“Ah sudahlah! Aku tak akan pulang!” teriak Andromeda yang sudah mabuk parah. Berbotol-botol jenis minuman mahal pun berserakan di meja.
Sementara Rega menyaksikan bagaimana hancurnya Andromeda. Lebih parah dari saat dia menceritakan Ibunya sendiri.
“Kau tahu? Dia datang, makan malam di rumah Ayahku bersama suami barunya. Aku marah, sungguh!” racau Andromeda masih dengan tangan yang memegang botol Jack Daniel entah keberapa.
Rega masih bingung bagaimana cara memulangkan Andromeda. Dia tak pernah membawa pulang pria itu ke rumah Ayahnya sementara saat kondisi mabuk. Namun, jika dibiarkan malah menjadi-jadi, bisa jadi berulah dan dia akan terseret juga.
“Kau tak mau pulang Bung?” tanya Rega dengan wajah lelah. Meladeni pria itu berjam-jam saja membuatnya menjadi sama-sama stres nantinya.
“Ah, kau cupu! Untuk apa pria memikirkan pulang! Aku pulang ke mana juga, tak ada rumah yang siap menerimaku hahaha!”
Mende
Puas bermain-main dengan perut Kejora, tangannya perlahan meraba kaki jenjang milik Kejora. Menyelipkan tangannya di paha wanita itu, memancing gairah milik Kejora. Sampai Kejora mendongak dengan mata yang terpejam dan bibir terbuka sensual. Dia benar-benar mengejang hebat. Apa lagi di saat tangan Andromeda yang lainnya mulai bergerilya di kedua gundukan dadanya yang masih berbalut bra hitam ber-renda. Jari kasar Andromeda dirasa memainkan puncak dadanya yang semakin menegang. Dia tak tahan! Andromeda sangat tahu bagaimana cara mempermainkan kelemahannya saat ini. Sungguh dia dipastikan akan memohon untuk dipuaskan dengan segera. Sesuatu yang sangat terjadi adalah saat di mana dirinya malah semakin terbakar dan merasakan haus luar biasa meminta untuk dituntaskan saat ini. Andromedaperlahan merangkak ke atas tubuh Kejoradan dirinya mulai menindih wanita kesayangannya itu. Jantung Kejoraberdenyut hebat. Dia menun
Andromeda hanya bisa memandangi pemandangan Ibu Kota yang begitu dipenuhi udara bercampur polusi. Di dalam otaknya tidak ada sama sekali pemikiran lain, selain dengan penyesalannya saat ini. Yang dia pikirkan adalah apa yang semalam dia lakukan terhadap Kejora. Kesalahan, tetapi dia merasakan tubuhnya semakin mendamba. Dia harus bagaimana sekarang? Heru datang ke tempat Andromeda. Sang tangan kanan itu membawa pekerjaan kantor yang dimilikinya. Menjadi berpindah tempat karena dia masih tak sanggup jika harus tiba-tiba berjumpa dengan Kejora. “Jadi, apa maksudmu?” Andromeda masih membicarakan soal pekerjaannya yang menumpuk. “Surabaya memiliki satu lahan krusial untuk membuka salah satu cabang perusahaan. Bapak mau saya meninjaunya? Saya rasa melebarkan sayap dan memiliki perusahaan sendiri bisa memperkuat pelepasan Bapak terhadap warisan Pak Kelvin.” Mendengar penuturan Heru, Andromeda termenung. Ya
Tanpa Kejora ketahui, kalau Andromeda memutuskan untuk menghilang. Bukan menghilang kembali, melainkan mencari kebenaran yang masih dia ragukan sampai saat ini. Pria itu bertolak, menuju Utrecht, Belanda. Tempat di mana ibu kandungnya berada. Sekali lagi, dia ingin memastikannya. Memastikan agar dia bisa memulangkan hatinya meskipun dengan rasa sakitnya. Musim dingin yang berakhir rupanya berganti musim semi. Matahari yang lama tak menyiangi negara kincir angin itu kini sudah tak malu-malu untuk hadir tepat di atas kepalanya. Setibanya dia di Bandara Amsterdam. Tak sampai empat bulan, dia akhirnya kembali ke negara dingin ini. Masih dengan jaket tebal yang melindunginya. Suhu udara yang bahkan terbilang masih di bawah kenormalan udara di Jakarta membuatnya semakin terasa kesepian. Kali ini dia tanpa tangan kanannya. Dia hanya pergi seorang diri. Benci, tapi tak bisa melupakan. Itulah yang kini dirasakan Andromeda.
