hingga masuk ke dalam pelukan.

Sarah berusaha mendorong, namun tangan Aditya telah sampai di bo kongnya terlebih dahulu, meremasnya kuat hingga Sarah pun memekik kecil yang justru terdengar ero tis di telinga Aditya.

"See, kamu ternyata juga menyukai sentuhan ku. Jadi, jangan munafik dengan berusaha menolaknya," tuduh Aditya sambil menatap penuh has rat pada Sarah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status