Pertanyaan yang membuat Rina mendongakkan kepalanya sekaligus jantungnya berdegup kencang. Matanya ikut memandang Andromeda yang kini menatap intens padanya. Tangannya ikut membeku, begitu mata pekat milik Andromeda memandangnya. Tidak ada satu pun kata yang bisa menyusun deskripsi bagaimana perasaan keduanya. Bercampur aduk. Dengan susah payah Rina menghirup oksigen dan bersiap menjawab pertanyaan Andromeda. “Mama … tak dapat izin itu semua. Mungkin, kamu membenci Mama karena alasan yang dibuat oleh mereka termasuk Ayahmu.” Rina semakin tesenyum getir. Dia mengusap lengan atasnya dengan salah satu tangannya yang lainnya. Benci? Andromeda bahkan bingung, perasaan bencinya malah surut begitu berjumpa dengan sang ibu untuk kedua kalinya, saat ini. Saat ini dia bahkan merasa menjadi anak yang paling durhaka, menuduh Ibunya sendiri yang tak mau berusaha untuk menemuinya. “Setiap tahun, Mama berusaha menghubung
“Ma, apa aku salah jika ….” Suara Andromeda tercekat. Kepalanya tengah berbaring dan berbantalkan paha Ibunya. Saat ini dia malah menjadi tak bisa tidur, memikirkan masalah yang sebenarnya. Apa lagi kalau bukan hatinya yang malah tertaut dengan Adiknya. Dia benar-benar menjadi bimbang. Di satu sisi dia ingin jujur, tapi kenapa malah dia yang sekarang tak rela. Hatinya masih tak mau dijamah akan sebuah rasa tulus untuk melepas. Yang terjadi hanyalah Andromeda memilih untuk tidur, membiarkan kenyamanan dari Ibunya yang benar-benar membiusnya saat ini. Dia masih tak mau memikirkan keadaannya. Dia hanya ingin menikmati rasa rindu yang teramat itu. Menikmati harinya menjadi satu dari sekian yang diingatnya untuk menjadi paling indah. Menemukan alasan bagaimana dia harus melepas masa lalunya dengan senyuman. Sekarang rasa sakitnya mulai berkurang. Namun, itu tak berlangsung lama saat dia pulang malah menjadi bahan pembicaraan k
“Untuk apa kamu menemui wanita itu lagi? Sudah kubilang bahwa kamu adalah pewaris keluarga Wijaya. Kau tak ada waktu untuk mengurusi hal begini,” ketus Laura yang masih melihat Andromeda diam, tapi gestur wajahnya sudah mulai kelihatan menahan emosi. Mata Andromeda masih melihat satu per satu bagian dirinya yang berada di Belanda. Dan sosok dia yang diantar di Bandara oleh Marje dan Rina. Bagaimana bisa? Ah, dia lupa! Bahwa wanita tua yang sombong ini memiliki banyak kuasa untuk mengendalikannya. Kelvin masih diam. Dia tak bisa menimpali ucapan Ibunya sendiri saat ini yang memang sedang berusaha mengendalikan kehidupan putranya. “Kau juga? Apa kau tak pernah becus mengurusi putramu sendiri?!” sentak Laura yang kini menyalahkan Kelvin. “Kau adalah pewaris utama, jadi jangan pernah berpikir untuk mengunjungi orang-orang itu lagi. Aku serius dengan ucapanku. Dia hanya akan membawa dampak buruk bagi kehidupanmu, Andro.” Bahkan masih
Anggukan kepala Andromeda menjadi tanda keseriusannya. Pria itu masih memandangi Kejora yang nampak bimbang. Itu artinya, tak akan bertemu sesering ini dan … LDR? Kejora merasa belum siap untuk itu. “Proyek yang kamu kerjakan kemarin sudah selesai?” tanya Andromeda. Kejora mengangguk. “Kalau kamu bekerja denganku, mau?” Pertanyaan macam apa itu? “Kenapa?” Pertanyaan itu akhirnya lolos juga dari bibir Kejora. “Aku butuh pekerja berpotensi untuk bisa mengembangkan perusahaanku.” “Jadi, aku berpotensi untuk melakukannya? Bukan karena aku pacarmu dan kamu tak mau kita berjauhan?” tebak Kejora. “Alasan pertama dan kedua, ada padamu,” kekeh Andromeda sambil berdiri lantas mengecup pipi Kejora dan menaruh piring kotornya. Kejora masih bingung, dia saja baru tahu soal Andromeda yang memutuskan hubungan kekeluargaannya. Bagaimana dengan dia yang hanya sebagai kekasih baru tahu? Mengejutkan! “Aku pe
Kejora tersenyum, dia memandangi beberapa berkas kenangannya saat ini. Dia benar-benar akan berhenti. Dua minggu yang lalu dia menyerahkan surat resign dan beruntung mendapatkan penggantinya dengan cepat. Dia menaruh barang pribadinya di dalam kotak besar yang siap dia angkut. Karyawan penggantinya pun menghampirinya. “Bu, ini sudah semua?” tanyanya. Kejora menoleh dan tersenyum. “Selamat menempati meja saya,” ucapnya sambil mengulurkan tangan. Karyawan baru yang masih polos itu pun tersenyum dan menjabat tangannya sumringah. Namun, baru saja Kejora tersenyum ceria. Seorang CEO, Ayah dari Andromeda datang mencarinya. Mendatangi tempat karyawan dengan langkah kakinya membuat semua orang menengok pada Kejora. “Saya dengar kamu akan resign? Maukah kamu menemani saya dulu?” ujar Kelvin. Sementara Kejora bingung bukan main, dia merasa aneh dengan kedatangan Kelvin. “Ah, iya Pak terima kasih,” jawabnya denga ragu-ragu.